Merasa Tidak Cantik Bikin Rugi Diri Sendiri Lho!
24 June 2022 |
10:30 WIB
Cantik dan kecantikan, menjadi sebuah rangkaian yang selalu melekat pada seorang perempuan. Adanya stereotip tentang bagaimana perempuan dikatakan cantik atau tidak cantik yang umumnya dilabelkan oleh lingkungan sekitar, membuat banyak perempuan rela melakukan apapun.
Hal ini pula yang menjadi tekanan bagi perempuan untuk tampil cantik versi media, dunia fesyen, atau masyarakat di sekitarnya. Tak heran, banyak perempuan yang mendambakan tubuh ramping, tinggi, tatanan rambut sedemikian rupa, dan lain sebagainya demi memenuhi stereotip cantik.
Namun, konsep cantik berdasarkan prasangka subjektif ini bisa berpengaruh negatif terhadap pembentukan karakter dan kepribadian anak perempuan, tentunya bila orang tua tidak pandai-pandai memberikan pemahaman yang benar kepada anak.
Seorang anak perempuan yang sudah memasuki masa remaja (pubertas), akan mudah terpengaruh, baik secara emosional maupun perilaku.
Pada masa ini, para remaja juga mulai mencari jati dirinya. Di sinilah, stereotip tentang bagaimana perempuan cantik itu bisa dengan mudah mempengaruhi karakter dan kepribadian mereka.
Data penelitian The Guardian menunjukkan bahwa perempuan yang tidak berhasil mengatasi berbagai masalah pada masa remajanya akan mengalami self-esteem atau tidak menghargai diri sendiri.
Hasil penelitian pada 2014, menunjukkan sekitar 33% remaja putri dari seluruh dunia merasa tidak bahagia dengan bentuk fisiknya sendiri. Angka itu meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 29%.
Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabiliana mengatakan dalam kondisi ini, remaja putri membutuhkan empat hal, yakni penerimaan dari lingkungan tentang apa adanya diri mereka, dukungan untuk mengembangkan diri sesuai dengan minat dan bakat, kesempatan untuk mencoba hal baru dan mengembangkan potensi, serta apresiasi terhadap usaha terbaik mereka.
Seorang remaja putri yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan karena tampilan fisiknya, kerap menjadi pribadi yang tidak bisa menghargai diri sendiri, sehingga selalu membandingkannya dengan orang lain.
Tidak sedikit pula perempuan yang mengaku kurang puas dengan bentuk fisiknya. Hal ini pula yang membuat remaja putri terkadang menjadi tidak percaya diri dan tidak berani mengeksplorasi kelebihan yang mereka miliki.
Hal ini pula yang menjadi tekanan bagi perempuan untuk tampil cantik versi media, dunia fesyen, atau masyarakat di sekitarnya. Tak heran, banyak perempuan yang mendambakan tubuh ramping, tinggi, tatanan rambut sedemikian rupa, dan lain sebagainya demi memenuhi stereotip cantik.
Namun, konsep cantik berdasarkan prasangka subjektif ini bisa berpengaruh negatif terhadap pembentukan karakter dan kepribadian anak perempuan, tentunya bila orang tua tidak pandai-pandai memberikan pemahaman yang benar kepada anak.
Seorang anak perempuan yang sudah memasuki masa remaja (pubertas), akan mudah terpengaruh, baik secara emosional maupun perilaku.
Pada masa ini, para remaja juga mulai mencari jati dirinya. Di sinilah, stereotip tentang bagaimana perempuan cantik itu bisa dengan mudah mempengaruhi karakter dan kepribadian mereka.
Data penelitian The Guardian menunjukkan bahwa perempuan yang tidak berhasil mengatasi berbagai masalah pada masa remajanya akan mengalami self-esteem atau tidak menghargai diri sendiri.
Hasil penelitian pada 2014, menunjukkan sekitar 33% remaja putri dari seluruh dunia merasa tidak bahagia dengan bentuk fisiknya sendiri. Angka itu meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 29%.
Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabiliana mengatakan dalam kondisi ini, remaja putri membutuhkan empat hal, yakni penerimaan dari lingkungan tentang apa adanya diri mereka, dukungan untuk mengembangkan diri sesuai dengan minat dan bakat, kesempatan untuk mencoba hal baru dan mengembangkan potensi, serta apresiasi terhadap usaha terbaik mereka.
Seorang remaja putri yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan karena tampilan fisiknya, kerap menjadi pribadi yang tidak bisa menghargai diri sendiri, sehingga selalu membandingkannya dengan orang lain.
Tidak sedikit pula perempuan yang mengaku kurang puas dengan bentuk fisiknya. Hal ini pula yang membuat remaja putri terkadang menjadi tidak percaya diri dan tidak berani mengeksplorasi kelebihan yang mereka miliki.
Padahal, banyak sisi positif lainnya yang bisa dikembangkan menjadi kelebihan yang membanggakan, bukan hanya sekadar tampil cantik.
Selain itu, perilaku ibu dalam hal mengartikan makna cantik juga berpengaruh besar bagi pembentukan persepsi anak terhadap penampilannya sendiri. Jangan heran kalau anak kita berpikir dirinya tak cantik karena kita terlalu sering mengeluhkan masalah kecantikan di hadapannya.
Bagaimana pun, anak-anak perempuan cenderung menjadikan ibunya sebagai panutan dalam aspek kecantikan dan penampilan.
Motivator Ainy Fauziyah mengatakan cara terbaik kaum perempuan membuat sugesti dirinya secara positif agar menjadi cantik adalah dengan selalu mengatakan pada diri bahwa “aku bisa melakukan yang terbaik dan aku layak mendapatkan yang terbaik”.
Dengan mengapresiasi diri sendiri, itu artinya kita juga menghargai diri kita diri sendiri. Ketika kita pandai mengapresiasi diri kita dan orang lain, rasa percaya diri itu akan muncul.
Orang yang tidak percaya dirinya, maka dia mengecilkan dirinya sendiri terhadap orang lain, sehingga bisa saja berpandangan negatif terhadap orang lain Dengan demikian, tampil cantik bukan sekadar fisik, tetapi tetapi juga dari hati dan pikiran.
Catatan redaksi: artikel diambil dari Bisnis Indonesia Minggu edisi 31 Mei 2015.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.