Perjuangan Ibu Difable, Angkie Yudistia : Semua Butuh Waktu
25 August 2022 |
15:04 WIB
Seorang ibu memiliki peran yang cukup signifikan dalam sebuah keluarga. Dia lah orang yang berperan penting dalam mencetak karakter penerus bangsa yang berkualitas. Selain tugas mengasuh dan mendidik, ibu juga yang mengatur dan mengurus para anggota keluarganya.
Namun menjadi seorang ibu dengan disabilitas bukan hal mudah. Seperti yang dialami oleh Staf Khusus Presiden Bidang Sosial Angkie Yudistia. Tantangan yang dihadapinya cukup berat.
Layaknya Woo Young Woo di dalam drama Extraordinary Attorney Woo, Angkie juga merasakan dilematis yang dialami karakter penyandang disabilitas dengan gangguan spektrum autisme atau Autism spectrum disorder (ASD) itu.
Hilang pendengaran sejak berusia 10 tahun, Angkie terbiasa untuk dilindungi dan diurus. Awal menikah dan punya anak, dia tidak pernah mengetahui bagaimana cara mengurus semua itu. Dia bahkan seringkali tidak mendengar bayinya menangis.
Politikus Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini bahkan sering menangis sendirian karena tidak bisa mendengar langsung tangis bayinya. Begitu pula ketika usia anak pertamanya, Kayla Almahyra menginjak 2-4 tahun.
Anaknya sering sebal karena ibunya tidak bisa diajak ngomong, dipanggil pun tidak menoleh. Menangis karena kesal juga percuma. “Akhirnya jadi bunda sok tegar tetapi di kamar nangis,” ulasnya dalam diskusi bertajuk Cinta Ibu Sempurna, yang digelar Nestle Dancow DortiGro di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022).
Namun ketika usia 5-6 tahun, Kayla sudah bisa mengerti tentang kondisi ibunya yang menyandang tunarungu. Memang semua butuh proses dan waktu. Waktu dan lingkungan itulah yang akhirnya mendewasakan.
“Tidak gampang. Mau terima diri sendiri saja butuh waktu,” imbuhnya.
Angkie pun sebisa mungkin memberi penjelasan kepada anaknya dan selalu terbuka atas pendapat mereka. Segala ekspresi tidak ada yang ditutupi. Marah, kesal, sedih, lelah, senang, selalu diutarakan.
Anaknya pun saat ini justru turut membantu Angkie dalam beberapa kesempatan. Seperti memberi tahu jika ada tamu datang mengetuk pintu, atau mengajak teman yang datang ke rumah untuk langsung memberi salam dan menjelaskan bahwa ibunya punya keterbatasan.
Pendiri Thisable Enterprise ini percaya dengan menjadi ibu yang kuat dengan mengatasi segala tantangan dan stigma, anak pun akan ikut kuat. “Anak akan ikut ritme orang tuanya secara tidak sadar. Dia akan mengerti,” ucapnya.
Tantangan baru muncul ketika Angkie diberikan tugas oleh Presiden Joko Widodo. Waktu untuk dia dan keluarga menjadi sangat terbatas.
Protes dari Si Kecil sering kali menghampirinya. Namun dengan pemahaman, perhatian, dan bicara dari hati ke hati, anak-anaknya pun bisa menerima bahwa ibunya juga milik negara. “Butuh waktu anak mengerti kita. Tapi bagaimana caranya sebagai ibu itu mengerti anak,” sebutnya.
Angkie mengakui dia bukan ibu yang ideal, yang selalu ada ketika anaknya membutuhkan. Akan tetapi sebisa mungkin, dia menyempatkan diri untuk memiliki waktu berkualitas bersama anak di sela-sela kesibukannya.
Di saat bersama anak dan keluarga, dia melepas semua atributnya sebagai pejabat negara. “Di rumah cukup menjadi ibu, istri, dan anak bagi orang tua. Bukan sesuatu yang mudah, tapi itu kondisi yang sesungguhnya,” kata Angkie.
Editor: M R Purboyo
Namun menjadi seorang ibu dengan disabilitas bukan hal mudah. Seperti yang dialami oleh Staf Khusus Presiden Bidang Sosial Angkie Yudistia. Tantangan yang dihadapinya cukup berat.
Layaknya Woo Young Woo di dalam drama Extraordinary Attorney Woo, Angkie juga merasakan dilematis yang dialami karakter penyandang disabilitas dengan gangguan spektrum autisme atau Autism spectrum disorder (ASD) itu.
Hilang pendengaran sejak berusia 10 tahun, Angkie terbiasa untuk dilindungi dan diurus. Awal menikah dan punya anak, dia tidak pernah mengetahui bagaimana cara mengurus semua itu. Dia bahkan seringkali tidak mendengar bayinya menangis.
Politikus Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini bahkan sering menangis sendirian karena tidak bisa mendengar langsung tangis bayinya. Begitu pula ketika usia anak pertamanya, Kayla Almahyra menginjak 2-4 tahun.
Anaknya sering sebal karena ibunya tidak bisa diajak ngomong, dipanggil pun tidak menoleh. Menangis karena kesal juga percuma. “Akhirnya jadi bunda sok tegar tetapi di kamar nangis,” ulasnya dalam diskusi bertajuk Cinta Ibu Sempurna, yang digelar Nestle Dancow DortiGro di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022).
Namun ketika usia 5-6 tahun, Kayla sudah bisa mengerti tentang kondisi ibunya yang menyandang tunarungu. Memang semua butuh proses dan waktu. Waktu dan lingkungan itulah yang akhirnya mendewasakan.
“Tidak gampang. Mau terima diri sendiri saja butuh waktu,” imbuhnya.
Angkie Yudistia/Setkab.go.id
Angkie pun sebisa mungkin memberi penjelasan kepada anaknya dan selalu terbuka atas pendapat mereka. Segala ekspresi tidak ada yang ditutupi. Marah, kesal, sedih, lelah, senang, selalu diutarakan.
Anaknya pun saat ini justru turut membantu Angkie dalam beberapa kesempatan. Seperti memberi tahu jika ada tamu datang mengetuk pintu, atau mengajak teman yang datang ke rumah untuk langsung memberi salam dan menjelaskan bahwa ibunya punya keterbatasan.
Pendiri Thisable Enterprise ini percaya dengan menjadi ibu yang kuat dengan mengatasi segala tantangan dan stigma, anak pun akan ikut kuat. “Anak akan ikut ritme orang tuanya secara tidak sadar. Dia akan mengerti,” ucapnya.
Tantangan baru muncul ketika Angkie diberikan tugas oleh Presiden Joko Widodo. Waktu untuk dia dan keluarga menjadi sangat terbatas.
Protes dari Si Kecil sering kali menghampirinya. Namun dengan pemahaman, perhatian, dan bicara dari hati ke hati, anak-anaknya pun bisa menerima bahwa ibunya juga milik negara. “Butuh waktu anak mengerti kita. Tapi bagaimana caranya sebagai ibu itu mengerti anak,” sebutnya.
Angkie mengakui dia bukan ibu yang ideal, yang selalu ada ketika anaknya membutuhkan. Akan tetapi sebisa mungkin, dia menyempatkan diri untuk memiliki waktu berkualitas bersama anak di sela-sela kesibukannya.
Di saat bersama anak dan keluarga, dia melepas semua atributnya sebagai pejabat negara. “Di rumah cukup menjadi ibu, istri, dan anak bagi orang tua. Bukan sesuatu yang mudah, tapi itu kondisi yang sesungguhnya,” kata Angkie.
Editor: M R Purboyo
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.