Pameran "Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak" Akan Dihelat Bulan Ini
21 January 2022 |
15:15 WIB
Galeri Nasional Indonesia bersama Goethe-Institut Indonesien akan menjadi tuan rumah Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” pada 28 Januari–27 Februari 2022. Acara ini menghadirkan koleksi Galeri Nasional Indonesia dalam balutan narasi asal-usul koleksi dan hubungan interpersonal antara para seniman.
Dalam siaran pers yang diterima oleh Hypeabis.id, disebutkan bahwa pameran ini merupakan bagian dari Collecting Entanglements and Embodied Histories, proyek dialog kuratorial jangka panjang yang diprakarsai oleh Goethe-Institut.
Goethe-Institut bekerja sama dengan 4 institusi penting di Thailand, Singapura, Jerman, dan Indonesia: MAIIAM Contemporary Art Museum, Singapore Art Museum, Hamburger Bahnhof (bagian dari Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin di Jerman), dan Galeri Nasional Indonesia.
Pameran diadakan di setiap negara dengan menampilkan koleksi karya dari keempat institusi tersebut. Setiap pameran memiliki narasi kuratorial yang berbeda dari masing-masing kurator: Anna-Catharina Gebbers (Jerman), Gridthiya Gaweewong (Thailand), June Yap (Singapura)—dan Grace Samboh (Indonesia) yang merupakan kurator Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” ini.
Selain koleksi keempat institusi, Pameran “Para Sekutu…” juga menghadirkan pilihan karya dari Museum Seni Rupa dan Keramik - Unit Pengelola Museum Seni dan beberapa koleksi pribadi, serta arsip-arsip bersejarah.
(Baca juga: Ini Pameran Galeri Nasional Indonesia pada Akhir Bulan Ini)
Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” berangkat dari kerinduan untuk menikmati koleksi Galeri Nasional Indonesia—yang berjumlah hampir 2.000 karya dan baru segelintir yang
pernah dipamerkan kepada publik—juga dari ketertarikan untuk menelusuri awal mula koleksi dan institusi ini.
Penjelajahan kuratorial Grace Samboh mencermati dua pameran bersejarah di Galeri Nasional Indonesia, yaitu “Paris-Jakarta 1950-1960” pada 1992 dan “Pameran Seni Kontemporer dari Negara-Negara Non Blok” pada 1995.
Penjelajahan ini memunculkan beberapa pertanyaan seputar relasi di antara seniman dan negara yang terlibat dalam pameran. Apa yang dapat kita pelajari dari berbagai pertukaran tersebut? Apakah pertukaran-pertukaran itu semata gerak-gerik simbolik? Seperti apa hubungan para seniman? Betulkah terjadi pertukaran di antara para perorangan seniman ini?
Perenungan atas pertanyaan ini mewujud dalam 5 bagian pameran, yang diberi judul Guyub, Keberpihakan, Kenduri, Kekerabatan, dan Daya.
Editor: Avicenna
Dalam siaran pers yang diterima oleh Hypeabis.id, disebutkan bahwa pameran ini merupakan bagian dari Collecting Entanglements and Embodied Histories, proyek dialog kuratorial jangka panjang yang diprakarsai oleh Goethe-Institut.
Goethe-Institut bekerja sama dengan 4 institusi penting di Thailand, Singapura, Jerman, dan Indonesia: MAIIAM Contemporary Art Museum, Singapore Art Museum, Hamburger Bahnhof (bagian dari Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin di Jerman), dan Galeri Nasional Indonesia.
Pameran diadakan di setiap negara dengan menampilkan koleksi karya dari keempat institusi tersebut. Setiap pameran memiliki narasi kuratorial yang berbeda dari masing-masing kurator: Anna-Catharina Gebbers (Jerman), Gridthiya Gaweewong (Thailand), June Yap (Singapura)—dan Grace Samboh (Indonesia) yang merupakan kurator Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” ini.
Selain koleksi keempat institusi, Pameran “Para Sekutu…” juga menghadirkan pilihan karya dari Museum Seni Rupa dan Keramik - Unit Pengelola Museum Seni dan beberapa koleksi pribadi, serta arsip-arsip bersejarah.
(Baca juga: Ini Pameran Galeri Nasional Indonesia pada Akhir Bulan Ini)
Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” berangkat dari kerinduan untuk menikmati koleksi Galeri Nasional Indonesia—yang berjumlah hampir 2.000 karya dan baru segelintir yang
pernah dipamerkan kepada publik—juga dari ketertarikan untuk menelusuri awal mula koleksi dan institusi ini.
Penjelajahan kuratorial Grace Samboh mencermati dua pameran bersejarah di Galeri Nasional Indonesia, yaitu “Paris-Jakarta 1950-1960” pada 1992 dan “Pameran Seni Kontemporer dari Negara-Negara Non Blok” pada 1995.
Penjelajahan ini memunculkan beberapa pertanyaan seputar relasi di antara seniman dan negara yang terlibat dalam pameran. Apa yang dapat kita pelajari dari berbagai pertukaran tersebut? Apakah pertukaran-pertukaran itu semata gerak-gerik simbolik? Seperti apa hubungan para seniman? Betulkah terjadi pertukaran di antara para perorangan seniman ini?
Perenungan atas pertanyaan ini mewujud dalam 5 bagian pameran, yang diberi judul Guyub, Keberpihakan, Kenduri, Kekerabatan, dan Daya.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.