4 Fakta Menarik Satelit Nano Pertama Buatan Anak Bangsa Siap Mengorbit
30 June 2022 |
13:30 WIB
Teknologi satelit kian berkembang mutakhir dengan ukuran yang makin kecil, serta memiliki beragam fungsi dan pemanfaatannya. Salah satu inovasi terbaru karya Anak Bangsa dalam teknologi antariksa ini adalah berupa satelit nano bernama Surya Satellite-1 (SS-1).
Satelit nano ini dikembangkan oleh tim mahasiswa dari Universitas Surya dengan supervisi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Inovasi terbaru ini dinyatakan telah siap mengorbit dan sudah dikirimkan ke Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) di Tsukuba, Jepang pada 29 Juni 2022.
Rencananya, satelit akan diluncurkan pada Oktober 2022 menggunakan salah satu dari dua opsi kargo luar angkasa, yaitu roket SpaceX Dragon atau Cygnus NG18. Sementara pelepasan satelit dari Stasiun Luar Angkasa Internasional dilakukan pada November mendatang.
Surya Satellite-1 (SS-1) telah melalui tahap final yang mencakup assembly, integration, and test. Seperti apa kecanggihan satelit mungil ini, berikut fakta dan informasi menarik yang dirangkum Hypeabis.id dari publikasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Satelit nano ini dikembangkan oleh tim mahasiswa dari Universitas Surya dengan supervisi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Inovasi terbaru ini dinyatakan telah siap mengorbit dan sudah dikirimkan ke Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) di Tsukuba, Jepang pada 29 Juni 2022.
Rencananya, satelit akan diluncurkan pada Oktober 2022 menggunakan salah satu dari dua opsi kargo luar angkasa, yaitu roket SpaceX Dragon atau Cygnus NG18. Sementara pelepasan satelit dari Stasiun Luar Angkasa Internasional dilakukan pada November mendatang.
Surya Satellite-1 (SS-1) telah melalui tahap final yang mencakup assembly, integration, and test. Seperti apa kecanggihan satelit mungil ini, berikut fakta dan informasi menarik yang dirangkum Hypeabis.id dari publikasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
1. Satelit nano pertama buatan Indonesia.
Satelit ini dinyatakan sebagai pionir satelit nano di Indonesia oleh Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa. Kehadiran satelit ini juga menjadi bukti bahwa Anak Bangsa memiliki potensi besar dalam mengembangkan teknologi satelit yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan.
Tim periset yang diwakili M. Zulfa Dhiyaulfaq menjelaskan bahwa proyek satelit ini dimulai pada 2016 yang berawal dari Workshop Ground Station bersama Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI). Mockup model satelit pun rampung pada 2018 dengan misi awal sebagai alat komunikasi amatir. Lalu proyek dilanjutkan sehingga proses riset dan pengembangan satelit nano secara keseluruhan memakan waktu hingga 6 tahun sampai produknya dinyatakan jadi dan siap diluncurkan.
Tim periset yang diwakili M. Zulfa Dhiyaulfaq menjelaskan bahwa proyek satelit ini dimulai pada 2016 yang berawal dari Workshop Ground Station bersama Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI). Mockup model satelit pun rampung pada 2018 dengan misi awal sebagai alat komunikasi amatir. Lalu proyek dilanjutkan sehingga proses riset dan pengembangan satelit nano secara keseluruhan memakan waktu hingga 6 tahun sampai produknya dinyatakan jadi dan siap diluncurkan.
2. Satelit berbobot ringan.
Satelit ini termasuk jenis nano atau cubesat. Secara sederhana satelit nano ini adalah satelit yang beratnya kurang dari 10 kilogram, dan memenuhi berbagai kriteria lain dari sisi komponen dan desain agar satelit masuk dalam kategori nano.
Dengan ukurannya yang kompak, satelit ini diperkirakan akan melintasi wilayah Indonesia sebanyak empat kali sampai dengan lima kali sehari. Satelit akan mengorbit pada ketinggian 400 hingga 420 kilometer di atas permukaan bumi dengan inklinasi atau penyimpangan kedudukan sumbu bumi terhadap bidang datar sebesar 51,7 derajat.
Dengan ukurannya yang kompak, satelit ini diperkirakan akan melintasi wilayah Indonesia sebanyak empat kali sampai dengan lima kali sehari. Satelit akan mengorbit pada ketinggian 400 hingga 420 kilometer di atas permukaan bumi dengan inklinasi atau penyimpangan kedudukan sumbu bumi terhadap bidang datar sebesar 51,7 derajat.
3. Melalui prosedur tes ketat.
Sebelum dikirim ke Jepang, tim periset melakukan satellite fit check test di Pusat Riset Teknologi Satelit, BRIN. Pengujian ini dilakukan guna memastikan ukuran satelit agar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Japanese Experiment Module Small Satellite Orbital Deployer (JSSOD). Pengujian tersebut juga digunakan untuk memastikan tidak ada interferensi mekanis atau gangguan pada kinerja mesin.
Pengujian sharp-edge test juga dilakukan untuk memastikan tidak ada sisi luar satelit yang tajam dan berpotensi melukai astronaut. Satelit nano ini juga sudah lolos dalam berbagai pengujian seperti functional test, vacuum test, thermal test, vibration test, battery test, maupun payload and communication test.
“Jepang ini memiliki persyaratan yang bisa dibilang lebih rumit dibandingkan negara-negara peluncur lainnya,” jelas Hery Steven Mindarno salah satu anggota tim periset. Dia menjelaskan bahwa setibanya di Jepang satelit akan diinspeksi dan diintegrasikan dengan peluncur, melalui prosedur instalasi satelit di JSSOD, sebuah modul peluncur yang akan digunakan untuk proses pelepasan satelit ke orbitnya.
Pengujian sharp-edge test juga dilakukan untuk memastikan tidak ada sisi luar satelit yang tajam dan berpotensi melukai astronaut. Satelit nano ini juga sudah lolos dalam berbagai pengujian seperti functional test, vacuum test, thermal test, vibration test, battery test, maupun payload and communication test.
“Jepang ini memiliki persyaratan yang bisa dibilang lebih rumit dibandingkan negara-negara peluncur lainnya,” jelas Hery Steven Mindarno salah satu anggota tim periset. Dia menjelaskan bahwa setibanya di Jepang satelit akan diinspeksi dan diintegrasikan dengan peluncur, melalui prosedur instalasi satelit di JSSOD, sebuah modul peluncur yang akan digunakan untuk proses pelepasan satelit ke orbitnya.
4. Teknologi multifungsi.
Satelit nano ini dikembangkan sebagai Automatic Packet Reporting System yang berfungsi sebagai media komunikasi via satelit dalam bentuk teks singkat. Teknologi ini dapat dikembangkan untuk mitigasi bencana, pemantauan jarak jauh, memantau level ketinggian air, serta komunikasi darurat.
Anggota tim periset lainnya Roberto Gunawan dari Teknik Fisika Universitas Surya berharap dalam setahun ke depan satelit itu bisa dimanfaatkan untuk penanggulangan bencana, atau memantau level ketinggian air, dan parameter lainnya.
Sebagai tambahan informasi satelit nano SS-1 dikembangkan oleh tim dari Universitas Surya dengan dukungan dan supervisi ahli dari Pusat Riset Teknologi satelit, BRIN. Proyek ini juga mendapat dukungan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI), PT Pudak Scientific, PT Pasifik Satelit Nusantara dan pemangku kepentingan lainnya.
Semoga dengan satelit nano pertama ini akan melahirkan teknologi serupa lainnya yang dikembangkan oleh Anak Bangsa ya gaes.
Editor: Roni Yunianto
Anggota tim periset lainnya Roberto Gunawan dari Teknik Fisika Universitas Surya berharap dalam setahun ke depan satelit itu bisa dimanfaatkan untuk penanggulangan bencana, atau memantau level ketinggian air, dan parameter lainnya.
Sebagai tambahan informasi satelit nano SS-1 dikembangkan oleh tim dari Universitas Surya dengan dukungan dan supervisi ahli dari Pusat Riset Teknologi satelit, BRIN. Proyek ini juga mendapat dukungan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI), PT Pudak Scientific, PT Pasifik Satelit Nusantara dan pemangku kepentingan lainnya.
Semoga dengan satelit nano pertama ini akan melahirkan teknologi serupa lainnya yang dikembangkan oleh Anak Bangsa ya gaes.
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.