Bukan Tren Baru, Begini Kata Pakar Budaya soal Spirit Doll
05 January 2022 |
20:12 WIB
Belakangan ini warganet dihebohkan dengan fenomena spirit doll. Beberapa artis Tanah Air seperti Ivan Gunawan, Celine Evangelista, dan Ruben Onsu memiliki boneka arwah yang mereka rawat layaknya bayi, dari mulai memakaikannya baju hingga mengajaknya jalan-jalan.
Tak hanya itu, mereka juga menempatkan boneka tersebut di ranjang bayi sebagai tempat untuk tidur, hingga melaksanakan newborn photoshoot layaknya bayi yang baru lahir. Beberapa malah mempekerjakan baby sitter untuk merawat boneka lucu itu.
Karena hal itu, banyak warganet yang akhirnya berkomentar dan mengaitkan hal tersebut dengan hal-hal mistis. Bahkan, tak sedikit dari mereka pun ada yang menganggap bahwa para artis tersebut mengalami gangguan kejiwaan.
Pemerhati budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tundjung Wahadi Sutirto mengatakan fenomena boneka arwah di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru. Pasalnya, masyarakat sejak lama memang sudah mempercayai boneka arwah.
Dalam mitologi Jawa ada perilaku supranatural menggunakan media visual seperti boneka untuk berdialog dengan entitas arwah seperti Jelangkung. Bahkan, kata Tundjung, di daerah lain juga terdapat fenomena permainan supranatural dengan menggunakan boneka atau visualisasi wujud manusia seperti Nini Thowok atau Nini Thowong.
Baca Juga: [Ini Bedanya Tradisi Luk Thep dan Fenomena Spiril Doll yang Gunakan Boneka Manusia]
“Jelangkung itu terbuat dari gayung atau di Jawa disebut dengan siwur (alat untuk mandi) yang terbuat dari batok (kulit kelapa) dan diberikan ragangan kayu untuk tangan. Kalau Jelangkung itu dipersonifikasikan sebagai figur laki-laki, maka boneka arwah yang personifikasinya perempuan disebut dengan Nini Thowok,” katanya seperti dikutip dari laman UNS.
Tak hanya itu, Tundjung juga menyebut ada boneka arwah bernama Ca Lai Gong dalam kebudayaan Tiongkok yang turut dipercaya dapat menghadirkan arwah. Begitupun kisah dalam dunia pewayangan yang turut memperkuat kepercayaan penjelmaan roh pada alam kehidupan duniawi.
“Misalnya, bagaimana kisah pewayangan tokoh Bambang Ekalaya yang menciptakan Patung Durna sebagai visualisasi guru yang mahir mengajarkan memanah dan lebih unggul daripada Arjuna yang berguru kepada Durna secara biologis,” ujar Tundjung.
Keberadaan boneka arwah dalam mitologi Jawa erat kaitannya dengan perkembangan animisme dan dinamisme. Menurut Tundjung, dalam berbagai khasanah dan pustaka sejarah, disebutkan sejak zaman Mesolitikum sudah muncul kepercayaan terhadap kekuatan roh.
Hal itu kian diperkuat dengan hadirnya paham Hindu-Budha yang semakin memperkaya kepercayaan terhadap roh yang sebelumnya sudah ada. Hal ini, kata Tundjung, mendorong manusia untuk hidup dan membangun harmonisasi dengan entitas roh.
“Hasil harmonisasi itulah yang kemudian melahirkan perilaku menghadirkan roh dalam visualisasi diri orang dan boneka atau benda bertuah,” jelasnya.
Tundjung juga menerangkan bahwa tidak ada momentum khusus yang merujuk pada kepopuleran boneka arwah. Meski begitu, penggunaan kekuatan spiritual dalam konteks historis perilaku seringkali muncul saat masa-masa krisis.
Dia menyebutkan ketika terjadi krisis ekonomi di tahun 1929, muncul dan populer visualisasi makhluk halus yang disebut dengan Nyi Blorong. Kemudian di era revolusi Indonesia pasca kemerdekaan, mulai muncul banyak aliran kebatinan yang menjadi era suburnya kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.
“Jadi, konstruksinya hampir sama bahwa boneka arwah itu tetap ada dari dulu hingga sekarang sebagaimana era yang diklasifikasikan sebagai era ontologi seperti saat ini tetapi faktanya era mistis masih selalu ada dan berkembang sesuai konteks zamannya,” tutup Tundjung.
Editor: Gita
Tak hanya itu, mereka juga menempatkan boneka tersebut di ranjang bayi sebagai tempat untuk tidur, hingga melaksanakan newborn photoshoot layaknya bayi yang baru lahir. Beberapa malah mempekerjakan baby sitter untuk merawat boneka lucu itu.
Karena hal itu, banyak warganet yang akhirnya berkomentar dan mengaitkan hal tersebut dengan hal-hal mistis. Bahkan, tak sedikit dari mereka pun ada yang menganggap bahwa para artis tersebut mengalami gangguan kejiwaan.
Pemerhati budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tundjung Wahadi Sutirto mengatakan fenomena boneka arwah di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru. Pasalnya, masyarakat sejak lama memang sudah mempercayai boneka arwah.
Dalam mitologi Jawa ada perilaku supranatural menggunakan media visual seperti boneka untuk berdialog dengan entitas arwah seperti Jelangkung. Bahkan, kata Tundjung, di daerah lain juga terdapat fenomena permainan supranatural dengan menggunakan boneka atau visualisasi wujud manusia seperti Nini Thowok atau Nini Thowong.
Baca Juga: [Ini Bedanya Tradisi Luk Thep dan Fenomena Spiril Doll yang Gunakan Boneka Manusia]
“Jelangkung itu terbuat dari gayung atau di Jawa disebut dengan siwur (alat untuk mandi) yang terbuat dari batok (kulit kelapa) dan diberikan ragangan kayu untuk tangan. Kalau Jelangkung itu dipersonifikasikan sebagai figur laki-laki, maka boneka arwah yang personifikasinya perempuan disebut dengan Nini Thowok,” katanya seperti dikutip dari laman UNS.
Tak hanya itu, Tundjung juga menyebut ada boneka arwah bernama Ca Lai Gong dalam kebudayaan Tiongkok yang turut dipercaya dapat menghadirkan arwah. Begitupun kisah dalam dunia pewayangan yang turut memperkuat kepercayaan penjelmaan roh pada alam kehidupan duniawi.
“Misalnya, bagaimana kisah pewayangan tokoh Bambang Ekalaya yang menciptakan Patung Durna sebagai visualisasi guru yang mahir mengajarkan memanah dan lebih unggul daripada Arjuna yang berguru kepada Durna secara biologis,” ujar Tundjung.
Keberadaan boneka arwah dalam mitologi Jawa erat kaitannya dengan perkembangan animisme dan dinamisme. Menurut Tundjung, dalam berbagai khasanah dan pustaka sejarah, disebutkan sejak zaman Mesolitikum sudah muncul kepercayaan terhadap kekuatan roh.
Hal itu kian diperkuat dengan hadirnya paham Hindu-Budha yang semakin memperkaya kepercayaan terhadap roh yang sebelumnya sudah ada. Hal ini, kata Tundjung, mendorong manusia untuk hidup dan membangun harmonisasi dengan entitas roh.
“Hasil harmonisasi itulah yang kemudian melahirkan perilaku menghadirkan roh dalam visualisasi diri orang dan boneka atau benda bertuah,” jelasnya.
Tundjung juga menerangkan bahwa tidak ada momentum khusus yang merujuk pada kepopuleran boneka arwah. Meski begitu, penggunaan kekuatan spiritual dalam konteks historis perilaku seringkali muncul saat masa-masa krisis.
Dia menyebutkan ketika terjadi krisis ekonomi di tahun 1929, muncul dan populer visualisasi makhluk halus yang disebut dengan Nyi Blorong. Kemudian di era revolusi Indonesia pasca kemerdekaan, mulai muncul banyak aliran kebatinan yang menjadi era suburnya kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.
“Jadi, konstruksinya hampir sama bahwa boneka arwah itu tetap ada dari dulu hingga sekarang sebagaimana era yang diklasifikasikan sebagai era ontologi seperti saat ini tetapi faktanya era mistis masih selalu ada dan berkembang sesuai konteks zamannya,” tutup Tundjung.
Editor: Gita
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.