Cara Ludruk Budaya Mojokerto Tetap Eksis hingga Setengah Abad
21 August 2022 |
20:25 WIB
Di tengah seni komedi modern mulai dari stand up comedy hingga komedi layar lebar, masyarakat Indonesia juga memiliki seni komedi tradisional yang telah hadir sejak berabad-abad lalu. Tiap-tiap daerah hadir menawarkan seni pertunjukkan yang dibalut dalam konsep komedi atau lawakan.
Umumnya, seni pertunjukkan komedi tradisional ini mengangkat unsur budaya dengan balutan seni tari dan musik tradisional serta memiliki keunikan dan pakemnya masing-masing. Jauh sebelum, seni komedi modern berkembang, masyarakat di Tanah Air menjadikan pertunjukkan kelompok komedi tradisional sebagai hiburan.
Baca juga: Seni Ketoprak Harus Lentur Menghadapi Zaman
Di Jawa Timur kita mengenal kelompok tersebut sebagai ludruk. Sebagai informasi, Ludruk sendiri merupakan kesenian drama tradisional dari Jawa Timuran yang digeral di atas panggung dengan mengangkat kisah kehidupan sehari-hari rakyat kecil yang diselingi dengan lawakan dan iringan tarian jula juli dan gending atau gamelan.
Salah satu group komedi tradisional yang masih bertahan setelah 54 tahun berdiri adalah Ludruk Karya Budaya Mojokerto. Adapun ciri khas dari Ludruk Karya Budaya Mojokerto adalah semua dipentaskan oleh laki-laki baik pemerannya, penari termasuk sindennya. Kini, kelompok kesenian tradisional itu tengah menghadapi tantangan agar tetap bisa bertahan, di tengah gempuran budaya dan teknologi.
Pimpinan Ludruk Budaya Mojokerto Abah Edy mengatakan untuk bisa bertahan hingga saat ini yang mereka lakukan adalah dengan mengikuti perkembangan zaman. “Kami hanya berjalan saja, melakukan pementasan ludruk tempo dulu yang dipoles dengan polesan sesuai dengan zaman sekarang ini. Kita update dialognya, kidungnya, dan mencari joke-joke lucu yang disesuaikan dengan kondisi saat ini,” ujarnya.
Selain itu, mereka juga memanfaatkan media sosial dengan menyelenggarakan kegiatan live streaming untuk pementasan ludruk, terutama sejak masa pandemi ketika adanya pembatasan sosial sehingga mereka pun jadi jarang pentas.
Namun, perkembangan teknologi ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Sebab, dengan telah tayangnya aksi panggung dari group Ludruk Karya Budaya Mojokerto melalui live streaming dan muncul di youtube, otomatis lawakan dan dialog yang sudah dipakai tidak bisa digunakan lagi.
“Kalau dulu kita nyusun joke, humor, lakon, kidungan dan lainnya itu bisa dipakai di tempat-tempat yang berbeda, kalau sekarang tidak bisa. Sekali udah tayang di youtube maka lawakan itu sudah tidak laku lagi maka ini jadi tantangan bagi kami agar terus kreatif mengupdate materi dan bahan lawakan,” jelasnya.
Baca juga: Begini Cara Pemerintah Hidupkan Ekosistem Kesenian di Jakarta
Salah satu cara termudah yang dilakukan adalah dengan membolak-balik dialog dan materi atau lawakan. Selain itu bisa juga dengan memakai materi-materi yang sudah lama kemudian disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Editor: Dika Irawan
Umumnya, seni pertunjukkan komedi tradisional ini mengangkat unsur budaya dengan balutan seni tari dan musik tradisional serta memiliki keunikan dan pakemnya masing-masing. Jauh sebelum, seni komedi modern berkembang, masyarakat di Tanah Air menjadikan pertunjukkan kelompok komedi tradisional sebagai hiburan.
Baca juga: Seni Ketoprak Harus Lentur Menghadapi Zaman
Di Jawa Timur kita mengenal kelompok tersebut sebagai ludruk. Sebagai informasi, Ludruk sendiri merupakan kesenian drama tradisional dari Jawa Timuran yang digeral di atas panggung dengan mengangkat kisah kehidupan sehari-hari rakyat kecil yang diselingi dengan lawakan dan iringan tarian jula juli dan gending atau gamelan.
Salah satu group komedi tradisional yang masih bertahan setelah 54 tahun berdiri adalah Ludruk Karya Budaya Mojokerto. Adapun ciri khas dari Ludruk Karya Budaya Mojokerto adalah semua dipentaskan oleh laki-laki baik pemerannya, penari termasuk sindennya. Kini, kelompok kesenian tradisional itu tengah menghadapi tantangan agar tetap bisa bertahan, di tengah gempuran budaya dan teknologi.
Pimpinan Ludruk Budaya Mojokerto Abah Edy mengatakan untuk bisa bertahan hingga saat ini yang mereka lakukan adalah dengan mengikuti perkembangan zaman. “Kami hanya berjalan saja, melakukan pementasan ludruk tempo dulu yang dipoles dengan polesan sesuai dengan zaman sekarang ini. Kita update dialognya, kidungnya, dan mencari joke-joke lucu yang disesuaikan dengan kondisi saat ini,” ujarnya.
Selain itu, mereka juga memanfaatkan media sosial dengan menyelenggarakan kegiatan live streaming untuk pementasan ludruk, terutama sejak masa pandemi ketika adanya pembatasan sosial sehingga mereka pun jadi jarang pentas.
Namun, perkembangan teknologi ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Sebab, dengan telah tayangnya aksi panggung dari group Ludruk Karya Budaya Mojokerto melalui live streaming dan muncul di youtube, otomatis lawakan dan dialog yang sudah dipakai tidak bisa digunakan lagi.
“Kalau dulu kita nyusun joke, humor, lakon, kidungan dan lainnya itu bisa dipakai di tempat-tempat yang berbeda, kalau sekarang tidak bisa. Sekali udah tayang di youtube maka lawakan itu sudah tidak laku lagi maka ini jadi tantangan bagi kami agar terus kreatif mengupdate materi dan bahan lawakan,” jelasnya.
Baca juga: Begini Cara Pemerintah Hidupkan Ekosistem Kesenian di Jakarta
Salah satu cara termudah yang dilakukan adalah dengan membolak-balik dialog dan materi atau lawakan. Selain itu bisa juga dengan memakai materi-materi yang sudah lama kemudian disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.