Fahmi Mubarok dan Nuria Espallargas (Sumber gambar: European Patent Office (EPO))

Bangga! Ilmuwan Indonesia Ini Masuk dalam Nominasi European Inventor Award 2022

18 May 2022   |   07:59 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Ilmuwan material Indonesia, Fahmi Mubarok, masuk dalam nominasi European Inventor Award 2022 bersama insinyur material Spanyol, Nuria Espallargas, berkat temuan mereka yang memungkinkan bahan keramik yang tidak memiliki titik leleh dipanaskan hingga suhu tinggi, untuk disemprotkan ke komponen teknis atau industri.

Temuan pelapis keramik semprot yang inovatif ini dirancang untuk memperpanjang masa pakai komponen yang digunakan di berbagai industri, dengan cara memberikan perlindungan lebih baik pada komponen-komponen tersebut dari keausan dan paparan bahan kimia.

Industri mobil diharapkan menjadi yang pertama memanfaatkan penemuan baru ini dan diaplikasikan pada rem mobil, truk atau kereta api dan manufaktur kaca. Proyek mendatang yang direncanakan oleh European Space Agency/Badan Antariksa Eropa akan menguji seberapa baik lapisan tersebut menahan abrasi dari pasir di bulan dan Planet Mars.

"Temuan jenius karya Fahmi Mubarok dan Nuria Espallargas berhasil memecahkan masalah yang diyakini mustahil oleh para ahli di bidangnya. Mereka secara signifikan meningkatkan usia penggunaan dan daya tahan produk industri, sebuah aspek yang penting dalam ekonomi material," tutur Presiden European Patent Office (EPO) António Campinos, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Hypeabis.id, Rabu (18/5/2022).

(Baca juga: Ilmuwan Bicara Peluang Penjualan Data Kesehatan di NFT)

Fahmi dan Espallargas dinobatkan sebagai salah satu dari empat finalis dalam kategori SME atau UKM, yang mencari para penemu luar biasa di perusahaan kecil dengan kurang dari 250 karyawan dan omset tahunan kurang dari 50 juta euro. Pemenang Penghargaan Penemu Eropa EPO edisi 2022 akan diumumkan dalam upacara virtual pada 21 Juni 2022 mendatang.

Ide dibalik penemuan ini berakar pada studi doktoral yang dilakukan Espallargas dalam ilmu material dan teknik metalurgi. Espallargas tertarik pada fakta bahwa beberapa jenis pelapis keramik yang digunakan di industri karena kekuatannya, ketahanan suhu dan bobotnya yang ringan, diterapkan dalam ruang hampa namun tidak dengan penyemprotan termal di mana bahan dipanaskan hingga suhu lebih dari 2500° C dan diaplikasikan dengan pistol semprot.

Penyemprotan termal jauh lebih murah daripada menggunakan ruang hampa, dan lebih mampu menjangkau objek yang lebih luas untuk dilapisi. Sebelumnya, praktik ini dianggap mustahil karena keramik lebih cenderung menguap daripada meleleh ketika dipanaskan dengan suhu tinggi.
 


Keterbatasan dalam penelitian sebelumnya, serta adanya asumsi ketidakmungkinan ini memotivasi Espallargas untuk menemukan solusi. “Pada prinsipnya, material yang tidak memiliki titik leleh, tidak dapat digunakan dalam penyemprotan termal, hal ini membangkitkan keingintahuan saya. Saya pikir kita perlu mencari tahu bagaimana menyelesaikan ini,” kata Espallargas.

Sementara tugas Fahmi yang kala itu  tengah menempuh pendidikan doktoral di Universitas Sains dan Teknologi Norwegia (NTNU) adalah meneliti bagaimana silikon karbida – keramik, salah satu material sintetis yang paling keras – dapat disemprotkan secara termal.

Setelah beberapa kali percobaan dan kesalahan, momentum eureka mereka terjadi setelah percakapan dengan sejumlah kolega mereka dan membuat Fahmi dan Espallargas tersadar bahwa partikel silikon karbida harus dilindungi dengan sesuatu yang dapat memenuhi dua peran sekaligus.

“Saya menyadari bahwa senyawa tersebut harus mampu melindungi silikon karbida dari paparan suhu tinggi dan pada saat yang sama juga mengikat silikon karbida untuk membuat lapisan,” kata Fahmi.

Konsep melindungi partikel ini sebenarnya sudah dikenal di industri penyemprotan termal sebelumnya untuk material lain, tetapi belum pernah digunakan untuk keramik tanpa titik leleh.

Fahmi dan Espallargas akhirnya  memutuskan untuk menggunakan yttrium aluminium garnet – sejenis oksida yang dapat menahan suhu ekstrem yang digunakan dalam penyemprotan termal – untuk melapisi partikel silikon karbida.

Pada 2012, kedua ilmuwan tersebut berhasil menciptakan bubuk silikon karbida yang dapat disemprotkan secara termal yang menghasilkan lapisan yang lebih tahan lama. Setelah mengajukan paten dengan bantuan biro transfer teknologi yang ada di universitas mereka ketika penemuan itu masih dalam skala lab, keduanya mendirikan Seram Coatings.

Ini merupakan perusahaan untuk mengkomersialkan material komposit temuan mereka, yang dinamakan sebagai ThermaSiC, pada 2014. Mereka akhirnya mendapatkan hak paten atas temuan ini pada tahun 2018.

Espallargas mengatakan paten, yang diberikan pada tahun 2018, sangat penting bagi mereka untuk mendapatkan investasi. “Tanpa hak paten, akan sulit bagi kami untuk mendapatkan penanam modal. Setiap kali kami menemui siapapun yang berminat membeli sistem atau peralatan untuk mengembangkan produk ini, orang akan bertanya apakah Anda sudah mendapatkan hak paten atas temuan ini,” ungkap Espallargas.

Hingga saat ini, Seram Coatings telah menginvestasikan hampir 1 juta euro untuk membangun fasilitas semprotan termal mereka sendiri yang memudahkan mereka membuat dan menguji pelapis untuk klien di lokasi tanpa perlu menggunakan fasilitas yang disewa dari pihak ketiga.

Tim riset dan pengembangan mereka terus melakukan penelitian untuk menciptakan versi baru dari ThermaSiC dan produk dengan tujuan memasuki pasar baru. Dalam delapan sampai sepuluh tahun ke depan, Seram Coatings berpotensi untuk menjual 225.000 kg ThermaSiC per tahun. Ini artinya mencakup sekitar 2,9 persen pasar global untuk bahan baku keramik yang digunakan dalam lapisan semprot termal.

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Epidemiolog Sebut Melepas Masker di Luar Ruang Belum Tentu Aman

BERIKUTNYA

Kiat Menata Rumah Menjadi Lebih Rapi dan Nyaman

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: