Otoritas Jasa Keuangan Masih Kaji Prospek & Kelayakan Kekayaan Intelektual Jadi Jaminan Kredit
25 July 2022 |
18:41 WIB
Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan prospek dan kelayakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi jaminan kredit ke bank masih dalam kajian, khususnya terkait valuasi, ketersediaan pasar sekunder, appraisal untuk likuidasi HKI, dan infrastruktur hukum eksekusi HKI.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa saat ini ekosistem hak kekayaan intelektual di pasar sekunder masih belum cukup kuat dan mekanisme penentuan valuasi sebuah hak kekayaan intelektual masih terbatas.
“Sedangkan bank harus mengetahui berapa nilai dari barang jaminan kredit. Sehingga dibutuhkan peran pemerintah dan pihak terkait untuk meng-address isu tersebut,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (25/7/2022).
Baca juga: Kekayaan Intelektual Bisa Jadi Jaminan Utang, Begini Respons Perbankan & Otoritas Jasa Keuangan
Dia menuturkan bahwa kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan sepenuhnya merupakan kewenangan bank berdasarkan hasil penilaian terhadap calon debitur.
Adapun, agunan atau jaminan dalam penyediaan dana baik berupa kredit atau pembiayaan, lanjutnya, bersifat opsional tergantung dari risk appetite bank terhadap skema dan jenis kredit serta kapasitas calon debiturnya.
Dia menuturkan setiap bank pasti memiliki kriteria pemberian kredit dalam proses pengajuan dan persetujuan kredit. Salah satu yang biasanya ada dalam risk acceptance criteria bank, lanjutnya, adalah prospek usaha dan kapasitas membayar calon debitur.
Tidak hanya itu, paparnya, bank juga memiliki credit scoring yang dapat digunakan untuk menganalisa kemampuan bayar calon debitur. “Selama calon debitur memenuhi kriteria yang ditetapkan bank dan dalam rentang risk appetite bank tersebut maka kredit dapat dipertimbangkan untuk disetujui,” katanya.
“Saya percaya bahwa industri ekonomi kreatif adalah aset yang mesti didukung, di mana ide-ide kreatif memiliki nilai investasi yang menjanjikan bagi kemajuan perekonomian suatu bangsa,” katanya.
Dia menuturkan masih terdapat sejumlah perupa yang tidak mendaftarkan karya yang dimiliki, dan tidak memiliki hak kekayaan intelektual. Kondisi terebut, lanjutnya, kemungkinan terjadi karena kendala yang dihadapi oleh para perupa adalah masalah pembiayaan.
Untuk kalian ketahui, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24/2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 24/2009 tentang Ekomomi Kreatif.
Beleid tersebut menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank menggunakan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang.
Adapun objek jaminan utang tersebut, masih dalam beleid, dilaksanakan dalam bentuk jaminan fidusia atas kekayaan intelektual; kontrak dalam kegiatan ekonomi kreatif; dan/ atau hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif.
Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang, lanjut beleid, berupa kekayaan intelektual yang telah tercatat atau terdaftar di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Kemudian, kekayaan intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang adalah kekayaan intelektual yang sudah dikelola, baik secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain.
Dalam persyaratan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual paling sedikit terdiri atas proposal pembiayaan, memiliki usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif, dan memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
Baca juga: Ketua Badan Perfilman Indonesia Ingatkan Pinjaman Berbasis Kekayaan Intelektual Sebaiknya Jangan Buat Hal Konsumtif
Lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan nonbank dalam memberikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual melakukan verifikasi terhadap usaha ekonomi kreatif, verifikasi surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa saat ini ekosistem hak kekayaan intelektual di pasar sekunder masih belum cukup kuat dan mekanisme penentuan valuasi sebuah hak kekayaan intelektual masih terbatas.
“Sedangkan bank harus mengetahui berapa nilai dari barang jaminan kredit. Sehingga dibutuhkan peran pemerintah dan pihak terkait untuk meng-address isu tersebut,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (25/7/2022).
Baca juga: Kekayaan Intelektual Bisa Jadi Jaminan Utang, Begini Respons Perbankan & Otoritas Jasa Keuangan
Dia menuturkan bahwa kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan sepenuhnya merupakan kewenangan bank berdasarkan hasil penilaian terhadap calon debitur.
Adapun, agunan atau jaminan dalam penyediaan dana baik berupa kredit atau pembiayaan, lanjutnya, bersifat opsional tergantung dari risk appetite bank terhadap skema dan jenis kredit serta kapasitas calon debiturnya.
Dia menuturkan setiap bank pasti memiliki kriteria pemberian kredit dalam proses pengajuan dan persetujuan kredit. Salah satu yang biasanya ada dalam risk acceptance criteria bank, lanjutnya, adalah prospek usaha dan kapasitas membayar calon debitur.
Tidak hanya itu, paparnya, bank juga memiliki credit scoring yang dapat digunakan untuk menganalisa kemampuan bayar calon debitur. “Selama calon debitur memenuhi kriteria yang ditetapkan bank dan dalam rentang risk appetite bank tersebut maka kredit dapat dipertimbangkan untuk disetujui,” katanya.
Seniman sambut baik
Sementara itu, Seniman Heri Dono menuturkan bahwa merasa senang mendengar pemerintah mengeluarkan aturan yang menyebutkan bahwa kekayaan intelektual bisa menjadi jaminan untuk pinjaman bagi para pelaku ekonomi kreatif.“Saya percaya bahwa industri ekonomi kreatif adalah aset yang mesti didukung, di mana ide-ide kreatif memiliki nilai investasi yang menjanjikan bagi kemajuan perekonomian suatu bangsa,” katanya.
Dia menuturkan masih terdapat sejumlah perupa yang tidak mendaftarkan karya yang dimiliki, dan tidak memiliki hak kekayaan intelektual. Kondisi terebut, lanjutnya, kemungkinan terjadi karena kendala yang dihadapi oleh para perupa adalah masalah pembiayaan.
Untuk kalian ketahui, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24/2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 24/2009 tentang Ekomomi Kreatif.
Beleid tersebut menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank menggunakan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang.
Adapun objek jaminan utang tersebut, masih dalam beleid, dilaksanakan dalam bentuk jaminan fidusia atas kekayaan intelektual; kontrak dalam kegiatan ekonomi kreatif; dan/ atau hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif.
Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang, lanjut beleid, berupa kekayaan intelektual yang telah tercatat atau terdaftar di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Kemudian, kekayaan intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang adalah kekayaan intelektual yang sudah dikelola, baik secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain.
Dalam persyaratan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual paling sedikit terdiri atas proposal pembiayaan, memiliki usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif, dan memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
Baca juga: Ketua Badan Perfilman Indonesia Ingatkan Pinjaman Berbasis Kekayaan Intelektual Sebaiknya Jangan Buat Hal Konsumtif
Lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan nonbank dalam memberikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual melakukan verifikasi terhadap usaha ekonomi kreatif, verifikasi surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.