Cegah Kanker dengan Masektomi, Apa Itu?
21 August 2022 |
20:15 WIB
Masih ingat kabar mengejutkan tentang aktris Angelina Jolie awal 2015? Bukan cerita perceraiannya dengan Brad Pitt tentu saja, tetapi Hollywood ternama keberanian Angelina untuk mengangkat jaringan payudara miliknya alias masektomi. Langkah ini dilakukan karena ibunda Angelina memang sempat meninggal akibat kanker.
Tidak mau mengambil risiko, aktris ternama tersebut memilih untuk mencegahnya sejak dini. Pada penderita kanker payudara atau ovarium, gen pembawa kanker memang bisa diwariskan. Dihimpun dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 1 Januari 2017, Yadi Permana, Dokter Spesialis Bedah Onkologi, mengatakan gen ini disebut dengan Breast Cancer Susceptibility Gene (BRCA) 1 dan BRCA 2.
Baca juga: Daging Merah hingga Obesitas Menjadi Pemicu Kanker Usus Besar
Kedua gen ini ditemukan oleh Mary Claire, ahli genetika dari University of Washington. Jika memiliki gen ini, risiko terkena kanker payudara bisa meningkat hingga 90 persen. Untuk mengetahui keberadaan gen ini, jelasnya, diperlukan serangkaian tes genetik. Sayangnya, di Indonesia sendiri belum bisa dilakukan tes tersebut sehingga sampelnya harus dikirim ke luar negeri.
Jika dalam tes tersebut diketahui terdapat gen BRCA 1 dan BRCA 2, Yadi menyarankan untuk melakukan pencegahan, salah satunya dengan masektomi seperti yang dilakukan oleh Angelina Jolie. “Di Indonesia sudah ada beberapa pasien yang melakukan pengangkatan jaringan payudara alias masektomi,” ujarnya.
Yadi menuturkan dengan diangkatnya jaringan payudara maka risiko kanker biasanya akan menghilang sama sekali. Selain melakukan serangkaian tes genetik, cara paling mudah untuk mendeteksi keberadaannya adalah dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri.
Hal ini dilakukan secara berkala untuk mengetahui perubahan pada bentuk payudara seperti benjolan tidak wajar. Kendati demikian, tidak semua benjolan di payudara merupakan cikal bakal kanker. Yadi menjelaskan sembilan dari 10 benjolan justru bukan penyakit berbahaya. Beberapa benjolan biasanya disebabkan oleh perubahan hormon atau kista.
Hal ini terutama terjadi ketika perempuan sedang berada di masa menstruasi. Oleh karena itu, pemeriksaan payudara sendiri disarankan dilakukan satu minggu setelah menstruasi. “Kalau kista biasanya malah tidak kita operasi,” tambahnya.
MENGENALI BENJOLAN
Lantas bagaimana ciri-ciri benjolan yang mengindikasikan kanker? Yadi menjelaskan biasanya benjolan hanya terdapat di salah satu payudara. Benjolan ini biasanya terasa keras dan kasar saat diraba. Selain itu, benjolan juga tidak mengakibatnya nyeri dan tidak mudah digerakkan. Jika sudah mencapai stadium lanjut, kulit payudara biasanya bertekstur kasar seperti kulit jeruk.
Gejala yang biasanya sudah menunjukkan tanda-tanda kaker adalah luka pada puting payudara yang tidak kunjung sembuh dan mengeluarkan cairan berwarna merah. Selain memeriksa payudara sendiri, Yadi juga tetap menyarankan untuk memeriksakan diri menggunakan USG atau mammografi. USG biasanya diperuntukkan bagi perempuan di bawah usia 35 tahun, sedangkan mammografi untuk perempuan di atas usia 35 tahun.
Guna lebih memastikan, dokter biasanya akan melakukan biopsi untuk memeriksa jaringan benjolan di payudara. Yadi juga membantah mitos yang beredar bahwa biopsi menyebabkan kanker. “Sebaliknya biasanya masyarakat yang sudah biopsi tidak langsung melakukan tindakan sehingga sel kanker akan menyebar,” ujarnya.
Baca juga: Waspada, Kutil Kelamin Bisa Menjadi Kanker Serviks
Kendati tergolong penyakit berbahaya, vonis kanker bukan berarti kematian. Yadi menjelaskan jika berhasil dideteksi saat kanker masih berada di stadium 1 atau 2, peluang hidup penderita masih 98 persen. Oleh karena itu, deteksi dini menjadi kunci utama penyelamatan pasien dari kanker payudara.
Editor: Dika Irawan
Tidak mau mengambil risiko, aktris ternama tersebut memilih untuk mencegahnya sejak dini. Pada penderita kanker payudara atau ovarium, gen pembawa kanker memang bisa diwariskan. Dihimpun dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 1 Januari 2017, Yadi Permana, Dokter Spesialis Bedah Onkologi, mengatakan gen ini disebut dengan Breast Cancer Susceptibility Gene (BRCA) 1 dan BRCA 2.
Baca juga: Daging Merah hingga Obesitas Menjadi Pemicu Kanker Usus Besar
Kedua gen ini ditemukan oleh Mary Claire, ahli genetika dari University of Washington. Jika memiliki gen ini, risiko terkena kanker payudara bisa meningkat hingga 90 persen. Untuk mengetahui keberadaan gen ini, jelasnya, diperlukan serangkaian tes genetik. Sayangnya, di Indonesia sendiri belum bisa dilakukan tes tersebut sehingga sampelnya harus dikirim ke luar negeri.
Jika dalam tes tersebut diketahui terdapat gen BRCA 1 dan BRCA 2, Yadi menyarankan untuk melakukan pencegahan, salah satunya dengan masektomi seperti yang dilakukan oleh Angelina Jolie. “Di Indonesia sudah ada beberapa pasien yang melakukan pengangkatan jaringan payudara alias masektomi,” ujarnya.
Yadi menuturkan dengan diangkatnya jaringan payudara maka risiko kanker biasanya akan menghilang sama sekali. Selain melakukan serangkaian tes genetik, cara paling mudah untuk mendeteksi keberadaannya adalah dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri.
Hal ini dilakukan secara berkala untuk mengetahui perubahan pada bentuk payudara seperti benjolan tidak wajar. Kendati demikian, tidak semua benjolan di payudara merupakan cikal bakal kanker. Yadi menjelaskan sembilan dari 10 benjolan justru bukan penyakit berbahaya. Beberapa benjolan biasanya disebabkan oleh perubahan hormon atau kista.
Hal ini terutama terjadi ketika perempuan sedang berada di masa menstruasi. Oleh karena itu, pemeriksaan payudara sendiri disarankan dilakukan satu minggu setelah menstruasi. “Kalau kista biasanya malah tidak kita operasi,” tambahnya.
MENGENALI BENJOLAN
Lantas bagaimana ciri-ciri benjolan yang mengindikasikan kanker? Yadi menjelaskan biasanya benjolan hanya terdapat di salah satu payudara. Benjolan ini biasanya terasa keras dan kasar saat diraba. Selain itu, benjolan juga tidak mengakibatnya nyeri dan tidak mudah digerakkan. Jika sudah mencapai stadium lanjut, kulit payudara biasanya bertekstur kasar seperti kulit jeruk.
Gejala yang biasanya sudah menunjukkan tanda-tanda kaker adalah luka pada puting payudara yang tidak kunjung sembuh dan mengeluarkan cairan berwarna merah. Selain memeriksa payudara sendiri, Yadi juga tetap menyarankan untuk memeriksakan diri menggunakan USG atau mammografi. USG biasanya diperuntukkan bagi perempuan di bawah usia 35 tahun, sedangkan mammografi untuk perempuan di atas usia 35 tahun.
Guna lebih memastikan, dokter biasanya akan melakukan biopsi untuk memeriksa jaringan benjolan di payudara. Yadi juga membantah mitos yang beredar bahwa biopsi menyebabkan kanker. “Sebaliknya biasanya masyarakat yang sudah biopsi tidak langsung melakukan tindakan sehingga sel kanker akan menyebar,” ujarnya.
Baca juga: Waspada, Kutil Kelamin Bisa Menjadi Kanker Serviks
Kendati tergolong penyakit berbahaya, vonis kanker bukan berarti kematian. Yadi menjelaskan jika berhasil dideteksi saat kanker masih berada di stadium 1 atau 2, peluang hidup penderita masih 98 persen. Oleh karena itu, deteksi dini menjadi kunci utama penyelamatan pasien dari kanker payudara.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.