sumber gambar ilustrasi : ThisIsEngineering dari Pexels

Komunitas Salihara Arts Center Menggelar Seri Kelas Bahas Filsafat

13 January 2022   |   13:35 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Komunitas Salihara Arts Center mengadakan seri kelas filsafat yang membahas fenomena dunia digital yang dialami dan berbagai perubahannya dari perspektif antropologi, etika, dan epistemologi. Seri kelas filsafat ini akan dilaksanakan  dalam 3 putaran.

Pertama, perspektif antropologi (Februari), yang akan membahas bagaimana eksistensi pikiran manusia ketika berhadapan dengan “kemayaan realitas” di dunia digital. 

Kedua, perspektif etika (Mei), yang akan membahas berbagai cabang filsafat Barat dari yang klasik hingga mutakhir dalam mempersepsikan dunia virtual. 

Ketiga, perspektif epistemologi (November), yang akan membahas kata-kata kunci terpenting dari filsafat Barat kontemporer (demokrasi dan sosialitas) dan kaitannya dengan watak dunia digital. 
 
Pada putaran pertama dan kedua, kelas diampu oleh Reza A.A. Wattimena, yakni peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Adapun pada putaran ketiga kelas diampu oleh F. Budi Hardiman yang merupakan alumnus Hochschule für Philosophie München dan pengajar di Universitas Pelita Harapan. 

Reza A.A. Wattimena, pengampu kelas sekaligus penulis buku Urban Zen (2021), menuturkan bahwa dunia digital banyak memberikan pengaruh baik terhadap cara berpikir, pola hubungan antar sesama manusia, dan pemaknaan identitas.

“Makna kenyataan dan identitas berubah total. Kenyataan tidak lagi sekadar kenyataan fisik, tetapi juga kenyataan digital yang dibentuk oleh angka dan algoritma," katanya dalam siaran pers yang diterima Hypeabis.id.  

Dia menuturkan pola hubungan antar manusia pun berubah. Ada peluang kemajuan, sekaligus ancaman kehancuran peradaban. Filsafat-filsafat sebelumnya tidak lagi mampu menanggapi kompleksitas yang terjadi. Jadi, diperlukan pemaknaan reflektif dan kritis yang lebih sesuai.

Dunia digital mengubah hidup manusia, dan bahkan mengubah jati diri kita sebagai manusia.

Diskusi-diskusi yang berlangsung ingin memberikan kejernihan pemahaman atas revolusi digital yang terjadi, sekaligus menawarkan arah, sehingga keseimbangan hidup bisa terjaga di masa revolusi digital ini.

Pertemuan pertama dimulai dengan sub materi “Zen, Ilusi Ego dan Internet” yang membahas bagaimana Zen dapat membantu memahami ego di era digital. Pertemuan kedua “Nietzsche dan Cyborg” akan berdiskusi tentang konsep “manusia atas” dari Nietzsche yang telah mengantisipasi realitas pascahumanisme antara manusia dan mesin.

Pertemuan ketiga “Neurofilosofi dan Manusia Digital” akan membahas perkembangan baru dalam neurofilosofi yang telah banyak mengubah pemahaman kita tentang kesadaran di era digital. 

Pertemuan terakhir “Panpsikisme dan Kesadaran Digital” akan membahas sejauh mana dunia digital mendukung panpsikisme yaitu sebuah pemahaman bahwa semua hal termasuk benda-benda yang ada di dunia memiliki kesadarannya masing-masing.

Koordinator program edukasi Komunitas Salihara Arts Center, Rebecca Kezia memaparkan bagaimana teknologi berkembang begitu pesat dan memainkan peran penting terutama pada masa pandemi ini. 

“Kita melihat dan merasakan bagaimana teknologi berkembang pesat dan sejumlah peranti di dalamnya memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Apalagi di masa pandemi yang membatasi ruang gerak kita di dunia fisik, kian mempercepat keakraban kita dengan teknologi dan ruang-ruang digital,” katanya.

Dia menuturkan Komunitas Salihara ingin mengajak publik memaknai perubahan dan kenyataan hari ini melalui pemikiran filsafat dari sejumlah tokoh penting seperti Nietzsche, Kant, Marx hingga prinsip pemikiran Buddhisme.

Program Kelas Filsafat ini niscaya dapat merawat ruang berpikir kritis publik melalui sejarah dan teori para pemikir dunia. 

Rebecca juga mengatakan bahwa Komunitas Salihara selalu mengambil tema-tema yang spesifik berkaitan dengan isu sosial, politik, bahkan fenomena-fenomena terkini di dunia digital yang semakin marak selama pembatasan sosial di masa pandemi. 

Tema pilihan tersebut kemudian dilihat dari kacamata filsafat bukan sebagai kebenaran cara pandang yang tunggal tapi jalan untuk melihat suatu isu dengan lebih luas dan kritis.


Editor: Indyah Sutriningrum

SEBELUMNYA

Informasi Lengkap Booster Vaksin Covid-19: Apa itu Homolog & Heterolog, Jenis Vaksin, dan Tempat Pelaksanaan

BERIKUTNYA

Ikut Kemitraan Ngikan Yuk! Bisa Autopilot & Capai Omzet Hingga Ratusan Juta

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: