Enggak Bisa Dianggap Sepele, Yuk Kenali Kelainan Irama Jantung
30 June 2022 |
18:07 WIB
Ketika Anda merasakan keanehan pada detak jantung, tidak ada salahnya untuk segera mengonsultasikannya ke dokter spesialis jantung. Pasalnya, seseorang bisa saja meninggal secara tiba-tiba karena mengalami gangguan irama jantung.
Gangguan irama jantung atau fibrilasi atrium (FA) merupakan kelainan jantung berupa detak jantung yang tidak normal. FA terjadi akibat gangguan sinyal listrik pada serambi jantung sehingga jantung bergetar dan tak berfungsi dengan baik.
Pada keadaan seperti ini, darah terkumpul di atrium dan membentuk bekuan yang dapat lepas menuju ke otak. Dalam kasus seperti ini, jika aliran darah di dalam otak berhenti, maka akan berisiko stroke.
Dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 22 Oktober 2017, Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Yoga Yuniadi mengatakan penderita FA memiliki risiko lima kali lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan dengan orang yang tanpa gejala FA.
Baca juga: Ini Manfaat Jalan Nordik Bagi Pasien Jantung
"Ketiganya memiliki risiko stroke. Tingkat risiko stroke tidak ditentukan oleh jenis FA-nya, tetapi oleh faktor lain seperti darah tinggi, usia, diabetes, penyakit pembuluh darah lainnya," katanya.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Doni Firman menambahkan gejala kelainan jantung yang satu ini sangat beragam pada setiap individu, di antaranya yang sekarang paling banyak ditemukan adalah cepat lelah dan tidak bertenaga.
Selain itu, irama jantung yang tak beraturan, rasa nyeri pada dada, sesak napas, berdebar, pusing dan sering buang air kecil. Gejala penyakit ini biasanya dirasakan oleh masyarakat lanjut usia, terutama pada pria usia mulai 50 tahun ke atas dan wanita pada usia 60 tahun ke atas.
Namun, tidak menutup kemungkinan mereka yang masih berusia muda juga bisa mengalaminya. Jika dibandingkan di antara keduanya, risiko terkena FA pada wanita lebih tinggi ketimbang pria. Hal ini disebabkan oleh kesehatan struktur endotel (bagian dalam pembuluh darah) wanita yang dapat dipengaruhi hormon estrogen.
Dengan begitu, ketika wanita memasuki usia menopause, wanita cenderung lebih mudah mengalami disfungsi pada endotel karena produksi estrogen mulai berkurang. "Untuk kasus FA yang terjadi kelainan pada penyempitan katup, bisa jadi muncul pada usia muda, bahkan dari belasan tahun. Di Amerika Serikat sudah terjadi pada umur 30-an," katanya.
Selain usia dan jenis kelamin, menurut Doni, faktor FA bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit tiroid, diabetes, gangguan tidur, penyakit paru kronik, konsumsi alkohol, dan infeksi berat. "FA merupakan kondisi progresif, jika tidak diobati dapat memperburuk kondisi kesehatan dan timbul komplikasi," ujarnya.
Namun, untuk alat seperti ablasi kateter masih jarang mengingat jumlah dan distribusinya yang tidak merata, kendati sudah banyak dokter yang mampu menggunakannya. Adapun OKB, dinilai lebih efektif terutama dalam mengatasi permasalahan risiko pendarahan.
Namun, sampai saat ini terapi OKB belum masuk ke dalam layanan BPJS kesehatan. Padahal, terapi OKB me rupakan lompatan besar dalam terapi FA. Doni mengatakan banyak pasien yang salah paham bahwa risiko penggunaan obat pencegahan stroke akibat FA lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya.
Padahal, stroke butuh obat pengencer darah karena stroke diakibatkan oleh penggumpalan darah di kuping jantung. "Risikonya kecil dibanding manfaatnya, sehingga untuk pasien FA yang berisiko pendarahannya tinggi dan memiliki risiko stroke tinggi, obat pengencer darah tetap harus diberikan," tuturnya.
Meraba nadi sendiri dapat dilakukan pada saat pagi hari setelah bangun tidur atau malam hari sebelum tidur. Dengan meraba nadi, kita mengenali FA. Dengan mengenali FA, seseorang dapat terhindar dari kelumpuhan sehingga penanganan FA bisa lebih tepat.
Caranya cukup mudah, tempelkan dua jari atau tiga jari Anda pada lekukan dua tendon di telapak tangan Anda yang berada di bawah ibu jari dengan tekanan tidak terlalu keras. Jika denyut nadi sudah terasa, hitung laju denyut nadi selama 10 detik.
Normalnya, denyut nadi terjadi sekitar 6-8 kali dalam hitungan 10 detik. Selain dengan menghitung denyut nadi, menerapkan pola hidup sehat juga sangat membantu menangkal terjadinya FA. Mengkonsumsi makanan yang sehat, olahraga yag teratur, dan menghindari rokok merupakan tiga prinsip hidup sehat mendasar.
"Kendati mungkin pasien FA akan mudah meng alami kelelahan, olahraga dengan tingkat moderat tetap dianjurkan. Olahraga yang dianjurkan tidak ada batasan, boleh bersepeda, jogging atau yang lain," ujar Doni.
Editor: Dika Irawan
Gangguan irama jantung atau fibrilasi atrium (FA) merupakan kelainan jantung berupa detak jantung yang tidak normal. FA terjadi akibat gangguan sinyal listrik pada serambi jantung sehingga jantung bergetar dan tak berfungsi dengan baik.
Pada keadaan seperti ini, darah terkumpul di atrium dan membentuk bekuan yang dapat lepas menuju ke otak. Dalam kasus seperti ini, jika aliran darah di dalam otak berhenti, maka akan berisiko stroke.
Dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 22 Oktober 2017, Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Yoga Yuniadi mengatakan penderita FA memiliki risiko lima kali lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan dengan orang yang tanpa gejala FA.
3 Macam FA
Ada tiga macam FA menurut kemunculan serangannya. Pertama, paroksismal yang gejalanya yang kadang muncul kadang tidak. Kedua, persisten yang gejalanya muncul sampai dengan tujuh hari lalu hilang ketika diberi obat. Ketiga, permanen, yaitu gejala FA yang terjadi terus menerus.Baca juga: Ini Manfaat Jalan Nordik Bagi Pasien Jantung
"Ketiganya memiliki risiko stroke. Tingkat risiko stroke tidak ditentukan oleh jenis FA-nya, tetapi oleh faktor lain seperti darah tinggi, usia, diabetes, penyakit pembuluh darah lainnya," katanya.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Doni Firman menambahkan gejala kelainan jantung yang satu ini sangat beragam pada setiap individu, di antaranya yang sekarang paling banyak ditemukan adalah cepat lelah dan tidak bertenaga.
Selain itu, irama jantung yang tak beraturan, rasa nyeri pada dada, sesak napas, berdebar, pusing dan sering buang air kecil. Gejala penyakit ini biasanya dirasakan oleh masyarakat lanjut usia, terutama pada pria usia mulai 50 tahun ke atas dan wanita pada usia 60 tahun ke atas.
Namun, tidak menutup kemungkinan mereka yang masih berusia muda juga bisa mengalaminya. Jika dibandingkan di antara keduanya, risiko terkena FA pada wanita lebih tinggi ketimbang pria. Hal ini disebabkan oleh kesehatan struktur endotel (bagian dalam pembuluh darah) wanita yang dapat dipengaruhi hormon estrogen.
Dengan begitu, ketika wanita memasuki usia menopause, wanita cenderung lebih mudah mengalami disfungsi pada endotel karena produksi estrogen mulai berkurang. "Untuk kasus FA yang terjadi kelainan pada penyempitan katup, bisa jadi muncul pada usia muda, bahkan dari belasan tahun. Di Amerika Serikat sudah terjadi pada umur 30-an," katanya.
Selain usia dan jenis kelamin, menurut Doni, faktor FA bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit tiroid, diabetes, gangguan tidur, penyakit paru kronik, konsumsi alkohol, dan infeksi berat. "FA merupakan kondisi progresif, jika tidak diobati dapat memperburuk kondisi kesehatan dan timbul komplikasi," ujarnya.
Penanganan
Setidaknya terdapat tiga teknik yang dapat dilakukan untuk menangani kasus FA, yaitu teknik ablasi kateter, pemasangan alat left atrial appendage closure (LAAC), serta pemakaian obat antikoagulan oral baru (OKB) atau obat penghambat pembekuan darah. Ketiga teknik ini berperan besar dalam menurunkan risiko serangan stroke.Namun, untuk alat seperti ablasi kateter masih jarang mengingat jumlah dan distribusinya yang tidak merata, kendati sudah banyak dokter yang mampu menggunakannya. Adapun OKB, dinilai lebih efektif terutama dalam mengatasi permasalahan risiko pendarahan.
Namun, sampai saat ini terapi OKB belum masuk ke dalam layanan BPJS kesehatan. Padahal, terapi OKB me rupakan lompatan besar dalam terapi FA. Doni mengatakan banyak pasien yang salah paham bahwa risiko penggunaan obat pencegahan stroke akibat FA lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya.
Padahal, stroke butuh obat pengencer darah karena stroke diakibatkan oleh penggumpalan darah di kuping jantung. "Risikonya kecil dibanding manfaatnya, sehingga untuk pasien FA yang berisiko pendarahannya tinggi dan memiliki risiko stroke tinggi, obat pengencer darah tetap harus diberikan," tuturnya.
Cara Mendeteksi Kelainan Irama Jantung
Kelainan pada jantung sejatinya bisa dideteksi dini dengan berbagai cara. Dalam kasus FA, Anda bisa mendeteksinya dengan meraba nadi sendiri. Hal ini sejalan dengan kampanye yang diusung oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular In donesia (Perki).Meraba nadi sendiri dapat dilakukan pada saat pagi hari setelah bangun tidur atau malam hari sebelum tidur. Dengan meraba nadi, kita mengenali FA. Dengan mengenali FA, seseorang dapat terhindar dari kelumpuhan sehingga penanganan FA bisa lebih tepat.
Caranya cukup mudah, tempelkan dua jari atau tiga jari Anda pada lekukan dua tendon di telapak tangan Anda yang berada di bawah ibu jari dengan tekanan tidak terlalu keras. Jika denyut nadi sudah terasa, hitung laju denyut nadi selama 10 detik.
Normalnya, denyut nadi terjadi sekitar 6-8 kali dalam hitungan 10 detik. Selain dengan menghitung denyut nadi, menerapkan pola hidup sehat juga sangat membantu menangkal terjadinya FA. Mengkonsumsi makanan yang sehat, olahraga yag teratur, dan menghindari rokok merupakan tiga prinsip hidup sehat mendasar.
"Kendati mungkin pasien FA akan mudah meng alami kelelahan, olahraga dengan tingkat moderat tetap dianjurkan. Olahraga yang dianjurkan tidak ada batasan, boleh bersepeda, jogging atau yang lain," ujar Doni.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.