Melihat Desain Museum Tsunami Aceh Sentuhan Apik Ridwan Kamil
27 December 2021 |
15:53 WIB
Setiap 26 Desember menjadi salah satu sejarah duka bagi Bangsa Indonesia, terutama masyarakat Aceh, lantaran pada 2004 silam gelombang tsunami menghantam provinsi berjuluk Serambi Mekah tersebut. Untuk mengenang kejadian itu, sebuah museum bernama Museum Tsunami Aceh pun dibangun.
Ridwan Kamil atau yang kerap disapa Kang Emil adalah orang terpilih yang mendesain Museum Tsunami Aceh pada 2007 silam. Dalam akun media sosial Instagram @Ridwankamil, dia mengungkapkan museum tersebut didesain tidak hanya sebagai ruang pengingat saja, tapi juga sebagai ruang pembelajaran bagi anak-anak muda Aceh agar mampu menata masa depan lebih gemilang.
"Selain itu Museum Tsunami ini didesain terbuka ramah kepada khalayak sehingga bisa dijadikan ruang interaksi publik harian," tulisnya.
Atap museum didesain sebagai ruang penyelamatan jika terjadi musibah serupa. Kemudian, kearifan lokal, yakni Tari Saman juga menjadi inspirasi kulit bangunan museum.
Di tengah museum terdapat atrium yang memuat bendera dan bola batu bertuliskan negara-negara sahabat yang menolong Aceh saat tanggap darurat dahulu.
"Juga teristimewa hadirnya cerobong menjulang tempat khusus untuk mendoakan ribuan warga Aceh yang berpulang oleh peristiwa tersebut," demikian tertulis.
Dalam laman Museum Tsunami Aceh, disebutkan bahwa museum tersebut terletak di Jl. Sultan Iskandar Muda No. 3 Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh.
Museum itu dibangun sebagai pengingat simbolis bencana gempa dan tsunami Samudra Hindia 2004, serta pendidikan dan penampungan bencana darurat jika daerah tersebut pernah dilanda bencana tsunami.
Saat ini, museum banyak digunakan sebagai pusat edukasi bagi masyarakat agar memiliki kewaspadaan yang lebih baik dalam mengantiisipasi ancaman tsunami yang masih mengintai setiap saat.
Mengutip museumtsunami.id, Koordinator UPTD Museum Tsunami Aceh Hafnidar menyebutkan hingga saat ini pihaknya masih melakukan proses pencarian informasi, data, dan benda, serta saksi-saksi hidup tsunami akibat gempa berkekuatan 9,1 SR tersebut.
Meskipun sudah sedemikian rupa mengkaji dan membuat konsep, karya dan informasi yang disajikan di museum saat ini masih harus disempurnakan.
Sementara itu, mantan Deputi Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) T. Safir Iskandar Wijaya menilai semua orang harus dilibatkan dan dibuka ruang oleh museum berpartisipasi dan saling menginspirasi baik, berupa ide dan karya dalam menjaga nilai edukasi bagi masyarakat dan belajar dari kejadian masa lalu.
Menurutnya, upaya mengomunikasi pembelajaran bencana tidak bisa berharap pada Museum Tsunami Aceh saja, tetapi semua harus bergandeng tangan antara masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat dalam membantu Aceh dalam melakukan reskonstruksi pascatsunami.
Editor: Fajar Sidik
Ridwan Kamil atau yang kerap disapa Kang Emil adalah orang terpilih yang mendesain Museum Tsunami Aceh pada 2007 silam. Dalam akun media sosial Instagram @Ridwankamil, dia mengungkapkan museum tersebut didesain tidak hanya sebagai ruang pengingat saja, tapi juga sebagai ruang pembelajaran bagi anak-anak muda Aceh agar mampu menata masa depan lebih gemilang.
"Selain itu Museum Tsunami ini didesain terbuka ramah kepada khalayak sehingga bisa dijadikan ruang interaksi publik harian," tulisnya.
Atap museum didesain sebagai ruang penyelamatan jika terjadi musibah serupa. Kemudian, kearifan lokal, yakni Tari Saman juga menjadi inspirasi kulit bangunan museum.
Di tengah museum terdapat atrium yang memuat bendera dan bola batu bertuliskan negara-negara sahabat yang menolong Aceh saat tanggap darurat dahulu.
"Juga teristimewa hadirnya cerobong menjulang tempat khusus untuk mendoakan ribuan warga Aceh yang berpulang oleh peristiwa tersebut," demikian tertulis.
Dalam laman Museum Tsunami Aceh, disebutkan bahwa museum tersebut terletak di Jl. Sultan Iskandar Muda No. 3 Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh.
Museum itu dibangun sebagai pengingat simbolis bencana gempa dan tsunami Samudra Hindia 2004, serta pendidikan dan penampungan bencana darurat jika daerah tersebut pernah dilanda bencana tsunami.
Saat ini, museum banyak digunakan sebagai pusat edukasi bagi masyarakat agar memiliki kewaspadaan yang lebih baik dalam mengantiisipasi ancaman tsunami yang masih mengintai setiap saat.
Mengutip museumtsunami.id, Koordinator UPTD Museum Tsunami Aceh Hafnidar menyebutkan hingga saat ini pihaknya masih melakukan proses pencarian informasi, data, dan benda, serta saksi-saksi hidup tsunami akibat gempa berkekuatan 9,1 SR tersebut.
Meskipun sudah sedemikian rupa mengkaji dan membuat konsep, karya dan informasi yang disajikan di museum saat ini masih harus disempurnakan.
Sementara itu, mantan Deputi Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) T. Safir Iskandar Wijaya menilai semua orang harus dilibatkan dan dibuka ruang oleh museum berpartisipasi dan saling menginspirasi baik, berupa ide dan karya dalam menjaga nilai edukasi bagi masyarakat dan belajar dari kejadian masa lalu.
Menurutnya, upaya mengomunikasi pembelajaran bencana tidak bisa berharap pada Museum Tsunami Aceh saja, tetapi semua harus bergandeng tangan antara masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat dalam membantu Aceh dalam melakukan reskonstruksi pascatsunami.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.