Nutrisi Anak-Anak dan Remaja Indonesia Tidak Seimbang, Ini Sebabnya
20 December 2021 |
12:53 WIB
Pemenuhan nutrisi seimbang, khususnya di kalangan anak-anak usia sekolah atau remaja, masih jauh dari harapan. Sebagian besar dari anak-anak usia sekolah cenderung enggan mengkonsumsi sayur dan buah. Mereka juga gemar mengkonsumsi makanan dan minuman manis, tinggi lemak, dan mengandung penyedap rasa.
"Berdasarkan Riskesdas [Riset Kesehatan Dasar] Kemenkes 2018. [Sebanyak] 96,8% masih kurang konsumsi sayur dan buahnya, 61,8% gemar konsumsi minuman manis, 44,2% gemar konsumsi makanan berlemak, dan 78,5% senang makanan berpenyedap rasa," ujar Ahli Gizi dari Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA), Desty Muzarofatus, dalam sebuah diskusi virtual baru-baru ini.
Kondisi tersebut diperparah dengan kebiasaan malas bergerak atau perilaku sedenter. Tercatat sebanyak 64,4% remaja di Tanah Air melakukannya.
Alhasil, banyak di antara mereka yang akhirnya mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Parahnya lagi, mereka juga tak menyadarinya karena merasa tidak merasakan perbedaan pada tubuhnya dan tidak melakukan pemeriksaan.
Adapun, pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan indeks massa tubuh yang dapat dilakukan secara mandiri menggunakan rumus berdasarkan tinggi dan berat badan.
"Satu sampai dua bulan sekali dilihat bagaimana indeks massa tubuhnya apakah masih ideal Menghitungnya berat badan dibagi dengan tinggi badan dikali tinggi badan lagi," ujarnya.
(Baca juga: Penting! 5 Nutrisi Ini Wajib Dipenuhi secara Rutin)
Secara terpisah, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Agus Nurali Sp.KO, menyebut kebiasaan kurang baik yang dilakukan oleh sebagian besar remaja di Indonesia itu justru makin menjadi akibat pandemi Covid-19.
Hal tersebut tak terlepas dari hadirnya teknologi yang memudahkan mereka memesan makanan hanya melalui genggaman tangannya.
"Saat ini remaja pada masa pandemi Covid-19 sangat suka membeli makanan secara delivery. Makanan yang dipilih kebanyakan junk food dan tentunya tidak sehat," ungkapnya.
Menurut Imran, pemenuhan gizi seimbang pada remaja menjadi hal krusial yang berpengaruh langsung terhadap bonus demografi 2030 mendatang. Sebab, mereka yang saat ini berusia remaja pada tahun tersebut memasuki usia produktif dan akan menggantikan pemimpin-pemimpin saat ini.
Pihaknya tidak ingin ketika nanti remaja itu memasuki usia produktif mengalami berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kurangnya konsumsi buah dan sayur seperti hipertensi dan diabetes.
Adapun, upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut terjadi adalah pendekatan yang tepat. Saat ini kehidupannya erat dengan teknologi, pendekatan berupa kampanye hidup sehat yang dilakukan tentunya harus berbasis digital agar efektif.
Editor: Avicenna
"Berdasarkan Riskesdas [Riset Kesehatan Dasar] Kemenkes 2018. [Sebanyak] 96,8% masih kurang konsumsi sayur dan buahnya, 61,8% gemar konsumsi minuman manis, 44,2% gemar konsumsi makanan berlemak, dan 78,5% senang makanan berpenyedap rasa," ujar Ahli Gizi dari Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA), Desty Muzarofatus, dalam sebuah diskusi virtual baru-baru ini.
Kondisi tersebut diperparah dengan kebiasaan malas bergerak atau perilaku sedenter. Tercatat sebanyak 64,4% remaja di Tanah Air melakukannya.
Alhasil, banyak di antara mereka yang akhirnya mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Parahnya lagi, mereka juga tak menyadarinya karena merasa tidak merasakan perbedaan pada tubuhnya dan tidak melakukan pemeriksaan.
Adapun, pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan indeks massa tubuh yang dapat dilakukan secara mandiri menggunakan rumus berdasarkan tinggi dan berat badan.
"Satu sampai dua bulan sekali dilihat bagaimana indeks massa tubuhnya apakah masih ideal Menghitungnya berat badan dibagi dengan tinggi badan dikali tinggi badan lagi," ujarnya.
(Baca juga: Penting! 5 Nutrisi Ini Wajib Dipenuhi secara Rutin)
Secara terpisah, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Agus Nurali Sp.KO, menyebut kebiasaan kurang baik yang dilakukan oleh sebagian besar remaja di Indonesia itu justru makin menjadi akibat pandemi Covid-19.
Hal tersebut tak terlepas dari hadirnya teknologi yang memudahkan mereka memesan makanan hanya melalui genggaman tangannya.
"Saat ini remaja pada masa pandemi Covid-19 sangat suka membeli makanan secara delivery. Makanan yang dipilih kebanyakan junk food dan tentunya tidak sehat," ungkapnya.
Menurut Imran, pemenuhan gizi seimbang pada remaja menjadi hal krusial yang berpengaruh langsung terhadap bonus demografi 2030 mendatang. Sebab, mereka yang saat ini berusia remaja pada tahun tersebut memasuki usia produktif dan akan menggantikan pemimpin-pemimpin saat ini.
Pihaknya tidak ingin ketika nanti remaja itu memasuki usia produktif mengalami berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kurangnya konsumsi buah dan sayur seperti hipertensi dan diabetes.
Adapun, upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut terjadi adalah pendekatan yang tepat. Saat ini kehidupannya erat dengan teknologi, pendekatan berupa kampanye hidup sehat yang dilakukan tentunya harus berbasis digital agar efektif.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.