5 Faktor Masyarakat Indonesia Alami Masalah Gigi dan Mulut
22 March 2022 |
21:46 WIB
Mayoritas masyarakat Indonesia mengalami permasalahan pada gigi dan mulut. Hal ini berdampak pada kualitas hidup mereka. Selain harus mengalami sakit gigi dan gusi serta risiko kesehatan lainnya, mereka terkadang kurang percaya diri untuk leluasa berinteraksi akibat gigi yang rusak, tidak rapi, tanggal, maupun bau mulut.
Permasalahan gigi masyarakat Indonesia ternyata disebabkan oleh beberapa faktor. Apa saja? Simak penjelasannya berikut ini.
Permasalahan gigi masyarakat Indonesia ternyata disebabkan oleh beberapa faktor. Apa saja? Simak penjelasannya berikut ini.
1. Kurang kesadaran
Menteri Kesehatan Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut mayoritas masyarakat Indonesia abai terhadap kesehatan gigi dan mulut mereka. Tidak sedikit dari mereka yang malas untuk menggosok gigi. Tercatat rata-rata pada usia 35-44 tahun masyarakat Indonesia sudah kehilangan 2 giginya. Faktanya, rata-rata di usia 65 tahun masyarakat Indonesia sudah kehilangan 11 giginya.
"Edukasi dan sinergi dari berbagai pihak, termasuk kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut akan membuka harapan untuk mencapai target Indonesia Bebas Karies 2030," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (22/3/2022).
"Edukasi dan sinergi dari berbagai pihak, termasuk kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut akan membuka harapan untuk mencapai target Indonesia Bebas Karies 2030," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (22/3/2022).
2. Salah metode
Head of Professional Marketing Beauty and Personal Care Unilever Indonesia, drg. Ratu Mirah Afifah menyebut berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, 94,7 persen masyarakat Indonesia rutin menggosok gigi dua kali sehari. Namun demikian, hanya 2,8 persen diantaranya yang menyikat gigi pada waktu yang tepat, yakni setelah sarapan dan malam sebelum tidur. "Banyak masyarakat Indonesia yang menyikat gigi di waktu yang salah, yakni waktu mandi," tegasnya.
3. Enggan dan telat ke dokter gigi
Kementerian Kesehatan mencatat 94,9 persen masyarakat perkotaan tidak pernah ke dokter gigi dalam setahun terakhir. Dari 57,6 persen, hanya 10,2 persen yang berkunjung ke dokter gigi untuk selesaikan masalah gigi dan mulutnya. "Sayangnya ketika datang, giginya sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Datanglah sebelum masalah bereskalasi, sehingga risiko gigi tanggal bisa dihindari," tegas Mirah.
4. Konsultasi bukan ke dokter gigi
drg. Usman Sumantri, MSc, Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), menyebut banyak masyarakat memperbaiki tampilan gigi bukan ke dokternya. Misalnya memasang behel di tukang gigi tanpa sertifikasi. Penanganan yang tidak tepat justru dapat membuat gigi rusak.
5. Persebaran dokter gigi yang belum merata dan faktor biaya
Usman menjelaskan saat ini jumlah dokter gigi di Indonesia masih belum ideal. Jika dibandingkan dengan rekomendasi WHO yaitu 1 dokter gigi untuk 7.500 orang, di Indonesia 1 dokter gigi bertugas melayani 9.565 orang. Selain itu, keberadaan dokter gigi, terlebih dokter gigi spesialis, memang masih terpusat di perkotaan. Dari data-data ini terlihat bahwa ketidaksetaraan akses terhadap dokter gigi masih menjadi masalah.
"Beberapa langkah strategis yang bisa diambil antara lain adalah meningkatkan produksi lulusan dokter gigi dengan cara menambah program studi kedokteran gigi dan spesialis, serta peran pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang kerja yang baik,” tutur Usman.
Editor: Gita Carla
"Beberapa langkah strategis yang bisa diambil antara lain adalah meningkatkan produksi lulusan dokter gigi dengan cara menambah program studi kedokteran gigi dan spesialis, serta peran pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang kerja yang baik,” tutur Usman.
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.