Ilustrasi anak bersedih (Sumber gambar - Unsplash - Lucas Metz)

Memahami Kecemasan Anak Cacat Wajah

24 July 2022   |   19:48 WIB

Tidak semua anak terlahir dengan fisik dan mental yang sempurna. Sejumlah anak ada yang terlahir dengan kekurangan fisik, mental, atau keduanya. Namun, setiap anak adalah istimewa. Adapun, kekurangan fisik, terutama pada wajah sering kali membuat anak-anak merasa kurang percaya diri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 

Mengutip Bisnis Indonesia Weekend edisi 15 Oktober 2017, Pusat Pelatihan Celah Bibir dan Langit-Langit mencatat jumlah penderita cacat wajah khusus pada kelainan bibir sumbing di Indonesia mencapai 7.500 orang per tahun. Hal tersebut menunjukkan kasus bibir sumbing merupakan masalah di kalangan masyarakat Indonesia. 

Data pada 2014 menunjukkan bahwa 8 dari 1.000 angka kelahiran di Indonesia mengalami kelainan bibir sumbing. Data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa angka bibir sumbing terus naik dari tahun ke tahun, sehingga membutuhkan perhatian lebih dari berbagai kalangan, termasuk keluarga. 

Baca juga: Gadget Ancam Tumbuh Kembang? Ini Kata Dokter Spesialis Anak

Sebuah studi dalam bidang plastic and reconstructive surgery mengungkapkan bahwa kecemasan dan depresi paling besar dialami oleh anak dengan cacat lahir di wajah pada usia anak-anak hingga remaja. 

Penemuan tersebut menjelaskan bahwa anak-anak sekolah dasar dengan bibir sumbing, langit-langit sumbing dan anomali wajah lainnya akan mengalami kemarahan, kegelisahan, dan depresi yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berusia lebih tua. Risiko tertinggi terkena depresi paling tinggi menurut studi tersebut berada pada usia 8–10 tahun. 

Ahli kesehatan sekaligus direktur layanan bibir sumbing dari Pusat Kesehatan Universitas Chicago, Amerika Serikat, Russel Reid mengungkapkan, beberapa ahli bedah biasanya menunggu untuk melakukan operasi pada penderita bibir sumbing. Hanya, menurutnya, akan lebih baik jika memperhatikan kekhawatiran penampilan pada rentang usia 8–10 tahun. 

"Kami berasumsi bahwa remaja lebih sadar akan lingkungan dan persepsi diri mereka, tetapi kami harus peka terhadap isu-isu yang mempengaruhi pasien usia sekolah dasar dan kehidupan sehari-hari mereka," kata Reid. 

Selama ini, operasi kraniofasial (tulang wajah) yang dilakukan Reid sering kali lebih fokus untuk kesehatan pasien dibandingkan dengan melakukan perubahan fisik. Oleh karena itu, operasi yang dilakukan tak hanya memperbaiki struktur wajah, tetapi merawat seluruh anak yang menderita kelainan pada wajah. 

Seorang ahli kesehatan dari Universitas California, Justine Lee mengungkapkan anak-anak yang terlahir dengan cacat wajah akan mengalami stres yang lebih besar pada usia sekolah menengah. Hal itu juga dibenarkan oleh orang tua yang memiliki anak dengan cacat wajah. 

“Orang tua percaya bahwa SMA adalah waktu yang lebih rapuh dibandingkan dengan sekolah dasar,” tuturnya. 
 

Pengawasan dari orang tua

Selain sentuhan medis, menurut Lee, penting bagi orang tua untuk melakukan pengawasan terhadap anak-anak istimewa ini, terutama interaksi sosialnya di masyarakat. Apalagi, anak-anak akan melewati banyak hal selama pertumbuhannya menuju dewasa. 

Orang tua tentunya harus bisa menanamkan kepada anak-anaknya agar selalu berbahagia dan bangga dengan perbedaan yang ada pada diri mereka. Orang tua mana pun dapat memberikan dukungan penuh kepada anak-anak mereka, baik yang memiliki kekurangan maupun tidak. “Penting bagi setiap orang untuk bahagia dan bangga akan perbedaan mereka, tidak peduli apa pun itu,” ujarnya. 

Namun, orang tua juga harus berhati-hati dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya, jangan sampai menyakiti hati mereka. Bagaimana pun, setiap anak adalah istimewa. 

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Paula Verhoeven & Baim Wong Gercep Daftarkan Merek Citayam Fashion Week ke Kemenkumham

BERIKUTNYA

Sarinah Kini Menjadi Panggung Unjuk Gigi Produk Dalam Negeri

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: