Ilustrasi pakaian (Sumber gambar: Rachel Claire/Pexels)

Ketahui 5 Fakta Limbah dalam Fesyen yang Punya Emisi Besar

09 April 2022   |   16:23 WIB

Industri fesyen yang kini cenderung bergerak cepat ternyata menimbulkan masalah bagi lingkungan, di mana riset dari UN Conference of Trade and Development (UNCTD) 2019 memperlihatkan bahwa fesyen merupakan industri dengan tingkat polusi kedua tertinggi di dunia.

Hal ini diperkuat dengan beberapa fakta seperti emisi karbon yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan total emisi karbon gabungan industri jasa pengiriman dan penerbangan.

Selain itu, ini lima fakta lainnya tentang limbah fesyen yang wajib Genhype ketahui.
 

1. Variasi limbah

Jika biasanya limbah fesyen bisa diasosiasikan dengan bentuk fisik berupa sampah pakaian yang menggunung, ternyata limbah ini bisa berupa cairan lho! Setidaknya 20 persen limbah cairan berasal dari industri fesyen dengan kandungan pewarna tekstil di dalam air yang dibuang.

Limbah lain yang juga umum adalah sisa kain yang didapat dari produksi pakaian berskala kecil dan besar serta dari pakaian yang tidak terpakai yang sudah dibuang. Contohnya adalah polyester dan nilon yang membutuhkan waktu antara 20-200 tahun hingga bisa terurai.

Ada juga katun, terutama yang 100 persen, yang bisa terurai secara alami dalam hitungan minggu hingga 5 bulan, sedangkan bahan linen bisa terurai dalam dua minggu. 
 

2. Dampak dengan krisis iklim

Emisi karbon dari industri fesyen yang besar terjadi pada setiap tahapan, mulai dari produksi sampai sudah jadi. Ada pun hal ini terkait dengan penggunaan air, bahan kimia, serta mikroplastik pada serat tekstil yang didominasi oleh bahan sintetis atau campuran.

Untuk masalah air, fesyen cenderung menyerap sumber daya air yang banyak. Contohnya adalah produksi satu potong jins yang membutuhkan 7.500 liter air dan sehelai kaus katun yang membutuhkan 700 galon air yang setara dengan kebutuhan harian seseorang selama beberapa tahun.
 

3. Budaya fast fashion punya andil

Fast fashion yang cenderung cepat dalam produksi pakaian dan menggunakan bahan baku yang buruk dan murah punya andil dalam masalah limbah seiring dengan peningkatan konsumsi produk yang terus menerus terjadi di kalangan masyarakat.

Fast fashion populer karena harganya murah dan modelnya yang sedang tren di kalangan anak muda, sehingga produsen cenderung meningkatkan produksi dengan merilis hingga belasan hingga 40 koleksi dalam satu tahun.
 

4. Perilaku konsumtif

Kegiatan berbelanja baju baru dalam periode tertentu ternyata bisa berdampak pada pemborosan pada pengeluaran dan pada penyimpanan. Dampaknya, ada baju yang hanya terpakai satu-dua kali saja dan tidak cukup disimpan dalam lemari yang tersedia.

Untuk mengatasi hal ini, Genhype bisa memakai satu baju yang sudah dimiliki untuk beberapa kali dan memiliki variasi pakaian untuk berbagai acara. Salah satunya adalah memiliki pakaian berwarna monokrom, misalnya hitam, cokelat, dan biru serta pakaian dasar seperti celana jins, kaos oblong, dan sepatu putih.
 

5. Kiat sederhana

Untuk mengurangi limbah fesyen yang ada, cara sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan mendonasikan pakaian untuk orang-orang yang membutuhkan, garage sale, dan reform atau mendesain ulang pakaian yang sudah ada.

Aplikasi ini bisa dilakukan dengan menyimpan pakaian yang masih bisa dipakai dari generasi sebelumnya seperti koleksi milik orang tua atau saudara, mewarnai pakaian menjadi warna hitam pekat jika modelnya kurang disukai, serta menjahit ulang atau memotong agar bisa dikenakan.


Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

88rising & Coachella Luncurkan Koleksi NFT Head in the Clouds Forever

BERIKUTNYA

Mau Puasa? Ibu Hamil Wajib Perhatikan 7 Hal Ini

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: