Desain rumah adat MInahasa. (sumber gambar: JIBI)

Yuk Intip Keunikan Rumah Adat Minahasa

29 July 2022   |   17:00 WIB

Like
Penggalan ungkapan Paul Hereford Oliver berikut ini—sejarawan dan arsitek berkebangsaan Inggris yang melejit lewat karyanya Encyclopedia of Vernacular Architecture of The World pada 1997—kiranya tepat untuk menjelaskan transformasi rumah tradisional Minahasa, Sulawesi Utara saat ini.

“Arsitektur vernakular dibangun oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam pandangan hidup masing-masing masyarakat. Kebutuhan khusus dari nilai-nilai yang bersifat lokal ini menimbulkan keragaman bentuk antar daerah. Kekhasan dari masingmasing daerah tergantung dari respons dan pemanfaatan lingkungan lokalnya yang mencerminkan hubungan erat manusia dan lingkungannya.”

Kendati, masih ada sebagian  masyarakat yang mempertahankan desain konstruksi rumah tersebut, tak sedikit juga yang sudah mulai mengubah konstruksi dengan mencapurkan gaya modern.

Baca juga: Foto Pembuatan Rumah Adat Tongkonan Toraja

Sebuah riset kualitatif karya Debbie Harimu dan Shirly Wunas menunjukkan perubahan terbesar adalah sesudah 1900 pada pola ruang dan fungsi ruang serta perubahan material dan konstruksi. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap perubahan wujud fisik rumah tradisional pada kedua desa di Kota Tomohon dan Kota Tondano.

Hasil riset yang dilakukan pada 2003 tersebut juga menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan wujud fisik adalah faktor dari luar dan faktor dari dalam masyarakat Minahasa sendiri.

Rumah tradisional Minahasa berbentuk rumah panggung atau rumah kolong yang menggunakan bahan material kayu yang diperoleh dari hutan yakni kayu besi, linggua, jenis kayu cempaka utan atau pohon wasian (michelia celebia), jenis kayu  nantu (palagium obtusifolium) dan kayu maumbi (artocarpus dayphyla mig).

Kayu besi digunakan untuk tiang, kayu cempaka untuk dinding dan lantai rumah, dan rangka atap menggunakan kayu nantu. Khusus untuk atap, awalnya, material yang digunakan adalah kayu dengan penutup atap daun rumbia. Hanya saja, saat ini kebanyakan sudah berubah menggunakan atap seng lantaran material atap rumbia sulit diperoleh, apalagi usia pakainya hanya 1-3 tahun.

Arsitek senior Han Awal menjelaskan di Tonsealama, Kabupaten Minahasa, perubahan itu berlangsung sejak 1920, sedangkan di Rurukan Kota Tomohon perubahan itu dimulai sejak 1932. Perubahan lain yang tampak adalah penggunaan beton ton sebagai pengganti batu alas.

Bahkan, tiang kolong kayu juga sudah diganti menggunakan kolom beton. Perubahan ini disebabkan umur bangunan yang awet sehingga kayu menjadi lapuk.  Tak jarang beberapa rumah mulai mencampurkan peran penggunaan beton dan kayu dalam rumah mereka dengan tetap memperlihatkan kesan kokoh dari rumah panggung Minahasa.

Kolong rumah yang biasanya terbuka, ditutup menggunakan batu bata dan pemanfaatan beton untuk kolom dan sloof. Alhasil, tampaklah perpaduan lantai dasar menggunakan material beton sedangkan lantai atas menggunakan material kayu.

 

Rumah adat Minahasa. (jibi)

Rumah adat Minahasa. (jibi)


ERA KNOCK-DOWN
Pada era 1942, Paulus Tiow mulai mempopulerkan rumah panggung Minahasa yang menggunakan sistem bongkar pasang (knock-down). Rumah knock-down itu, kini lebih dikenal dengan rumah Woloan. Woloan adalah nama sebuah kekurahan di Tomohon.

Bahkan, di Kelurahan Woloan, Kota Tomohon kini sudah dikenal sebagai kawasan industri rumah panggung di Sulawesi Utara yang sudah mendunia. 

Han Awal menilai rumah Woloan semakin diminati masyarakat karena selain desainnya unik juga terbukti cukup tahan gempa bumi. Hal ini, karena semua balok kayu yang dijadikan sebagai rangka utama me makai kayu besi. Setiap balok dipasang dengan posisi saling mengait.

Penggunaan beberapa balok kayu yang berbeda menyebabkan saat diguncang gempa, dinding dan lantai tidak mudah pecah. Tidak hanya soal kekuatannya yang tahan gempa, ketertarikan khalayak terhadap rumah Woloan juga dilatarbelakangi adanya filosofi yang dianut masyarakat Minahasa, terkait rumah adat ini.

Jika diperhatikan, rumah Woloan memiliki dua tangga di serambi depan. Tangga ini berada di kiri dan kanan bagian rumah. Ternyata, tangga ini berfungsi saat terjadi pinangan secara adat. Saat rombongan dari keluarga pria datang hendak meminang sang gadis yang tinggal di rumah itu, mereka harus masuk rumah dengan menaiki tangga di sebelah kiri. 

Nah, jika keluarga pria berpamitan pulang dengan menuruni tangga yang berada di sisi kanan, hal itu dapat diartikan bahwa pinangan mereka diterima oleh orangtua sang gadis. Sebaliknya, jika rombongan keluarga pria turun melewati tangga yang sama pada saat kedatangan, yakni di sebelah kiri, itu berarti pinangan mereka ditolak.

Baca juga: Film The Flame Angkat Kisah Perjuangan Melindungi Hutan Adat di Kalimantan

Menurut Han Awal, pada dasarnya arsitektur vernakular tidak terlepas dari pengaruh bangsa Austronesia yang mempersepsikan rumah bukan sekadar rumah tinggal, tetapi sebuah bangunan sebagai perwujudan keramat para leluhur, sekaligus jati diri dan status sosial.

Itulah mengapa meskipun ada banyak desain arsitektur modern, peminat rumah adat Minahasa tetap tak berkurang atau setidaknya mengawinkannya dengan desain arsitektur modern. Sebab, bagi kebanyakan pemiliknya, rumah adat Minahasa ini selalu menghadirkan kerinduan untuk kembali pulang dan berkumpul bersama keluarga.(Lukas Hendra/Diena Lestari)

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Desainer Ini Beri Masukan Jika Citayam Fashion Week Ingin Jadi Ajang Fesyen Profesional

BERIKUTNYA

Begini Cara Melatih Kreativitas dan Imajinasi pada Anak

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: