Kenali Risiko Kelainan Perilaku pada Anak Pecandu Game
02 July 2022 |
21:18 WIB
Jika Anda memiliki anak yang hobi berlama-lama main mulai berhati-hatilah. Sebab, sebuah studi mengungkapkan anak yang video game, sebaiknya bermain video game lebih dari satu jam per hari berisiko mengalami gangguan perilaku sosial.
Dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 2 Oktober 2016, studi yang dilakukan oleh Hospital del Mar di Barcelona, Spanyol itu juga memaparkan anak-anak yang dibatasi waktu bermain video game sebatas satu atau dua jam per pekan cenderung memiliki keuntungan kognitif lebih baik dan respons visual yang lebih cepat.
Jesus Pujol, kepala studi tersebut, mengatakan menghabiskan waktu secara proporsional di depan layar elektronik memang bisa memberi manfaat bagi tumbuh kembang anak, seperti merangsang imajinasinya.
Baca juga:
“Bagaimana pun, harus ada batasan waktu untuk itu. Harus ada keseimbangan antara bermain secara fisik atau melakukan aktivitas luar ruangan dengan bermain video game yang bisa berdampak pada daya sosialisasi anak,” sebutnya.
Pujol meneliti data dari 2.442 anak pada rentang usia 7—11 tahun di Barcelona. Rata-rata anak yang diteliti berusia 9 tahun. Namun, responden tidak mencakup anak dengan tingkat kecanduan ekstrem yang bermain video game lebih dari 18 jam per pekan. Studi tersebut hanya mencakup anak-anak kebanyakan yang dideskripsikan sebagai ‘non-gamers’ oleh para orangtuanya.
Pada awal studi, penelitian bertanya kepada para orangtua soal berapa ratarata waktu yang dihabiskan anak-anak mereka untuk bermain video games pada hari biasa dan pada akhir pekan. Kebanyakan menjawab sekitar 4 jam dalam sepekan. Lebih lanjut, anak laki-laki rata-rata menghabiskan waktu main video games 1,7 jam/pekan lebih banyak ketimbang anak perempuan.
Secara umum, anak-anak tersebut tidak menunjukkan gejala masalah perilaku. Bagaimanapun, setelah anak-anak tersebut dibiarkan bermain video game dalam jangka waktu lebih lama, semakin banyak orangtua yang melaporkan dan mengeluhkan adanya perubahan perilaku pada buah hati mereka.
Menurut Pujol, anak-anak yang bermain video game setidaknya 9 jam per pekan cenderung menunjukkan gejala-gejala gangguan sosialisasi, dibandingkan mereka yang menghabiskan waktu lebih sedikit di depan layar.
Selain menganlisis adanya gangguan perilaku tersebut, Pujol dan tim penelitinya memeriksa kecepatan respons motorik, daya ingat, dan daya atensi pada anakanak yang bermain video game lebih dari 9 jam per pekan.
“Anak yang bermain video game hanya satu jam/pekan memiliki respons motorik yang lebih cepat ketimbang anak yang tidak bermain video game sama sekali. Namun, manfaat itu justru akan berkurang jika waktu bermain video game-nya ditambah lebih dari dua jam/pekan.”
Bagaimanapun, Pujol tidak menemukan adanya perbedaan terhadap daya atensi dan kemampuan mengingat antara anak pecandu video game dan yang bukan. Itu berarti kecanduan video game lebih berdampak pada aspek motorik anak.
Fungsi otak
Lebih lanjut, dia juga melakukan scan MRI padda 260 anak tepat setahun setelah uji coba diberlakukan. Hasilnya, anak yang terlalu sering bermain video game mengalami perubahan fungsi otak yang tidak dijumpai pada anak-anak non-gamers.
Menurutnya, perubahan fungsi otak pada anak pecandu video game terjadi pada bagian basal ganglia atau sirkuit di otak yang bertanggung jawab atas kontrol motorik, proses belajar, gerakan mata, aspek kognitif, dan fungsi emosional manusia.
Peneliti studi saraf University of California Adam Gazzaley berpendapat studi tersebut membuktikan video game memiliki dampak positif dan risiko negatif pada anak, tergantung pada lama penggunaannya.
“Namun, terkait bagaimana dampak jangka panjang video games terhadap kemampuan dan perilaku anak masih harus diteliti lebih lanjut,” tegasnya.
Editor: Dika Irawan
Dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 2 Oktober 2016, studi yang dilakukan oleh Hospital del Mar di Barcelona, Spanyol itu juga memaparkan anak-anak yang dibatasi waktu bermain video game sebatas satu atau dua jam per pekan cenderung memiliki keuntungan kognitif lebih baik dan respons visual yang lebih cepat.
Jesus Pujol, kepala studi tersebut, mengatakan menghabiskan waktu secara proporsional di depan layar elektronik memang bisa memberi manfaat bagi tumbuh kembang anak, seperti merangsang imajinasinya.
Baca juga:
“Bagaimana pun, harus ada batasan waktu untuk itu. Harus ada keseimbangan antara bermain secara fisik atau melakukan aktivitas luar ruangan dengan bermain video game yang bisa berdampak pada daya sosialisasi anak,” sebutnya.
Pujol meneliti data dari 2.442 anak pada rentang usia 7—11 tahun di Barcelona. Rata-rata anak yang diteliti berusia 9 tahun. Namun, responden tidak mencakup anak dengan tingkat kecanduan ekstrem yang bermain video game lebih dari 18 jam per pekan. Studi tersebut hanya mencakup anak-anak kebanyakan yang dideskripsikan sebagai ‘non-gamers’ oleh para orangtuanya.
Pada awal studi, penelitian bertanya kepada para orangtua soal berapa ratarata waktu yang dihabiskan anak-anak mereka untuk bermain video games pada hari biasa dan pada akhir pekan. Kebanyakan menjawab sekitar 4 jam dalam sepekan. Lebih lanjut, anak laki-laki rata-rata menghabiskan waktu main video games 1,7 jam/pekan lebih banyak ketimbang anak perempuan.
Secara umum, anak-anak tersebut tidak menunjukkan gejala masalah perilaku. Bagaimanapun, setelah anak-anak tersebut dibiarkan bermain video game dalam jangka waktu lebih lama, semakin banyak orangtua yang melaporkan dan mengeluhkan adanya perubahan perilaku pada buah hati mereka.
Menurut Pujol, anak-anak yang bermain video game setidaknya 9 jam per pekan cenderung menunjukkan gejala-gejala gangguan sosialisasi, dibandingkan mereka yang menghabiskan waktu lebih sedikit di depan layar.
Selain menganlisis adanya gangguan perilaku tersebut, Pujol dan tim penelitinya memeriksa kecepatan respons motorik, daya ingat, dan daya atensi pada anakanak yang bermain video game lebih dari 9 jam per pekan.
“Anak yang bermain video game hanya satu jam/pekan memiliki respons motorik yang lebih cepat ketimbang anak yang tidak bermain video game sama sekali. Namun, manfaat itu justru akan berkurang jika waktu bermain video game-nya ditambah lebih dari dua jam/pekan.”
Bagaimanapun, Pujol tidak menemukan adanya perbedaan terhadap daya atensi dan kemampuan mengingat antara anak pecandu video game dan yang bukan. Itu berarti kecanduan video game lebih berdampak pada aspek motorik anak.
Fungsi otak
Lebih lanjut, dia juga melakukan scan MRI padda 260 anak tepat setahun setelah uji coba diberlakukan. Hasilnya, anak yang terlalu sering bermain video game mengalami perubahan fungsi otak yang tidak dijumpai pada anak-anak non-gamers.
Menurutnya, perubahan fungsi otak pada anak pecandu video game terjadi pada bagian basal ganglia atau sirkuit di otak yang bertanggung jawab atas kontrol motorik, proses belajar, gerakan mata, aspek kognitif, dan fungsi emosional manusia.
Peneliti studi saraf University of California Adam Gazzaley berpendapat studi tersebut membuktikan video game memiliki dampak positif dan risiko negatif pada anak, tergantung pada lama penggunaannya.
“Namun, terkait bagaimana dampak jangka panjang video games terhadap kemampuan dan perilaku anak masih harus diteliti lebih lanjut,” tegasnya.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.