Hindari Penipuan Kencan, Ini Beberapa Hal yang Harus Diwaspadai
18 March 2022 |
12:39 WIB
Jagat Twitter sempat diramaikan dengan pengakuan seseorang yang mengatakan bahwa dia merupakan salah satu korban penipuan dari seorang pria lewat aplikasi kencan daring. Karena utas (thread) yang diunggah akun @malamtanpakata itu pun, banyak warganet yang kembali membicarakan soal film The Tinder Swindler.
Film The Tinder Swindler sendiri merupakan dokumenter yang berangkat dari kisah nyata tentang penipuan yang dilakukan seorang pemuda asal Tel Aviv, Israel, Shimon Hayut kepada banyak wanita melalui aplikasi kencan daring Tinder.
Dokumenter ini bercerita tentang Hayut, yang bukan siapa-siapa, mengubah jati dirinya sebagai 'orang penting' dengan menipu, memanipulasi, mengancam perempuan lewat aplikasi kencan, Tinder. Dia disebut telah menipu banyak perempuan hingga US$10 juta.
Persoalan ini terjadi bukan karena korban yang mudah tertipu. Lebih dari itu, ada serangkaian modus yang telah disiapkan oleh pelaku untuk meyakinkan calon korbannya, sehingga dia mendapatkan apa yang diincar.
[Baca juga: Hindari Penipuan Dating Apps, Ini 5 Pelajaran Penting dari Tinder Swindler]
Psikolog Gita Yolanda menjelaskan biasanya pelaku penipuan semacam itu akan mulai dengan membuat persona di media sosial sehingga orang-orang percaya bahwa dia adalah seseorang yang kaya raya dan mapan. Setelah itu, dia akan terus mengatur persona yang telah dibangunnya itu.
“Karena ada penelitian yang bilang bahwa kita tuh akan lebih percaya pada seseorang yang media sosialnya sering update. Sekarang kan kita kalau mau tahu seseorang, pasti buka media sosialnya,” kata Gita saat dihubungi Hypeabis.id, Jumat (18/3/2022).
Sayangnya, lanjut Gita, banyak orang yang lupa bahwa apa yang ditampilkan di media sosial itu adalah persona seseorang yang dibuat. Dengan kata lain, persona itulah yang ingin mereka buat dan tampilkan. “Kita sering lupa bahwa apa yang ditampilkan adalah tidak sama dengan kenyataannya, makanya orang-orang mudah terjebak,” imbuhnya.
Setelah berhasil membangun persona yang ideal di media sosial, para pelaku penipuan kencan itu biasanya akan melakukan hal-hal yang luar biasa sempurna yang tampaknya akan mustahil dilakukan orang pada umumnya yang baru dikenal.
Misalnya, dalam film The Tinder Swindler, Hayut yang mengaku sebagai Simon Leviev, langsung mengajak para korbannya di awal kencan, untuk bertemu di tempat-tempat yang mewah menggunakan jet pribadi ke luar negeri.
“Itu tuh it’s too good to be true enggak sih? Harusnya kita tuh skeptis tentang hal-hal seperti itu karena jarang banget terjadi,” ucap Gita.
[Baca juga: Tinder Swindler Versi Indonesia Viral, Pria Ini Sudah Tipu Banyak Orang]
Hal yang juga harus patut diwaspadai adalah ketika seseorang yang baru dikenal itu melakukan love bombing. Seperti artinya, bom cinta adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi seseorang dengan menunjukkan perhatian dan kasih sayang. Hal ini dapat digunakan dengan cara yang berbeda-beda dan untuk tujuan positif atau negatif.
Dalam kasus di film The Tinder Swindler, hal itu terjadi ketika Simon melakukan komunikasi yang intens dengan calon korbannya, menjanjikan kehidupan masa depan yang indah, dan mengajak untuk tinggal bersama. Hal itu terjadi hanya dalam kurun waktu tiga bulan.
Melihat hal ini, Gita justru menyebut bahwa love bombing adalah red flag atau tanda waspada dari seseorang. Menurutnya, dengan adanya love bombing, seseorang harusnya mulai sadar dan curiga dengan perlakuan tersebut.
“Orang kadang lupa, seberapa besar mereka terbuka soal kehidupannya tidak berjalan lurus dengan seberapa mau mereka komitmen dengan sebuah hubungan,” terang Gita.
Walhasil, ketika pelaku penipuan itu sudah melancarkan segala modusnya itu untuk membuat seseorang percaya bahkan akhirnya jatuh cinta, Gita mengatakan bahwa seringkali logika kita dalam membuat keputusan tidak setenang ketika tidak mengalami jatuh cinta.
Hal itu terjadi karena ketika jatuh cinta, kata Gita, seseorang lebih dikuasai dengan emosinya sehingga tidak terlalu sadar dengan hal-hal yang sebenarnya negatif atau buruk dari orang yang disukai itu. “Makanya penting juga untuk mendengarkan pendapat dari teman atau keluarga kita,” ucap Gita.
Editor: Gita Carla
Film The Tinder Swindler sendiri merupakan dokumenter yang berangkat dari kisah nyata tentang penipuan yang dilakukan seorang pemuda asal Tel Aviv, Israel, Shimon Hayut kepada banyak wanita melalui aplikasi kencan daring Tinder.
Dokumenter ini bercerita tentang Hayut, yang bukan siapa-siapa, mengubah jati dirinya sebagai 'orang penting' dengan menipu, memanipulasi, mengancam perempuan lewat aplikasi kencan, Tinder. Dia disebut telah menipu banyak perempuan hingga US$10 juta.
Persoalan ini terjadi bukan karena korban yang mudah tertipu. Lebih dari itu, ada serangkaian modus yang telah disiapkan oleh pelaku untuk meyakinkan calon korbannya, sehingga dia mendapatkan apa yang diincar.
[Baca juga: Hindari Penipuan Dating Apps, Ini 5 Pelajaran Penting dari Tinder Swindler]
Psikolog Gita Yolanda menjelaskan biasanya pelaku penipuan semacam itu akan mulai dengan membuat persona di media sosial sehingga orang-orang percaya bahwa dia adalah seseorang yang kaya raya dan mapan. Setelah itu, dia akan terus mengatur persona yang telah dibangunnya itu.
“Karena ada penelitian yang bilang bahwa kita tuh akan lebih percaya pada seseorang yang media sosialnya sering update. Sekarang kan kita kalau mau tahu seseorang, pasti buka media sosialnya,” kata Gita saat dihubungi Hypeabis.id, Jumat (18/3/2022).
Ilustrasi kencan (Sumber gambar: Katerina Holmes/Pexels)
Setelah berhasil membangun persona yang ideal di media sosial, para pelaku penipuan kencan itu biasanya akan melakukan hal-hal yang luar biasa sempurna yang tampaknya akan mustahil dilakukan orang pada umumnya yang baru dikenal.
Misalnya, dalam film The Tinder Swindler, Hayut yang mengaku sebagai Simon Leviev, langsung mengajak para korbannya di awal kencan, untuk bertemu di tempat-tempat yang mewah menggunakan jet pribadi ke luar negeri.
“Itu tuh it’s too good to be true enggak sih? Harusnya kita tuh skeptis tentang hal-hal seperti itu karena jarang banget terjadi,” ucap Gita.
[Baca juga: Tinder Swindler Versi Indonesia Viral, Pria Ini Sudah Tipu Banyak Orang]
Hal yang juga harus patut diwaspadai adalah ketika seseorang yang baru dikenal itu melakukan love bombing. Seperti artinya, bom cinta adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi seseorang dengan menunjukkan perhatian dan kasih sayang. Hal ini dapat digunakan dengan cara yang berbeda-beda dan untuk tujuan positif atau negatif.
Dalam kasus di film The Tinder Swindler, hal itu terjadi ketika Simon melakukan komunikasi yang intens dengan calon korbannya, menjanjikan kehidupan masa depan yang indah, dan mengajak untuk tinggal bersama. Hal itu terjadi hanya dalam kurun waktu tiga bulan.
Melihat hal ini, Gita justru menyebut bahwa love bombing adalah red flag atau tanda waspada dari seseorang. Menurutnya, dengan adanya love bombing, seseorang harusnya mulai sadar dan curiga dengan perlakuan tersebut.
“Orang kadang lupa, seberapa besar mereka terbuka soal kehidupannya tidak berjalan lurus dengan seberapa mau mereka komitmen dengan sebuah hubungan,” terang Gita.
Walhasil, ketika pelaku penipuan itu sudah melancarkan segala modusnya itu untuk membuat seseorang percaya bahkan akhirnya jatuh cinta, Gita mengatakan bahwa seringkali logika kita dalam membuat keputusan tidak setenang ketika tidak mengalami jatuh cinta.
Hal itu terjadi karena ketika jatuh cinta, kata Gita, seseorang lebih dikuasai dengan emosinya sehingga tidak terlalu sadar dengan hal-hal yang sebenarnya negatif atau buruk dari orang yang disukai itu. “Makanya penting juga untuk mendengarkan pendapat dari teman atau keluarga kita,” ucap Gita.
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.