Aktris Senior Jajang C. Noer akan Tampil di Under the Volcano, Perankan Tokoh Ibu
11 August 2022 |
14:04 WIB
Luke Andaresta
Jurnalis Hypeabis.id
Satu pertunjukan teater yang tak boleh kalian lewatkan adalah Under the Volcano yang akan digelar di Ciputra Artpreneur, Jakarta, pada 27 Agustus 2022. Pertunjukan ini akan dipentaskan oleh para seniman teater dari Komunitas Hitam Putih, komunitas seni yang berasal dari Kota Padang Panjang, Sumatera Barat.
Berbeda dengan pementasan Under the Volcano yang telah dihelat di Beijing, Singapura, dan di Kompleks Candi Borobudur, Yogyakarta, pertunjukan di Jakarta kali ini akan menghadirkan aktris kenamaan Tanah Air, Jajang C. Noer, sebagai salah satu pemain.
"Beliau [Jajang C. Noer] kebetulan orang Minangkabau, punya karakter yang baik dan kuat. Karena di pertunjukan ini hanya ada dua penari wanita, dan nanti Jajang akan masuk," kata Direktur Bumi Purnati Indonesia sekaligus Direktur Artistik Under the Volcano, Restu Imansari Kusumaningrum, saat diwawancarai Hypeabis.id di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Terinspirasi dari karya sastra klasik Syair Lampung Karam (1883) karya Muhammad Saleh, Under the Volcano adalah suatu pementasan yang merekam reaksi manusia terhadap bencana alam, sebagai bagian dari kehidupan kita dengan alam. Kepanikan, kehancuran, dan setelah itu selalu diikuti dengan mawas diri dan kewaspadaan.
Restu menjelaskan dalam pementasan Under the Volcano, Jajang akan berperan sebagai karakter perempuan yang tinggal di suatu kampung di bawah kaki gunung merapi. Dalam cerita, Jajang dikisahkan menjadi seorang ibu yang sehari-hari melakukan aktivitasnya di suatu wilayah yang rawan akan bencana.
"Jadi karakternya sebagai wanita, sebagai ibu. Wanita atau ibu kan mother of earth, sebagai kekuatan sebagai sumber dari kehidupan. Dan itu [akan] dilakonkan oleh Jajang," imbuhnya.
Sebagai seorang aktris senior, nama Jajang C. Noer tentu sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Sederet judul film layar lebar, film pendek, serial web dan sinetron telah dia bintangi sejak 1970-an, dan masih terus eksis di industri perfilman Tanah Air hingga kini.
Lidia Djunita Pamoentjak atau yang lebih dikenal Jajang C. Noer merupakan seorang aktris sekaligus sutradara film asal Indonesia berdarah Minangkabau kelahiran 28 Juni 1952. Dia adalah putri tunggal dari tokoh nasional pergerakan kemerdekaan Indonesia, Nazir Datuk Pamoentjak.
Sejak berusia lima tahun, Jajang sudah berkenalan dengan dunia kesenian. Di Manila, sewaktu ayahnya menjadi duta besar untuk Filipina, Jajang kerap menari tari payung, tari piring, dan sesekali tampil mewakili Indonesia. Semasa SMA, dia juga suka menonton teater, mempelajari gamelan, dan tergabung ke dalam grup pemain drum.
Pada 1972, dia bergabung dengan kelompok Teater Kecil pimpinan suaminya, Arifin C. Noer, sutradara teater dan film kenamaan Indonesia. Kala itu, Jajang ditugaskan untuk membuat naskah film Suci Sang Primadona (1977), oleh Arifin. Selain itu, dia juga menggarap naskah film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI (1984).
Ketika meninggal, Arifin meninggalkan warisan berupa naskah sinetron Bukan Perempuan Biasa yang baru diproduksi tujuh episode. Setelah mendapat rekomendasi dari penulis naskah Ahmad Yusuf, Jajang pun melanjutkan karya sang suami. Pada Festival Sinetron Indonesia tahun 1997, sinetron tersebut meraih Piala Vidia sebagai drama seri terbaik.
Sederet judul film yang pernah dibintangi Jajang diantaranya Terminal Cinta (1977), Serangan Fajar (1981), Djakarta 1966 (1982), Bibir Mer (1991), Badut-Badut Kota (1993), Arisan! (2003), Janji Joni (2005), Laskar Pelangi (2008), Cinta Tapi Beda (2012), Surat dari Praha (2015), dan Jakarta vs Everybody (2020).
Dia pun telah menyabet sederet penghargaan bergengsi di berbagai festival film di dalam maupun luar negeri seperti Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 1992 berkat film Bibir Mer; Best Actress di Deauville Asian Film Festival 2003 lewat film Eliana, Eliana; Aktris Utama Terpilih Piala Maya 2012 berkat film Mata Tertutup; dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik FFI 2013 berkat film Cinta Tapi Beda.
Selain itu, berkat dedikasinya kepada dunia seni peran, Jajang juga telah dua kali mendapatkan penghargaan tertinggi di ajang festival film yakni Lifetime Achivement Award atau Penghargaan Seumur Hidup dari Indonesian Movie Actors Awards 2019 dan FFI 2021.
Sementara itu, perdana di Indonesia, pementasan Under the Volcano akan ditampilkan secara penuh pada 27 Agustus 2022 di Ciputra Artpreneur, Jakarta. Pertunjukan ini akan menampilkan para seniman teater dari Komunitas Seni Hitam Putih, sebuah komunitas seni yang berasal dari Kota Padang Panjang, Sumatra Barat. Adapun, Under the Volcano disutradarai oleh Yusril Katil.
Berdurasi 60 menit atau 1 jam, pementasan ini dibagi menjadi enam bagian dan dilakonkan dengan dialek Minangkabau juga disertai terjemahan bahasa Indonesia dan Inggris, yang diperkuat dengan elemen tarian, musik, dan efek visual yang menakjubkan. Musik dan tarian didasarkan pada bentuk-bentuk tradisional Melayu yang digubah untuk mencerminkan berlalunya waktu, berdampingan dengan musik dan tarian kontemporer.
Tiket pertunjukan pun sudah bisa dibeli melalui laman resmi Ciputra Artpreneur. Ada lima kategori tiket yang bisa dibeli yakni Bronze seharga Rp 250.000, Silver Rp 500.000, Gold Rp 750.000, Diamond Rp1 Juta, dan VIP Rp 1,35 juta.
Under the Volcano dipentaskan pertama kali dalam acara Olimpiade Teater ke-6 di Dayin Theatre Beijing, China, pada 2014 silam, dan kembali mendulang kesuksesan pada pementasan di TheatreWorks Singapura pada 2016.
Karya ini sebelumnya juga sudah pernah naik pentas, meskipun tidak secara penuh, di perhelatan budaya Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) di Panggung Akshobya Candi Borobudur pada 2018.
Editor: Indyah Sutriningrum
Berbeda dengan pementasan Under the Volcano yang telah dihelat di Beijing, Singapura, dan di Kompleks Candi Borobudur, Yogyakarta, pertunjukan di Jakarta kali ini akan menghadirkan aktris kenamaan Tanah Air, Jajang C. Noer, sebagai salah satu pemain.
"Beliau [Jajang C. Noer] kebetulan orang Minangkabau, punya karakter yang baik dan kuat. Karena di pertunjukan ini hanya ada dua penari wanita, dan nanti Jajang akan masuk," kata Direktur Bumi Purnati Indonesia sekaligus Direktur Artistik Under the Volcano, Restu Imansari Kusumaningrum, saat diwawancarai Hypeabis.id di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Terinspirasi dari karya sastra klasik Syair Lampung Karam (1883) karya Muhammad Saleh, Under the Volcano adalah suatu pementasan yang merekam reaksi manusia terhadap bencana alam, sebagai bagian dari kehidupan kita dengan alam. Kepanikan, kehancuran, dan setelah itu selalu diikuti dengan mawas diri dan kewaspadaan.
Restu menjelaskan dalam pementasan Under the Volcano, Jajang akan berperan sebagai karakter perempuan yang tinggal di suatu kampung di bawah kaki gunung merapi. Dalam cerita, Jajang dikisahkan menjadi seorang ibu yang sehari-hari melakukan aktivitasnya di suatu wilayah yang rawan akan bencana.
"Jadi karakternya sebagai wanita, sebagai ibu. Wanita atau ibu kan mother of earth, sebagai kekuatan sebagai sumber dari kehidupan. Dan itu [akan] dilakonkan oleh Jajang," imbuhnya.
Sebagai seorang aktris senior, nama Jajang C. Noer tentu sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Sederet judul film layar lebar, film pendek, serial web dan sinetron telah dia bintangi sejak 1970-an, dan masih terus eksis di industri perfilman Tanah Air hingga kini.
Jajang C. Noer (Sumber gambar: TheMovieDB.org)
Sejak berusia lima tahun, Jajang sudah berkenalan dengan dunia kesenian. Di Manila, sewaktu ayahnya menjadi duta besar untuk Filipina, Jajang kerap menari tari payung, tari piring, dan sesekali tampil mewakili Indonesia. Semasa SMA, dia juga suka menonton teater, mempelajari gamelan, dan tergabung ke dalam grup pemain drum.
Pada 1972, dia bergabung dengan kelompok Teater Kecil pimpinan suaminya, Arifin C. Noer, sutradara teater dan film kenamaan Indonesia. Kala itu, Jajang ditugaskan untuk membuat naskah film Suci Sang Primadona (1977), oleh Arifin. Selain itu, dia juga menggarap naskah film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI (1984).
Ketika meninggal, Arifin meninggalkan warisan berupa naskah sinetron Bukan Perempuan Biasa yang baru diproduksi tujuh episode. Setelah mendapat rekomendasi dari penulis naskah Ahmad Yusuf, Jajang pun melanjutkan karya sang suami. Pada Festival Sinetron Indonesia tahun 1997, sinetron tersebut meraih Piala Vidia sebagai drama seri terbaik.
Sederet judul film yang pernah dibintangi Jajang diantaranya Terminal Cinta (1977), Serangan Fajar (1981), Djakarta 1966 (1982), Bibir Mer (1991), Badut-Badut Kota (1993), Arisan! (2003), Janji Joni (2005), Laskar Pelangi (2008), Cinta Tapi Beda (2012), Surat dari Praha (2015), dan Jakarta vs Everybody (2020).
Dia pun telah menyabet sederet penghargaan bergengsi di berbagai festival film di dalam maupun luar negeri seperti Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 1992 berkat film Bibir Mer; Best Actress di Deauville Asian Film Festival 2003 lewat film Eliana, Eliana; Aktris Utama Terpilih Piala Maya 2012 berkat film Mata Tertutup; dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik FFI 2013 berkat film Cinta Tapi Beda.
Selain itu, berkat dedikasinya kepada dunia seni peran, Jajang juga telah dua kali mendapatkan penghargaan tertinggi di ajang festival film yakni Lifetime Achivement Award atau Penghargaan Seumur Hidup dari Indonesian Movie Actors Awards 2019 dan FFI 2021.
Sementara itu, perdana di Indonesia, pementasan Under the Volcano akan ditampilkan secara penuh pada 27 Agustus 2022 di Ciputra Artpreneur, Jakarta. Pertunjukan ini akan menampilkan para seniman teater dari Komunitas Seni Hitam Putih, sebuah komunitas seni yang berasal dari Kota Padang Panjang, Sumatra Barat. Adapun, Under the Volcano disutradarai oleh Yusril Katil.
Berdurasi 60 menit atau 1 jam, pementasan ini dibagi menjadi enam bagian dan dilakonkan dengan dialek Minangkabau juga disertai terjemahan bahasa Indonesia dan Inggris, yang diperkuat dengan elemen tarian, musik, dan efek visual yang menakjubkan. Musik dan tarian didasarkan pada bentuk-bentuk tradisional Melayu yang digubah untuk mencerminkan berlalunya waktu, berdampingan dengan musik dan tarian kontemporer.
Tiket pertunjukan pun sudah bisa dibeli melalui laman resmi Ciputra Artpreneur. Ada lima kategori tiket yang bisa dibeli yakni Bronze seharga Rp 250.000, Silver Rp 500.000, Gold Rp 750.000, Diamond Rp1 Juta, dan VIP Rp 1,35 juta.
Under the Volcano dipentaskan pertama kali dalam acara Olimpiade Teater ke-6 di Dayin Theatre Beijing, China, pada 2014 silam, dan kembali mendulang kesuksesan pada pementasan di TheatreWorks Singapura pada 2016.
Karya ini sebelumnya juga sudah pernah naik pentas, meskipun tidak secara penuh, di perhelatan budaya Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) di Panggung Akshobya Candi Borobudur pada 2018.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.