5 Cara Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi & Mengurangi Jenuh pada Anak
28 June 2022 |
14:30 WIB
Pandemi Covid-19 yang berlangsung selama kurang lebih dua tahun berdampak besar pada anak-anak, terutama dalam pertumbuhan dan perkembangan kemampuan bersosialisasi. Menurut psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani, hal ini bisa berdampak besar pada anak-anak di bawah usia tujuh tahun.
Alasannya adalah anak-anak usia 0-7 tahun membutuhkan pendidikan dan pengalaman bersosialisasi secara langsung melalui keterlibatan dalam lingkungan sosial, pengalaman melihat dan menyentuh, hingga berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah yang membuat pentingnya edukasi sosialisasi dari orang tua kepada anak secara berkelanjutan.
Baca juga: Orang Tua, Waspadai Dampak Buruk Penggunaan Gawai Pada Anak
Meski perkembangan sosialisasi pada anak ada campur tangan dari orang tua, anak-anak ternyata bisa juga mengembangkan kemampuan sosialisasinya sendiri dengan asyik melalui lima tip berikut ini.
Alasannya adalah anak-anak usia 0-7 tahun membutuhkan pendidikan dan pengalaman bersosialisasi secara langsung melalui keterlibatan dalam lingkungan sosial, pengalaman melihat dan menyentuh, hingga berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah yang membuat pentingnya edukasi sosialisasi dari orang tua kepada anak secara berkelanjutan.
Baca juga: Orang Tua, Waspadai Dampak Buruk Penggunaan Gawai Pada Anak
Meski perkembangan sosialisasi pada anak ada campur tangan dari orang tua, anak-anak ternyata bisa juga mengembangkan kemampuan sosialisasinya sendiri dengan asyik melalui lima tip berikut ini.
1. Gunakan teknologi sesuai rekomendasi ahli
Sebagian masyarakat dan ahli menganggap bahwa teknologi, terutama gawai, berdampak kurang baik bagi perkembangan anak. Akan tetapi, psikolog yang disapa dengan Anna itu menganggap bahwa penerapan yang tepat bisa meningkatkan kemampuan si kecil dalam bersosialisasi dan keterampilan lainnya.
"Misalnya, dengan bantuan orang tua, sesama anak bisa saling berbagi atau mengirim camilan ke teman sebaya atau melakukan workshop kerajinan tangan secara virtual," jelasnya dalam webinar Manfaatkan Libur Sekolah untuk Tingkatkan Kemampuan Sosialisasi dan Melepas Kejenuhan Anak, Selasa (28/6/2022).
Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), penggunaan gawai bisa disesuaikan dengan usia si kecil. Untuk usia 2-6 tahun, IDAI merekomendasikan penggunaan gawai hanya selama satu jam setiap harinya dan dilakukan dengan pengawasan orang tua. Namun, hal ini juga harus disertai dengan istirahat berkala dan aktivitas fisik minimal 20 menit setelah bermain gawai.
Anna juga menyarankan bahwa jika anak-anak rewel setelah waktu bermain gawai selesai, maka hal yang bisa diakukan adalah menginisiasi aktivitas pengalih yang disepakati bersama berupa kegiatan fisik seperti bercocok tanam, memasak bersama, atau bermain.
"Misalnya, dengan bantuan orang tua, sesama anak bisa saling berbagi atau mengirim camilan ke teman sebaya atau melakukan workshop kerajinan tangan secara virtual," jelasnya dalam webinar Manfaatkan Libur Sekolah untuk Tingkatkan Kemampuan Sosialisasi dan Melepas Kejenuhan Anak, Selasa (28/6/2022).
Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), penggunaan gawai bisa disesuaikan dengan usia si kecil. Untuk usia 2-6 tahun, IDAI merekomendasikan penggunaan gawai hanya selama satu jam setiap harinya dan dilakukan dengan pengawasan orang tua. Namun, hal ini juga harus disertai dengan istirahat berkala dan aktivitas fisik minimal 20 menit setelah bermain gawai.
Anna juga menyarankan bahwa jika anak-anak rewel setelah waktu bermain gawai selesai, maka hal yang bisa diakukan adalah menginisiasi aktivitas pengalih yang disepakati bersama berupa kegiatan fisik seperti bercocok tanam, memasak bersama, atau bermain.
2. Bermain peran atau roleplay
Anna beranggapan bahwa salah satu kunci dari meningkatkan sosialisasi dengan cara yang asyik dan tidak jenuh adalah dengan bermain peran atau drama-drama sederhana. Skenarionya bisa disesuaikan dengan usia anak-anak, baik skenario sederhana seperti permainan peran penjual-pembeli atau dokter-pasien maupun yang lebih kompleks seperti skenario konflik memperebutkan mainan, bermain curang, atau berbicara dengan kata yang tidak sopan.
"Setelahnya, ajak anak diskusi dan mencari solusi bersama jika menghadapi berbagai situasi tersebut. Dengan bermain peran, anak akan memiliki gambaran riil terkait cara menyelesaikan masalah dengan orang lain," tambahnya.
"Setelahnya, ajak anak diskusi dan mencari solusi bersama jika menghadapi berbagai situasi tersebut. Dengan bermain peran, anak akan memiliki gambaran riil terkait cara menyelesaikan masalah dengan orang lain," tambahnya.
3. Maksimalkan interaksi antar anggota keluarga besar
Tidak hanya orang tua, anggota keluarga lain termasuk saudara kandung, sepupu, hingga kerabat yang lebih tua juga bisa memaksimalkan edukasi sosialisasi pada anak. Caranya adalah dengan mengatur kegiatan khusus yang bisa menstimulasi anak dalam berinteraksi, misalnya melalui cerita keseharian dan membangun suasana yang tenang dan tenteram.
Pertimbangan keterlibatan ini selain untuk memperluas relasi dan kemampuan sosialisasinya, cara ini juga bisa menjadi sarana bagi si kecil dalam belajar dari mengamati, berpraktik, dan meniru perilaku yang dilihatnya.
Pertimbangan keterlibatan ini selain untuk memperluas relasi dan kemampuan sosialisasinya, cara ini juga bisa menjadi sarana bagi si kecil dalam belajar dari mengamati, berpraktik, dan meniru perilaku yang dilihatnya.
4. Playdate dengan teman sebaya
Selain keluarga, teman sebaya juga memiliki kontribusi dalam perkembangan kemampuan sosialisasi pada anak, terutama anak-anak di bawah usia tujuh tahun. Dengan teman sebaya, anak-anak didorong untuk lebih berani berinteraksi dengan orang lain yang seusia dengannya.
Untuk anak yang diajak bermain, berikan pengalaman yang luas dengan mengenalkan si kecil terhadap teman-teman yang sesama jenis maupun berbeda jenis. Namun, hal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan sosialisasi dan kebiasaan yang dibangunnya saat melakukan playdate.
Misalnya, anak perempuan yang banyak bermain dengan teman sebayanya yang laki-laki harus diberikan pengalaman untuk berteman dengan teman sebaya perempuan agar sosialisasinya bisa lebih luas.
Untuk anak yang diajak bermain, berikan pengalaman yang luas dengan mengenalkan si kecil terhadap teman-teman yang sesama jenis maupun berbeda jenis. Namun, hal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan sosialisasi dan kebiasaan yang dibangunnya saat melakukan playdate.
Misalnya, anak perempuan yang banyak bermain dengan teman sebayanya yang laki-laki harus diberikan pengalaman untuk berteman dengan teman sebaya perempuan agar sosialisasinya bisa lebih luas.
5. Longgarkan aturan selama liburan
Selama masa liburan, keterlibatan anak dalam mencoba pengalaman dan hal baru yang maksimal bisa menjadi aktivitas baru yang berbeda dari kesehariannya. Kegiatan ini bervariasi dari melakukan aktivitas di luar rumah; mendekorasi ulang kamar; mengikuti klub komunitas seperti olahraga, seni, atau hobi, dan lainnya.
Pelonggaran ini juga termasuk dalam beberapa aturan atau batasan seperti membebaskan anak untuk melakukan hal sesuai keinginannya, misalnya makan es krim atau bermain gawai lebih lama. Namun, Anna menyarankan agar pelonggaran ini diberikan batas waktu yang jelas, yaitu selama masa liburan.
Editor: Gita Carla
Pelonggaran ini juga termasuk dalam beberapa aturan atau batasan seperti membebaskan anak untuk melakukan hal sesuai keinginannya, misalnya makan es krim atau bermain gawai lebih lama. Namun, Anna menyarankan agar pelonggaran ini diberikan batas waktu yang jelas, yaitu selama masa liburan.
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.