Tiga film kemerdekaan dengan tokoh sentral wanita (Sumber gambar: lsf & Indonesian Film Center)

3 Film tentang Kemerdekaan Indonesia dengan Tokoh Utama Perempuan

12 August 2022   |   20:05 WIB
Image
Gita Carla Hypeabis.id

Like

Hari Kemerdekaan RI tak lama lagi. Menjelang bulan perjuangan ini, ada banyak cara untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Misalnya dengan mengenang jasa-jasa para pahlawan yang dipertunjukkan mulai dari lagu-lagu, puisi, karya visual hingga film layar lebar tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sejak tahun 1950-an, memang sudah banyak film layar lebar lokal yang diproduksi apalagi bila bertemakan perjuangan kemerdekaan ataupun kisah tentang sosok pahlawan. Lewat film-film heroik ini, diharapkan generasi muda memahami kebesaran perjuangan pahlawan kita untuk meraih kemerdekaan dan menghargainya.

Baca juga7 Film Lawas Indonesia Bertema Perjuangan yang Wajib Kalian Tonton

Bila biasanya film kemerdekaan mengambil tokoh utama pria, berikut 3 film bertema perang kemerdekaan yang sempat menghiasi dunia perfilman Indonesia dengan perempuan sebagai tokoh sentralnya.


1. Perawan di Sektor Selatan


Perawan di Sektor Selatan adalah film Indonesia yang rilis tahun 1971 dengan durasi 137 menit dan disutradarai oleh Alam Surawidjaja. Film ini mengangkat sisi lain dari perjuangan bangsa untuk meraih kemerdekaan, yaitu sisi gelap yang jarang terekspos.

Film ini berlatang belakang ketegangan antara gerilyawan republik dan Belanda, terutama pasukan NICA. Ketegangan ini malah menimbulkan masalah yang lebih berat lagi yaitu kecurigaan antar sesama pejuang kemerdekaan akan adanya mata-mata di sekitar mereka. Ada pejuang yang cerdas tapi tak sedikit juga yang hanya mengandalkan otot dan akhirnya berkhianat.

Adalah Laura (Farida Sjuman) yang menjadi tokoh sentral dari film ini. Antipati karena sakit hati dengan perlakuan gerilyawan republik yang mengakibatkan ibunya meninggal, Laura akhirnya memihak pada Belanda.

Laura kemudian diseludupkan sebagai mata-mata ke sebuah laskar rakyat yang cukup merepotkan Belanda, yaitu Kapten Wira (Kusno Sudjarwadi) di Sektor Selatan, terletak di suatu daerah pedalaman terpencil.

Sebagai mata-mata, Laura menyamar menjadi Fatimah dan mengaku sebagai kakak dari salah satu anggota laskar yang ditawan Belanda. Kecantikannya berhasil membuatnya diperebutkan beberapa anggota laskar, terutama mengadu domba antara Kapten Wira (Kusno Sudjarwadi ) dan Kobar (Lahardo). Dari awal film memang sudah ditampilkan perbedaan sikap antara Wira dan Kobar, Wira yang kalem dan tidak sembrono sedang Kobar terkenal kasar, senang bermain perempuan, dan berjudi.

Konflik  dan akhirnya memuncak dengan pengepungan Kobar pada markas Wira. Melihat kesempatan emas ini, Laura lewat penghubungnya memberi aba-aba agar pesawat Belanda menyerbu dan juga membebaskan ahli perang urat syaraf yang ditawan Kapten Wira.
 

2. R.A. Kartini 


Film R.A. Kartini yang diproduksi pada 1982 ini berdasarkan isi dari buku Biografi Kartini yang ditulis oleh (alm.) Sitisoemandari Soeroto.

Film drama perjuangan Indonesia ini disutradarai oleh sutradara kawakan Sjuman Djaja dan dibintangi beberapa artis kawakan antara lain oleh Yenny Rachman, Bambang Hermanto, Wisnu Wardhana, Nani Widjaya, dan Adi Kurdi. Pria yang lahir di Jakarta pada 1935 ini, memang dikenal sangat produktif melahirkan karya-karya film terbaiknya hingga akhir hayatnya. Film ini merupakan salah satu karya terbaiknya.

Mengisahkah tentang perjuangan seorang wanita Indonesia, R.A. Kartini dalam memperjuangkan hak kaum wanita Indonesia yang pada saat itu masih belum disetarakan dengan hak-hak kaum pria dalam hal mendapatkan pendidikan dan sebagainya.

Kartini merupakan anak dari R.M. Aryo Sosroningrat, yang merupakan wedana di Jepara sedang ibunya Mas Ayu Ngasirah adalah selir. Beruntung, Kartini mendapat pendidikan seperti adik-adik dan kakak-kakaknya lain ibu.

Namun, lama kelamaan Kartini mulai melihat kenyataan lain di dalam maupun luar rumahnya, seperti contoh ibunya tidak boleh makan bersama dengan ayahnya dan kesewenang-wenangan kaum pria.

Kartini lalu memiliki mimpi untuk mengkaryakan perempuan di lingkunganya. Hal ini dimulai dari mengajarkan membatik hingga akhirnya dia dan adiknya Kardinah mendirikan sekolah di Kabupaten Jepara. Drama-drama kemudian bermunculan mulai dari tanggapan positif dan sambutan negatif dari kaum ningrat maupun rakyat jelata.

Pada Festival Film Indonesia (FFI) 1983, film ini meraih tiga piala citra, di antaranya diperoleh Nani Widjaja (Mas Ayu Ngasirah) untuk pemeran pembantu terbaik, Soetomo GS untuk penata kamera terbaik, dan Sudharnoto untuk penata musik terbaik.


3. Tjoet Nja' Dhien 



Bila berbicara tentang tokoh pahlawan Indonesia perempuan yang paling pemberani dan gigih, nama Cut Nyak Dien tidak boleh terlewat.

Tjoet Nja' Dhien adalah film drama dan biografi sejarah Indonesia tahun 1988 dengan latar belakang masa perang Aceh dimana gerilyawan pejuang kemerdekaan melawan penjajahan Belanda.

Disutradarai oleh Eros Djarot,  kabarnya syutingnya memakan waktu sekitar 2,5 tahun dengan menghabiskan biaya sekitar 1,5 milyar rupiah. Padahal saat itu, pembuatan film kolosal  biasanya mencapai Rp500 juta. Data dari Perfin menunjukkan Tjoet Nja’ Dhien jadi film terlaris di Jakarta pada 1988 dengan 214.458 penonton.

Berdurasi 150 menit, Tjoet Nja' Dhien (diperankan oleh Christine Hakim) menceritakan tentang perjuangan gigih seorang perempuan asal Aceh dan teman-teman seperjuangannya sepeninggal suaminya Teuku Umar (Slamet Raharjo). Para gerilyawan ini melawan tentara Kerajaan Belanda yang menduduki Aceh di kala masa penjajahan Belanda pada zaman Hindia Belanda.

Perlu diketahui, perang antara rakyat Aceh dan tentara Kerajaan Belanda ini menjadi perang terpanjang dalam sejarah kolonial Hindia Belanda. Mengisahkan dilema yang dialami seorang Cut Nyak Dien sebagai seorang pemimpin yang keras pendirian untuk terus berperang hingga merdeka.

Namun, nyatanya tidak semua panglimanya yang menyetujui hal itu, Cut Nyak Dien akhirnya dikhianati oleh salah satu orang kepercayaannya, Pang Laot yang memiliki motif karena kasihan pada kondisi kesehatan dan penderitaan berkepanjangan yang dialami pejuang Aceh atas perang ini.

Nah, untuk kamu yang ingin menonton film ini beruntung Tjoet Nja' Dhien sudah melalui restorasi oleh lembaga arsip perfilman Belanda yang menjaga kualitas audio dan visual film ini tetap terpelihara.

Film Tjoet Nja' Dhien meraih 8 Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) pada 1988. Selain Film Terbaik, Piala Citra yang dimenangkan juga untuk kategori Sutradara Terbaik (Erros Djarot), Pemeran Wanita Terbaik (Christine Hakim), Skenario Terbaik (Erros Djarot), Cerita Asli Terbaik ( Erros Djarot), Tata Sinematografi Terbaik (George Kamarullah), Tata Artistik Terbaik (Benny Benhardi), dan Tata Musik Terbaik (Idris Sardi). Kerennya lagi, Tjoet Nja' Dhien menjadi film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes 1989.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Girl Group Laboum Akan Bubar Pasca Akuisisi, Begini Tanggapan Agensi

BERIKUTNYA

Begini Penjelasan Dokter Tentang Menyusui Anak Berusia Lebih dari 2 Tahun

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: