Tiket Batal Naik, Ini Inventarisasi Masalah di Borobudur
15 June 2022 |
08:17 WIB
Wacana kenaikan harga tiket Candi Borobudur menjadi Rp750.000 telah dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo. Meski demikian, upaya untuk menjaga kelestarian situs sejarah itu akan terus dilakukan salah satunya dengan pembatasan jumlah wisatawan serta penggunaan alas kaki khusus di kawasan struktur candi.
Kepala Pokja Pemeliharaan Candi Balai Konservasi Borobudur Brahmantara menerangkan ancaman kelestarian situs sejarah yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu terbilang dinamis.
Faktor pertama yakni fisik. Material batu di Candi Borobudur terususun dari batuan gesit yang tidak seragam. Faktor kedua adalah lingkungan. Perubahan klimatologi lingkungan berpengaruh langsung terhadap fisik dari candi. Terutama apabila temperatur atau tingkat panas yang tinggi.
(Baca juga: Bukan Tiket Mahal, Begini Saran Untuk Pemeliharaan Candi Borobudur)
Berkaitan dengan itu, tingkat panas dipengaruhi lingkungan di sekitar kawasan candi. Tutupan lahan hijau berkurang yang akhirnya berpengaruh terhadap kondisi perawatan.
Beberapa faktor dinamis lainnya yakni tekanan pembangunan. Pria yang akrab disapa Bram itu menjelaskan perubahan fungsi lahan yang ada di kawasan candi berpengaruh ke kondisi material batu pada situs peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, Wangsa Syailendra itu.
Cukup banyak perubahan fungsi lahan di kawasan. Misal banyak areal persawahan yang berubah menjadi hotel demi menunjang pariwisata.
Tentu mengontrol kawasan di sekitar candi bukan hal yang mudah. Bicara nilai universal luar biasa yang dimiliki candi. Batasannya tidak hanya candi namun konteks apa yang di kawasan tersebut seperto budaya tak benda, adat istiadat, jejak danau purba.
"Karakter lingkungan dan kawasan ketika dulu lolos warisan dunia itu karakter pedesaan. Karakter kawasan pun berubah, sebagian masuk ke ruang urban," ujarnya kepada Hypeabis.id baru-baru ini.
Faktor yang tidak kalah penting terkait pelestarian candi yakni kunjungan wisatawan. Dalam beberapa dekade terakhir, kajian Balai Konservasi Borobudur menilai kunjungan pariwisata ke kawasan ini terbilang tidak terkendali. Selain itu, data di lapangan menunjukkan aksi vandalisme dan keausan pada material candi.
Keausan juga diakibat gesekan kaki pengunjung. Dari empat sisi candi, sisi timur yang paling berdampak signifikan karena area ini merupakan pintu masuk serta akses pengunjung untuk naik ke atas Candi Borobudur. Keausan di sisi tersebut lebih dari 74 persen. "Paling ekstrem ada beberapa batu yang sudah sampai 4 centimeter keausan," ujar Bram.
Pentingnya pembatasan pengunjung juga dimaksudkan agar edukasi mengenai Candi Borobudur dan pengalaman bisa lebih mendalam. Konteks Candi Borobudur sebagai wisata budaya berkelanjutan menurut Bram harusnya tersampaikam ke publik atau pengunjung.
"Kalau overcapacity dia nggak nyaman, otomatis tidak akan merasakan experience, edukasi langsung terkait nilai yang ada di Borobudur," katanya.
Dia menjabarkan sejatinya rekomendasi pembatasan pengunjung ini sudah lama dibahas. Mulai dari 2003-2004, kemudian 2006 ketika UNESCO meminta adanya kontrol atau manajemen pengunjung. "Proses sudah lama. Ini jadi rekomendasi hasil riset, monitoring di lapangan," tambahnya.
Editor: Nirmala Aninda
Kepala Pokja Pemeliharaan Candi Balai Konservasi Borobudur Brahmantara menerangkan ancaman kelestarian situs sejarah yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu terbilang dinamis.
Faktor pertama yakni fisik. Material batu di Candi Borobudur terususun dari batuan gesit yang tidak seragam. Faktor kedua adalah lingkungan. Perubahan klimatologi lingkungan berpengaruh langsung terhadap fisik dari candi. Terutama apabila temperatur atau tingkat panas yang tinggi.
(Baca juga: Bukan Tiket Mahal, Begini Saran Untuk Pemeliharaan Candi Borobudur)
Berkaitan dengan itu, tingkat panas dipengaruhi lingkungan di sekitar kawasan candi. Tutupan lahan hijau berkurang yang akhirnya berpengaruh terhadap kondisi perawatan.
Beberapa faktor dinamis lainnya yakni tekanan pembangunan. Pria yang akrab disapa Bram itu menjelaskan perubahan fungsi lahan yang ada di kawasan candi berpengaruh ke kondisi material batu pada situs peninggalan Kerajaan Mataram Kuno, Wangsa Syailendra itu.
Cukup banyak perubahan fungsi lahan di kawasan. Misal banyak areal persawahan yang berubah menjadi hotel demi menunjang pariwisata.
Tentu mengontrol kawasan di sekitar candi bukan hal yang mudah. Bicara nilai universal luar biasa yang dimiliki candi. Batasannya tidak hanya candi namun konteks apa yang di kawasan tersebut seperto budaya tak benda, adat istiadat, jejak danau purba.
"Karakter lingkungan dan kawasan ketika dulu lolos warisan dunia itu karakter pedesaan. Karakter kawasan pun berubah, sebagian masuk ke ruang urban," ujarnya kepada Hypeabis.id baru-baru ini.
Faktor yang tidak kalah penting terkait pelestarian candi yakni kunjungan wisatawan. Dalam beberapa dekade terakhir, kajian Balai Konservasi Borobudur menilai kunjungan pariwisata ke kawasan ini terbilang tidak terkendali. Selain itu, data di lapangan menunjukkan aksi vandalisme dan keausan pada material candi.
Keausan juga diakibat gesekan kaki pengunjung. Dari empat sisi candi, sisi timur yang paling berdampak signifikan karena area ini merupakan pintu masuk serta akses pengunjung untuk naik ke atas Candi Borobudur. Keausan di sisi tersebut lebih dari 74 persen. "Paling ekstrem ada beberapa batu yang sudah sampai 4 centimeter keausan," ujar Bram.
Pentingnya pembatasan pengunjung juga dimaksudkan agar edukasi mengenai Candi Borobudur dan pengalaman bisa lebih mendalam. Konteks Candi Borobudur sebagai wisata budaya berkelanjutan menurut Bram harusnya tersampaikam ke publik atau pengunjung.
"Kalau overcapacity dia nggak nyaman, otomatis tidak akan merasakan experience, edukasi langsung terkait nilai yang ada di Borobudur," katanya.
Dia menjabarkan sejatinya rekomendasi pembatasan pengunjung ini sudah lama dibahas. Mulai dari 2003-2004, kemudian 2006 ketika UNESCO meminta adanya kontrol atau manajemen pengunjung. "Proses sudah lama. Ini jadi rekomendasi hasil riset, monitoring di lapangan," tambahnya.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.