Desainer Wignyo Kreasikan Limbah Tekstil pada Koleksi Batik Kultural
18 February 2022 |
18:31 WIB
Sebagai salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia, industri fesyen secara perlahan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan untuk menciptakan industri yang lebih berkelanjutan. Prinsip ini turut diaplikasikan oleh para pelaku fesyen Tanah Air, tidak hanya melalui desain dan penggunaan material namun juga kesejahteraan pekerjanya.
Desainer Wignyo Rahadi baru-baru ini menerapkan konsep daur ulang pada dua koleksi batik terbarunya yang dia luncurkan di Jakarta Fashion Trend 2022 pada 9 Februari 2022 lalu.
Dua koleksi dengan tema keberlanjutan dan batik kultural ini, dia rilis dengan mengangkat filosofi budaya dua daerah di Indonesia melalui kerjasama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta dan Jember.
Pada kedua koleksi ini Wignyo memanfaatkan sisa-sisa potongan bahan tenun Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang selama ini tidak terpakai dan berakhir menjadi limbah tekstil.
"Sesuai dengan tema FashionArt yang diangkat oleh Jakarta Fashion Trend 2022, saya mengeksplorasi desain dengan teknik aplikasi perca untuk merangkai potongan bahan tenun ATBM yang terinspirasi dari ragam hias kain Nusantara kemudian dirancang menjadi gaya pakaian urban yang artistik," ujar Founder dan CEO Tenun Gaya, Wignyo Rahadi.
Koleksi pertama bertajuk DAUR mengaplikasikan konsep sustainable fashion dengan mengolah limbah kain tenun ATBM dan menggunakan koleksi patchwork yang telah dibuat sejak 2012. Warna dan motif pada kain yang didominasi warna oranye abu-abu dan abu-abu menampilkan karakteristik kota Jakarta yang elegan dan penuh semangat.
Sementara itu, koleksi keduanya mengangkat wastra batik Banyuwangi dengan mengapresiasi budaya suku Osing, suku asli Banyuwangi, Jawa Timur, pada motifnya. Desain ini dia aplikasikan dalam koleksi modest wear yang terinspirasi dari elegansi dan estetika gaya muslimah yang praktikal.
Adapun, motif batik Banyuwangi yang digunakan antara lain Gajah Oling, Kangkung Setingkes, Alas Kobong, Cendrawasih, Moto Pitik, Sisik Melik, Gedekan, Kawung dan Sekar Jagad. Warna yang digunakan pada koleksi OSING menggunakan palet yang elegan mulai dari merah marun, ungu, hingga cokelat.
Dengan mengolah kembali limbah fesyen, sebagai pelaku industri Wignyo dapat melakukan efisiensi bahan baku yang menekan biaya produksi. Dia membuktikan bahwa konsep berkelanjutan secara signifikan dapat membantu sektor fesyen bertahan di tengah pandemi.
Di samping mendorong pengolahan limbah tekstil untuk menciptakan pakaian agar memiliki daya pakai tinggi, Wignyo juga menerapkan konsep berkelanjutan pada pengrajin di workshop Tenun Gaya di Sukabumi, Jawa Barat.
Dia memberikan kelas pelatihan keterampilan proses tenun pada pengrajin lokal untuk mendukung produktivitas yang dapat menjadi sumber pendapatan tambahan keluarga.
Editor: Gita
Desainer Wignyo Rahadi baru-baru ini menerapkan konsep daur ulang pada dua koleksi batik terbarunya yang dia luncurkan di Jakarta Fashion Trend 2022 pada 9 Februari 2022 lalu.
Dua koleksi dengan tema keberlanjutan dan batik kultural ini, dia rilis dengan mengangkat filosofi budaya dua daerah di Indonesia melalui kerjasama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta dan Jember.
Pada kedua koleksi ini Wignyo memanfaatkan sisa-sisa potongan bahan tenun Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang selama ini tidak terpakai dan berakhir menjadi limbah tekstil.
Koleksi Batik DAUR Wignyo Rahadi. (Dok. Tenun Gaya)
"Sesuai dengan tema FashionArt yang diangkat oleh Jakarta Fashion Trend 2022, saya mengeksplorasi desain dengan teknik aplikasi perca untuk merangkai potongan bahan tenun ATBM yang terinspirasi dari ragam hias kain Nusantara kemudian dirancang menjadi gaya pakaian urban yang artistik," ujar Founder dan CEO Tenun Gaya, Wignyo Rahadi.
Koleksi pertama bertajuk DAUR mengaplikasikan konsep sustainable fashion dengan mengolah limbah kain tenun ATBM dan menggunakan koleksi patchwork yang telah dibuat sejak 2012. Warna dan motif pada kain yang didominasi warna oranye abu-abu dan abu-abu menampilkan karakteristik kota Jakarta yang elegan dan penuh semangat.
Sementara itu, koleksi keduanya mengangkat wastra batik Banyuwangi dengan mengapresiasi budaya suku Osing, suku asli Banyuwangi, Jawa Timur, pada motifnya. Desain ini dia aplikasikan dalam koleksi modest wear yang terinspirasi dari elegansi dan estetika gaya muslimah yang praktikal.
Adapun, motif batik Banyuwangi yang digunakan antara lain Gajah Oling, Kangkung Setingkes, Alas Kobong, Cendrawasih, Moto Pitik, Sisik Melik, Gedekan, Kawung dan Sekar Jagad. Warna yang digunakan pada koleksi OSING menggunakan palet yang elegan mulai dari merah marun, ungu, hingga cokelat.
Koleksi Batik OSING Wignyo Rahadi. (Dok. Tenun Gaya)
Dengan mengolah kembali limbah fesyen, sebagai pelaku industri Wignyo dapat melakukan efisiensi bahan baku yang menekan biaya produksi. Dia membuktikan bahwa konsep berkelanjutan secara signifikan dapat membantu sektor fesyen bertahan di tengah pandemi.
Di samping mendorong pengolahan limbah tekstil untuk menciptakan pakaian agar memiliki daya pakai tinggi, Wignyo juga menerapkan konsep berkelanjutan pada pengrajin di workshop Tenun Gaya di Sukabumi, Jawa Barat.
Dia memberikan kelas pelatihan keterampilan proses tenun pada pengrajin lokal untuk mendukung produktivitas yang dapat menjadi sumber pendapatan tambahan keluarga.
Editor: Gita
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.