Ilustrasi pemeriksaan kesehatan tulang (Sumber foto: Pexels)

Cegah Tangkal Osteoporosis Sejak Dini dengan Terapi Tepat

07 June 2022   |   16:17 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Osteoporosis atau hilangnya kepadatan massa tulang kerap terjadi pada orang lanjut usia (lansia), terutama perempuan. Secara global, International Osteoporosis Foundation mencatat 21,2% wanita di atas usia 50 tahun dan 6,3% pria di atas rentang usia yang sama mengalami osteoporosis.

Di Indonesia, setidaknya 2 dari 5 penduduk berisiko mengalami kondisi tulang keropos ini. Tanpa pencegahan secara masif, diduga pada tahun 2050, sepertiga dari total penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 50 tahun berisiko terkena osteoporosis.

Spesialis Rehabilitasi Medis di Brawijaya Hospital Saharjo dr. Ibrahim Agung, Sp.KFR menerangkan bahwa osteoporosis sejatinya bisa dicegah dengan melakukan modifikasi gaya hidup terutama dengan cara menabung kesehatan tulang sejak usia dini.

Baca juga: Mengenal Teknik Pengobatan Akupunktur Medik

Dia menjelaskan pembentukan tulang akan terhenti ketika usia 18-20 tahun. Pada fase usia berikutnya, tulang akan terpakai hingga tutup usia.

Namun sayangnya, di Indonesia, tabungan untuk memperkuat massa tulang ini tidak maksimal. Anak-anak dan remaja dewasa ini kurang suplementasi vitamin D dan penyerapan kalsium. Makanan yang dikonsumsi pun kurang sehat, diperburuk oleh kurangnya aktivitas fisik.

dr. Ibrahim Agung, Sp.KFR ( Foto Dok. Brawijaya Hospital Saharjo)

dr. Ibrahim Agung, Sp.KFR ( Foto Dokumentasi Brawijaya Hospital Saharjo)


"Generasi sekarang banyak yang duduk. Belajar online, main gim dalam waktu yang panjang dengan posisi duduk, itu risiko 20-30 tahun ke depan. 18 tahun adalah masa krusial, yang sering terjadi masa menabung [untuk kesehatan tulang ini] tidak maksimal, akhirnya sebelum usia 60 tahun, tulang sudah berkurang kepadatannya," ujar Ibrahim saat diwawancarai Hypeabis.id di Brawijaya Hospital Saharjo beberapa waktu lalu.

Selain tidak maksimalnya upaya menabung kesehatan tulang sejak usia dini, ada banyak faktor yang menyebabkan osteoporosis muncul di kemudian hari. Misalnya mengonsumsi obat-obatan seperti steroid, yang bisa merangsang terjadinya osteoporosis.

Steroid kerap kali dianggap sebagai "Obat Dewa" karena memiliki efek cepat mengurangi keluhan. Obat antiradang termasuk ke dalam kelompok obat ini dan sering diresepkan untuk mengatasi nyeri sendi, radang tenggorokan, dan pasien dengan autoimun seperti Lupus.

"Namun yang bahaya, kadang orang beli sendiri obat ini tanpa resep dokter. Jangan biasakan minum ini. Apabila dikonsumsi dalam jangka panjang bisa membuat gangguan regulasi di tulang sehingga menyebabkan osteoporosis," tegas Ibrahim.

Jamu-jamuan yang bisa memberikan efek kilat namun tidak diketahui kandungan pasti di dalamnya juga perlu diwaspadai. "Harus hati-hati. Apalagi setelah minum, sakit langsung sembuh. Obat saja harus butuh proses," imbuhnya.

Faktor berikutnya yang dapat menyebabkan osteoporosis pada usia lanjut adalah kurangnya nutrisi dan suplementasi terutama vitamin D dan kalsium. Bicara soal nutrisi dan suplementasi untuk mencegah osteoporosis bisa didapat dari susu.

Bagaimana jika tidak suka susu? Ibrahim menyarankan untuk mengonsumsi makanan yang juga mengandung kalsium dalam jumlah banyak dari sayuran seperti brokoli, kacang-kacangan, atau sayuran berwarna orange dan merah. Ikan salmon juga mengandung kalsium yang tinggi. Jangan lupa juga katanya untuk berjemur guna memaksimalkan penyerapan vitamin D.

Ibrahim juga mengimbau untuk mengurangi minuman yang memicu osteoporosis seperti kopi dan alkohol lebih dari 3 gelas sehari. Jangan lupa juga untuk menghindari rokok.

Faktor yang dapat mempengaruhi osteoporosis lainnya adalah kurangnya latihan atau aktivitas fisik. Dia menerangkan bahwa dalam regulasi tulang, ada yang dinamakan proses penghancuran dan pembentukan. Tulang akan mengalami kondisi yang seimbang ketika pembentukan dan penghancuran dalam pengaturan yang baik.
 
"Osteoporosis akan terjadi ketika proses pembentukan tulang baru ini kalah dari proses penghancurannya. Apa yang bisa membuat regulasi ini baik adalah latihan. Dengan kita meletakkan kaki ke lantai, adanya hentakan, itu akan merangsang terjadinya proses perbaikan dari tulang," jelas Ibrahim.

Namun demikian, latihan fisik ini tetap harus teratur dan terukur. Tidak perlu berlebihan yang nantinya bisa berujung pada osteoarthritis atau radang sendi.

Selain faktor dari gaya hidup tersebut, mereka yang memiliki riwayat fraktur atau patah tulang juga berisiko mengalami osteoporosis relatif lebih cepat. "Misalkan pada kasus mengalami osteoporosis sebelum usia 60 tahun. Namun kapan waktu seseorang akan mengalami tidak bisa pastikan karena setiap individu berbeda-beda," tutur dokter yang menyelesaikan studi pendidikan Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Universitas Indonesia ini.

Lalu bagaimana jika ternyata risiko osteoporosis sudah ada? Ibrahim menyarankan ada baiknya wanita pada usia menginjak 45 tahun atau menjelang menopause, segera memeriksa kepadatan tulang, sementara laki-laki pada usia 50 tahun. Dia mengatakan Brawijaya Hospital Saharjo memilih USG khusus pemeriksaan kepadatan massa tulang dengan minimal radiasi. Paling utama untuk memeriksa potensi osteoporosis yakni pada tulang paha dan tulang belakang.

Apabila hasilnya kepadatan tulang masih bagus, pemeriksaan bisa diulang setahun sekali. Pasien juga bisa masuk ke dalam program rehabilitasi yang fokus terhadap latihan fisik dan memperbaiki gaya hidup untuk mempertahankan kepadatan tulang.

"Basic-nya lingkup gerak sendi harus full, kekuatan otot harus baik, keseimbangan harus baik, daya tahan jantung dan paru baik, body composition. Kalau ini sudah baik maka seseorang relatif aman," terangnya.

Namun jika ternyata sudah ada osteopenia (tahapan sebelum memasuki osteoporosis), pemeriksaan dapat diulang 6 bulan kemudian. Adapun tanda-tanda osteopenia yakni mulai ada kekeroposan tulang walaupun belum parah. Pada masa ini kata Ibrahim perlu ditangani dengan cepat dengan suplementasi yang cukup, latihan fisik, dan memulai gaya hidup sehat.

"Kalau tidak terlalu berat, terapi yang bisa dilakukan yakni nutrisi, gaya hidup, dan exercise. Jangan kita tunda-tunda, karena tulang terus dipakai.  Semua aktivitas pakai tulang. Kita harus pastikan tulang kita padat untuk menunjang seluruh aktivitas kita," tegasnya.

Nah, apabila hasil pemeriksaannya sudah dalam kondisi osteoporosis, Brawijaya Hospital Saharjo memiliki tim khusus yang terdiri dari dokter ortopedi, rehabilitasi medis, dan fisioterapi untuk menangani kasus ini. "Sudah butuh operasi belum, jika belum kita rehab dulu. Kalau saat rehab belum membaik, tanya ke ortopedi apa yang bisa dilakukan. Kami kolaborasi," ungkap Ibrahim.

Dokter akan membuat program terapi yang bertujuan untuk mengobati kondisi osteoporosis yang dialami. Terapi fokus pada perbaikan gaya hidup, penguatan otot, elastisitas sendi, dan perbaikan keseimbangan lingkup gerak sendi. Biasanya untuk mencapai itu semua membutuhkan waktu 12 minggu atau sekitar 2-3 bulan.

"Kita butuh proses dan membuat tubuh mengalami habituasi itu kira-kira 12 minggu. Hanya kalau terlalu lama, biasanya kita berikan dulu 8 kali, kalau sudah membaik, bisa dilakukan di rumah. Paling penting itu kontinuitas. Bukan ketika terapi pulang leyeh-leyeh," imbau Ibrahim.

Tentu dalam terapi diperlukan aktivitas fisik seperti aerobik, berjalan, berlari kecil, bersepeda, dan berdansa. Kemudian latihan penguatan otot dan fleksibilitas sendi. Ibrahim menuturkan tulang diliputi atau digenggam oleh otot. Apabila otot kuat, dia akan menopang tulang dengan baik.

Biasanya osteoporosis membuat otot di sekitarnya kaku karena otot berusaha mengkompensasi masalah tulang di dalamnya. Ini yang akhirnya menimbulkan nyeri namun bukan secara langsung. Dalam kondisi ini, dokter akan melakukan terapi diatermi yang menggunakan pemanasan dengan gelombang frekuensi tinggi untuk melemaskan otot.

"Setiap kaku atasi nyerinya, tingkatkan fleksibilitasnya. Tulang yang bermasalah bisa diberikan exercise untuk merangsang regulasinya sehingga terjadi keseimbangan, namun lifestyle harus diperbaiki, ini akan membuat tulang padat seterusnya," beber Ibrahim.

Adapun mereka yang menjalani terapi osteoporosis ini biasanya sudah menginjak usia di atas 60 tahun. Kemudian ada penyakit lain seperti autoimun. Atau adanya keluhan nyeri, sendi mulai kaku, tidak bisa digerakkan, mengalami gangguan keseimbangan, relatif mudah jatuh, sulit berjalan.

"Itu gejala yang harus ditatalaksana dan terapi, kita bisa lakukan terapi sesuai keluhan. Operasi diberikan ketika sudah ada fraktur. Kalau tidak, suplementasi dulu. Obat masuk, terapi masuk, didukung exercise," sebut Ibrahim.

PAKET KHUSUS PEMERIKSAAN
Brawijaya Hospital Saharjo menawarkan paket khusus pemeriksaan plus terapi sehingga bisa membuat seseorang mendapatkan one stop service hingga mendapat kondisi yang lebih baik.

Apa jadinya jika osteoporosis tidak ditatalaksana dengan baik? Ibrahim menyampaikan bahwa lansia dengan osteoporosis mudah mengalami fraktur atau patah tulang. Kalau patah di panggul, mungkin bisa diganti panggulnya. Namun jika patah di tulang belakang, akibatnya bisa buruk pada kehidupan lansia tersebut.

"Ingat ada saraf besar. Ketika tulang patah mengenai tulang belakang bahkan memberikan kompresi atau penekanan, risiko terburuk adalah kelumpuhan. Jadi harus hati-hati untuk masalah osteoporosis ini," jelas Ibrahim.

Fraktur tentu menimbulkan rasa nyeri. Lansia yang mengalami kondisi ini biasanya tidak mau menggerakkan tubuhnya dan memilih untuk berbaring saja, apalagi jika mereka mendengar harus dioperasi. Kelamaan berbaring tersebut akhirnya bisa menimbulkan komplikasi.

Aliran darah menjadi tidak bagus. Jika hanya mengalir ke kaki, dapat menimbulkan kaki bengkak. Sementara suplai darah ke otak berkurang menyebabkan risiko terjadinya pingsan ada. Terlebih jika aliran darah ke jantung dan paru-paru terganggu.

"Maka napas berisiko sesak, kaki bengkak, sendi-sendi kaku, risiko luka di bokong. Belum lagi gangguan di organ dalam. Masalah pankreas sehingga insulin tidak bagus produksinya kemudian risiko gula naik, belum lagi fungsi ginjal. Jangka panjang ada risiko sampai kematian," tegas Ibrahim.

Baca juga: Kanker Saluran Pencernaan, Kenali Lebih Baik Gejala & Faktor Risikonya!

Oleh karena itu, Ibrahim kembali mengingatkan agar melakukan pemeriksaan tulang sedini mungkin untuk mencegah terjadinya osteoporosis yang parah. Jika sudah ditemukan kondisi itu pun, dapat segera ditangani agar kondisi tidak menjadi lebih berat. "Jangan ragu untuk minum obat jika itu dibutuhkan. Tetap aktif meskipun sudah usia lanjut. Tetap aktif yang menjaga tulang tetap sehat," pesan Ibrahim. 

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

7 Ide Modifikasi Moge Buat Penggemar Pemula Harley Davidson

BERIKUTNYA

Perhatikan 6 Hal Ini Saat Kalian Mendesain Rumah dengan Gaya Tropis Modern

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: