Ine Aya' (Dok. Holland Festival)

Ine Aya': Opera Anak Bangsa yang Angkat Isu Deforestasi Kalimantan

10 June 2021   |   11:43 WIB
Image
Nirmala Aninda Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Komposer Indonesia Nursalim Yadi Anugerah berkolaborasi dengan pustakawan dan sutradara Belanda, Miranda Lakerveld, dalam karya opera baru yang mengambil tema deforestasi yang makin meluas berjudul Ine Aya'.

Ine Aya’, sebuah produksi oleh World Opera Lab, Holland Festival dan Balaan Tumaan Ensemble, tayang perdana di dunia pada 9 Juni 2021 selama Holland Festival 2021 di Amsterdam. 

Opera ini juga disiarkan langsung pada 11 Juni 2021 pukul 17:00 di Belanda dan pukul 22:00 Waktu Indonesia Barat.

Karya ini didasarkan pada dua karya klasik, satu dari budaya Timur dan satu dari budaya Barat: epos Kayan Takna’ Lawe’ dan Der Ring des Nibelungen karya Richard Wagner.

Kedua cerita tersebut membahas tentang pentingnya menghormati alam dan sumber daya alamnya. 

Dengan menyatukan dua alur cerita, mereka menghubungkan tradisi budaya Kayan Kalimantan yang kaya dengan mitologi Barat dalam interpretasi Wagner. 

Hasilnya adalah perpaduan musik dan teater yang menggugah dari dua budaya yang saling terkait dalam banyak hal.

"Ine Aya’ berakar pada warisan immaterial Kalimantan. Ansambel memainkan instrumen tradisional Kayan seperti sape, instrumen yang agak mirip kecapi, dan kaldi, mouth-organ serta instrumen Barat," ungkap Holland Festival melalui website resminya.

Dalam Ine Aya' dua budaya saling berdialog, yaitu budaya Kayan dari Indonesia dan budaya Belanda/Eropa Utara, memiliki sejumlah kesamaan. 

Dewi Bumi bernama Erda di Eropa Utara dan Ine Aya’ di antara orang Kayan, sedangkan dewa bernama Wotan di Wagner disebut Hingaan Jaan oleh orang Kayan. 

Dalam kedua karya tersebut, suatu hari seorang dewa datang untuk mengambil alih pengetahuan dan kekuatan pohon itu. Tapi dewi bumi menghukumnya dan membiarkan cabang dan batang tumbuh dan terjalin dengan dia sampai dia terjebak. 

Pohon itu perlahan mati akibat pertempuran ini. Generasi yang lebih muda mencoba melindungi pohon dari serangan luar lebih lanjut.

"Apapun nama dan mitos yang dipercaya, pada akhirnya semua manusia di muka bumi ini saling terhubung satu sama lain. Suka atau tidak suka, orang-orang di seluruh dunia terhubung sebagai akibat dari masa lalu kolonial, atau baru-baru ini oleh globalisasi dan perilaku konsumen yang menyertainya. Semua lapisan ini menyatu dalam Ine Aya’," tulis penyelenggara.

Komposer muda Indonesia Nursalim Yadi Anugerah dan kelompok ensemblenya, Balaan Tumaan, telah melakukan penelitian ekstensif tentang tradisi musik Kayan dan Takna’ Lawe’ selama bertahun-tahun. Dia sebelumnya membuat opera HNNUNG, berdasarkan Takna’ Lawe’.

Dia juga menulis musik untuk proyek REWILD, tentang deforestasi di Kalimantan, serta sebagian musik untuk The Planet - A Lament karya Garin Nugroho, yang juga bisa disaksikan di Holland Festival tahun ini.

Adapun, World Opera Lab Miranda Lakerveld telah membuat karya opera antar budaya di mana perbedaan budaya dijembatani dan tema sosial dihubungkan dengan karya opera.

Lakerveld dan Anugerah bertemu di Indonesia dan memutuskan untuk bekerjasama. Lakerveld dan Yadi Anugerah melakukan penelitian mereka meskipun keadaan sulit yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Bersama-sama, mereka mencari kesamaan dalam mitos dan musik. Atas dasar itu, mereka mengembangkan sebuah naskah di mana setiap budaya akan masuk ke dalam dirinya sendiri secara setara.

GenHype yang berdomisili di Indonesia dapat menyaksikan opera ini secara gratis melalui link berikut! Siaran langsung juga akan dilengkapi dengan subtitle dalam Bahasa Inggris, Belanda, dan Bahasa Indonesia.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Akhirnya Game Overwatch Bakal Bisa Dimainkan Lintas Platform

BERIKUTNYA

Intip Beberapa Cara Mudah untuk Lakukan Self Healing

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: