Uniqlo Ginza. (Dok. Fast Retailing)

Strategi Uniqlo Bangun Brand untuk Jadi Retail Fashion Top Dunia

04 January 2022   |   14:05 WIB
Image
Nirmala Aninda Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Persaingan ketat antara perusahaan di bidang gaya hidup telah mematahkan atau justru menjadi pendukung kesuksesan sejumlah brand. Namun ada satu brand yang berhasil bertahan dan terus memperluas jejak globalnya berkat strategi mengutamakan pelanggan dan berpikir out of the box.

Pada Maret 2021, Fast Retailing, perusahaan pemilik Uniqlo, menyentuh valuasi US$105 miliar, menyalip valuasi Zara untuk pertama kalinya. Sementara brand Uniqlo bernilai sekitar US$13 miliar, melonjak dari US$8,1 miliar pada tahun 2018.

Kemenangan ini tidak datang dalam sehari. Ini adalah puncak dari upaya perusahaan selama 35 tahun untuk membangun merek, ekspansi global, dan pengalaman pelanggan.

Strategi pemasaran Uniqlo telah membantu identitas brand lokal yang kuat dan citra global yang terus berkembang.
 

Toko pertama Uniqlo di Hiroshima. (Dok. Fast Retailing)

Toko pertama Uniqlo di Hiroshima. (Dok. Fast Retailing)


Toko pakaian kasual Uniqlo pertama dibuka di Kota Hiroshima pada tahun 1984 dan beroperasi dengan nama Unique Clothing Warehouse.

Pada September 1991, nama perusahaan induk Uniqlo diubah dari Ogori Shoji menjadi Fast Retailing, dan pada April 1994 perusahaan berhasil mencapai lebih dari 100 toko Uniqlo yang beroperasi di seluruh Jepang.

(Baca juga: Dari Pembuat Koper, Begini Perjalanan Louis Vuitton Jadi Brand Fesyen Ikonik)

Sejak diluncurkan, Uniqlo dianggap telah mendefinisikan ulang konsep pakaian kasual. Ekspansi dengan sejumlah toko di pinggiran kota membawa pertumbuhan yang cepat, yang berpuncak pada kampanye pakaian berbahan fleece pada tahun 1998 yang memicu popularitas Uniqlo di seluruh Jepang.

Pada tahun 2018, analis ritel Edited mengumpulkan rincian strategi kesuksesan Uniqlo. Menurut temuan Edited, Uniqlo adalah pengecer terbesar ketiga di dunia, setelah Zara dan H&M. Namun kini peringkat tersebut sudah berubah.

Dari segi model bisnis, Uniqlo tidak cocok dengan model fast fashion seperti Zara dan H&M. Sebaliknya, Uniqlo berfokus pada keberlanjutan dan penawaran produk yang moderat.

Dalam penelitiannya, Edited berusaha memahami strategi Uniqlo dengan lebih baik, dan membagi strategi ini menjadi beberapa elemen kunci: teknologi, inklusivitas, titik harga, pilihan moderat, dan keberlanjutan.
 

CEO Fast Retailing Tadashi Yanai. (Dok. Fast Retailing)

CEO Fast Retailing Tadashi Yanai. (Dok. Fast Retailing)

Fokus Teknologi

CEO Fast Retailing, Tadashi Yanai, menyebut Uniqlo sebagai perusahaan ritel konsumen digital, bukan perusahaan pakaian jadi.

Uniqlo menciptakan kain dengan teknologi canggih seperti HeatTech untuk menjaga pemakainya tetap hangat dan Airism untuk membantu pemakainya tetap nyaman di cuaca panas. Teknologi membantu misi Uniqlo untuk memproduksi barang-barang dasar berkualitas tinggi.

Inklusivitas

Slogan Uniqlo, “Made for All,” tergambar jelas di basis konsumennya. Pembeli berasal dari semua demografi, tingkat pendapatan, dan rentang usia. Edited juga menggarisbawahi kesederhanaan penawaran produk Uniqlo yang menunjukkan sedikit pola dan tren serta inklusivitas pada pilihan ukurannya.

Harga target

Edited juga mencatat bahwa 35 persen dari penawaran Uniqlo termasuk dalam kisaran harga di bawah US$10 dan 7 persen di atas US$50. Ini memungkinkan Uniqlo menjual produknya pada kisaran harga antara US$10 hingga US$40 dan pada saat yang sama brand tetap bisa menekankan kualitas serta keterjangkauan.

Penawaran yang dikurasi

Uniqlo secara berkala menurunkan jumlah koleksi, setidaknya pada 2018 brand tersebut menurunkan koleksinya 4,4 persen dalam 12 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa Uniqlo sangat memperhatikan tren dan desain. Sebagian besar produk Uniqlo juga tidak terpaku dengan musim sehingga pilihan untuk konsumen jadi lebih beragam.

Keberlanjutan

Pembeli saat ini membuat keputusan pembelian berdasarkan apakah suatu merek memenuhi nilai-nilai ideal yang mereka anut sehingga kepedulian Uniqlo terhadap keberlanjutan selaras dengan basis konsumennya. Strategi ini merupakan upaya brand untuk menjaga hubungan jangka panjang antara brand dan konsumen.



Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

Resep Sayur Tahu Tempe Buncis yang Enak Untuk Makan Siang, Yuk Cobain!

BERIKUTNYA

Jangan Salah, Ini Bedanya Revenue dan Income

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: