Ilustrasi organ tubuh (Sumber gambar: Unsplash/Robina Weermeijer)

Enggak Bisa Dianggap Sepele, Yuk Kenali Kelainan Irama Jantung

30 June 2022   |   18:07 WIB

Ketika Anda merasakan  keanehan pada detak  jantung, tidak ada  salahnya untuk segera mengonsultasikannya ke  dokter spesialis jantung.  Pasalnya, seseorang bisa saja meninggal  secara tiba-tiba karena mengalami  gangguan irama jantung. 

Gangguan irama jantung atau  fibrilasi atrium (FA) merupakan  kelainan jantung berupa detak jantung  yang tidak normal. FA terjadi akibat  gangguan sinyal listrik pada serambi  jantung sehingga jantung bergetar dan  tak berfungsi dengan baik. 

Pada keadaan seperti ini, darah terkumpul di  atrium dan membentuk bekuan yang  dapat lepas menuju ke otak. Dalam kasus seperti ini, jika aliran  darah di dalam otak berhenti, maka  akan berisiko stroke. 

Dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 22 Oktober 2017, Guru Besar Ilmu  Kardiologi dan Kedokteran Vaskular  Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Yoga Yuniadi mengatakan  penderita FA memiliki risiko lima kali  lebih tinggi untuk mengalami stroke  dibandingkan dengan orang yang  tanpa gejala FA.  
 

3 Macam FA

Ada tiga macam FA menurut  kemunculan serangannya.  Pertama, paroksismal  yang gejalanya yang  kadang muncul kadang  tidak. Kedua, persisten  yang gejalanya  muncul sampai  dengan tujuh hari lalu  hilang ketika diberi obat.  Ketiga, permanen, yaitu  gejala FA yang terjadi terus menerus. 

Baca juga: Ini Manfaat Jalan Nordik Bagi Pasien Jantung

"Ketiganya memiliki risiko  stroke. Tingkat risiko stroke  tidak ditentukan oleh jenis  FA-nya, tetapi oleh faktor  lain seperti darah tinggi, usia,  diabetes, penyakit pembuluh  darah lainnya," katanya. 

Dokter Spesialis Jantung dan  Pembuluh Darah Doni Firman  menambahkan gejala kelainan jantung  yang satu ini sangat beragam pada  setiap individu, di antaranya yang  sekarang paling banyak ditemukan  adalah cepat lelah dan tidak bertenaga.  

Selain itu, irama jantung yang tak  beraturan, rasa nyeri pada dada, sesak  napas, berdebar, pusing dan sering  buang air kecil. Gejala penyakit ini biasanya  dirasakan oleh masyarakat lanjut usia,  terutama pada pria usia mulai 50  tahun ke atas dan wanita pada usia 60  tahun ke atas. 

Namun, tidak menutup  kemungkinan mereka yang masih  berusia muda juga bisa mengalaminya. Jika dibandingkan di antara  keduanya, risiko terkena FA pada  wanita lebih tinggi ketimbang pria. Hal  ini disebabkan oleh kesehatan struktur  endotel (bagian dalam pembuluh  darah) wanita yang dapat dipengaruhi  hormon estrogen.  

Dengan begitu, ketika wanita  memasuki usia menopause, wanita  cenderung lebih mudah mengalami  disfungsi pada endotel karena produksi  estrogen mulai berkurang. "Untuk  kasus FA yang terjadi kelainan pada  penyempitan katup, bisa jadi muncul  pada usia muda, bahkan dari belasan  tahun. Di Amerika Serikat sudah  terjadi pada umur 30-an," katanya.  

Selain usia dan jenis kelamin,  menurut Doni, faktor FA bisa  disebabkan oleh berbagai hal, seperti  tekanan darah tinggi, penyakit  jantung, penyakit tiroid,  diabetes, gangguan  tidur, penyakit  paru kronik,  konsumsi alkohol,  dan infeksi berat. "FA merupakan  kondisi progresif, jika  tidak diobati dapat memperburuk  kondisi kesehatan dan timbul  komplikasi," ujarnya. 
 

Penanganan

Setidaknya terdapat tiga teknik  yang dapat dilakukan untuk  menangani kasus FA, yaitu teknik  ablasi kateter, pemasangan alat left  atrial appendage closure (LAAC),  serta pemakaian obat antikoagulan  oral baru (OKB) atau obat  penghambat pembekuan darah. Ketiga teknik ini berperan besar  dalam menurunkan risiko serangan  stroke. 

Namun, untuk alat seperti  ablasi kateter masih jarang mengingat  jumlah dan distribusinya yang tidak  merata, kendati sudah banyak dokter  yang mampu menggunakannya. Adapun OKB, dinilai lebih efektif  terutama dalam mengatasi permasalahan risiko pendarahan. 

Namun,  sampai saat ini terapi OKB belum  masuk ke dalam layanan BPJS  kesehatan. Padahal, terapi OKB me rupakan lompatan besar dalam terapi  FA. Doni mengatakan banyak pasien  yang salah paham bahwa risiko  penggunaan obat pencegahan stroke  akibat FA lebih besar dibandingkan  dengan manfaatnya. 

Padahal, stroke  butuh obat pengencer darah karena stroke diakibatkan oleh  penggumpalan darah di kuping  jantung. "Risikonya kecil dibanding  manfaatnya, sehingga untuk pasien FA  yang berisiko pendarahannya tinggi  dan memiliki risiko stroke tinggi,  obat pengencer darah tetap harus  diberikan," tuturnya. 
 

Cara Mendeteksi Kelainan Irama Jantung

Kelainan pada jantung sejatinya bisa  dideteksi dini dengan berbagai cara.  Dalam kasus FA, Anda bisa mendeteksinya dengan meraba nadi  sendiri. Hal ini sejalan dengan  kampanye yang diusung oleh  Perhimpunan Dokter Spesialis  Kardiovaskular In donesia (Perki). 

Meraba nadi sendiri  dapat dilakukan pada  saat pagi hari setelah  bangun tidur atau malam  hari sebelum tidur. Dengan meraba nadi, kita  mengenali FA. Dengan mengenali  FA, seseorang dapat terhindar dari  kelumpuhan sehingga penanganan FA  bisa lebih tepat.  

Caranya cukup mudah, tempelkan  dua jari atau tiga jari Anda pada  lekukan dua tendon di telapak tangan  Anda yang berada di bawah ibu jari  dengan tekanan tidak terlalu keras. Jika denyut nadi sudah terasa,  hitung laju denyut nadi selama 10  detik. 

Normalnya, denyut nadi terjadi  sekitar 6-8 kali dalam hitungan 10  detik. Selain dengan menghitung denyut  nadi, menerapkan pola hidup sehat  juga sangat membantu menangkal  terjadinya FA. Mengkonsumsi makanan  yang sehat, olahraga yag teratur, dan  menghindari rokok merupakan tiga  prinsip hidup sehat mendasar.  

"Kendati mungkin pasien FA  akan mudah meng alami kelelahan,  olahraga dengan tingkat moderat tetap  dianjurkan. Olahraga yang dianjurkan  tidak ada batasan, boleh bersepeda,  jogging atau yang lain," ujar Doni. 

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Menjadi Ibu Pekerja, Kenapa Tidak?

BERIKUTNYA

5 Manfaat Biasakan Si Kecil Makan bersama Keluarga

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: