Apa itu Psikososial? Jangan Remehkan Kondisi Ini
06 July 2022 |
17:39 WIB
Tinggal di negeri yang bencana seperti Indonesia, mendorong setiap orang terus melakukan berbagai upaya preventif. Pasalnya, terjadinya bencana bukan hanya berdampak terhadap fisik dan ekonomi, tetapi juga berpengaruh terhadap kesehatan jiwa.
Dalam banyak kasus, bencana juga menyebabkan stres akut yang berisiko memicu persoalan lain seperti depresi, gangguan kecemasan, atau gangguan mood. Kondisi, di mana kesehatan mental dan perilaku seseorang yang memiliki kaitan dengan aspek sosial ini, dikenal dengan istilah psikososial.
Baca juga: Pertolongan Pertama bagi Penderita Gangguan Jiwa
Pada dasarnya bencana psikososial tergantung pada bagaimana persepsi seseorang terhadap bencana tersebut. Faktor internal seperti kepribadian, daya tahan psikologis, serta pengalaman dan kemampuan atau seseorang mengatasi stres juga menentukan dampak bencana tersebut.
Selain itu, ada juga bencana psikosial yang mengancam nyawa seperti bencana alam atau yang mengancam integritas seperti pemerkosaan. Bencana sosial jenis ini tergolong sangat berat sehingga harus ditangani secara serius.
Nurmiati menjelaskan, proses bencana psikosisial sebenarnya bisa diuraikan secara medis. Hal ini terkait dengan kinerja salah satu bagian otak manusia yaitu amigdala yang menjadi pusat rasa takut. Ketika terjadi bencana psikososial, amigdala teraktivasi dan kemudian mengirim sinyal ke berbagai bagian otak lainnya.
Amigdala inilah yang akan mengirimkan sinyal ke otak sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan penyempitan pembuluh darah perifer.
Akibatnya, wajah seseorang terlihat pucat. Amigdala juga bisa mempengaruhi pernapasan yang membuat korban trauma bernapas dengan cepat dan pendek. Peristiwa rasa takut juga bisa disimpan oleh bagian otak yang disebut hipokampu dan muncul kembali dalam bentuk mimpi buruk.
Rasa takut inilah yang akan menghilangkan emosi positif seperti rasa gembira, bahagia, atau kepuasan. Sebaliknya, emosi negatif seperti sedih, marah, cemas, benci, rasa malu, dan rasa bersalah justru mengalami peningkatan.
Baca juga: Pertolongan Pertama bagi Penderita Gangguan Jiwa
Untuk menangani gangguan stres pascatrauma, para ahli biasanya akan mengevaluasi beberapa faktor seperti riwayat kekerasan pada masa anak, riwayat gangguan jiwa, faktor keturunan, IQ rendah atau defisit kognitif, hingga kurangnya dukungan sosial.
Editor: Dika Irawan
Dalam banyak kasus, bencana juga menyebabkan stres akut yang berisiko memicu persoalan lain seperti depresi, gangguan kecemasan, atau gangguan mood. Kondisi, di mana kesehatan mental dan perilaku seseorang yang memiliki kaitan dengan aspek sosial ini, dikenal dengan istilah psikososial.
Kategori psikososial
Dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 13 Oktober 2016, Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiatri Nurmiati Amir mengungkapkan bencana psikososial biasanya terbagi atas dua kategori yakni yang bersifat biasa dan luar biasa (catastrophic).Baca juga: Pertolongan Pertama bagi Penderita Gangguan Jiwa
Pada dasarnya bencana psikososial tergantung pada bagaimana persepsi seseorang terhadap bencana tersebut. Faktor internal seperti kepribadian, daya tahan psikologis, serta pengalaman dan kemampuan atau seseorang mengatasi stres juga menentukan dampak bencana tersebut.
Selain itu, ada juga bencana psikosial yang mengancam nyawa seperti bencana alam atau yang mengancam integritas seperti pemerkosaan. Bencana sosial jenis ini tergolong sangat berat sehingga harus ditangani secara serius.
Gangguan kesehatan jiwa karena bencana
Terkait gangguan kesehatan jiwa akibat bencana, biasanya tidak mendadak terjadi. Fase akut berlangsung mulai dari 3 hari sampai 1 bulan pascatrauma. “Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan stres akut dapat berlanjut menjadi PTSD [post traumatic syndrome disorder],” ujarnya.Nurmiati menjelaskan, proses bencana psikosisial sebenarnya bisa diuraikan secara medis. Hal ini terkait dengan kinerja salah satu bagian otak manusia yaitu amigdala yang menjadi pusat rasa takut. Ketika terjadi bencana psikososial, amigdala teraktivasi dan kemudian mengirim sinyal ke berbagai bagian otak lainnya.
Amigdala inilah yang akan mengirimkan sinyal ke otak sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan penyempitan pembuluh darah perifer.
Akibatnya, wajah seseorang terlihat pucat. Amigdala juga bisa mempengaruhi pernapasan yang membuat korban trauma bernapas dengan cepat dan pendek. Peristiwa rasa takut juga bisa disimpan oleh bagian otak yang disebut hipokampu dan muncul kembali dalam bentuk mimpi buruk.
Rasa takut inilah yang akan menghilangkan emosi positif seperti rasa gembira, bahagia, atau kepuasan. Sebaliknya, emosi negatif seperti sedih, marah, cemas, benci, rasa malu, dan rasa bersalah justru mengalami peningkatan.
Lantas bagaimana penanganan korban bencana psikosial?
Nurmiati menuturkan, saat terjadi bencana alam, korban harus dibawa ke tempat yang aman, ditawarkan bantuan, dan menghubungkannya dengan layanan sosial atau rumah sakit.Baca juga: Pertolongan Pertama bagi Penderita Gangguan Jiwa
Untuk menangani gangguan stres pascatrauma, para ahli biasanya akan mengevaluasi beberapa faktor seperti riwayat kekerasan pada masa anak, riwayat gangguan jiwa, faktor keturunan, IQ rendah atau defisit kognitif, hingga kurangnya dukungan sosial.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.