Good Doctor Inisiasi Telemedisin Pengelolaan Penyakit Kronis
16 December 2021 |
07:24 WIB
Saat ini, Indonesia masih menghadapi masalah penanganan Program Layanan Penyakit Kronis (Prolanis), salah satunya yang dihadapi oleh pengidap diabetes tipe-2. Menurut data International Diabetes Federation (IDF), jumlah pasien diabetes di Indonesia mencapai 19,47 juta orang pada tahun 2021.
Hal itu membuat Indonesia berada di posisi kelima sebagai negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia. Artinya, dibutuhkan kapasitas kesehatan yang memadai untuk masyarakat.
Namun, data dari Riset Kementerian Kesehatan 2020 menunjukkan Indonesia saat ini hanya memiliki sekitar 321.544 tempat tidur rumah sakit untuk melayani populasi sekitar 270 juta orang, yang berarti sekitar 1,2 tempat tidur rumah sakit untuk 1.000 penduduk. Demikian pula, rasio dokter terhadap populasi hanya 0,38 dokter per 1.000 penduduk.
Dengan kondisi tersebut, Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bekerja sama dengan Good Doctor Technology Indonesia (Good Doctor) mempelopori satu studi percontohan dalam kerangka sketsa Prolanis. Studi percontohan ini diharapkan dapat mendorong penggunaan telemedicine dalam penanganan penyakit kronis dengan adanya dukungan regulasi yang menyeluruh.
Head of Medical PT Good Doctor Technology Indonesia, Dokter Adhiatma Gunawan mengatakan, dalam studi percontohan ini, klinik BPJS offline mendapatkan dukungan dari penyedia telemedisin Good Doctor untuk mengukur efektivitas telekonsultasi dalam pemantauan glukosa darah pasien diabetes di klinik BPJS.
Dukungan tersebut meliputi pengingat atau pemberitahuan otomatis secara reguler, kontak atau tindak lanjut secara reguler, konsultasi online, dan informasi edukatif yang telah dikurasi.
“Dalam kurun waktu tiga bulan, pasien mendapat pengingat dari platform telehealth untuk memeriksa dan mengukur glukosa darahnya,” ujarnya dalam diskusi daring, Rabu (15/12/2021).
Hasil studi percontohan ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara pasien yang menggunakan telemedisin dan tidak, di mana kepatuhan pasien selama masa observasi memberikan kontribusi yang tinggi terhadap penurunan kadar glukosa darah yang signifikan.
Selain itu, penggunaan telekonsultasi dinilai dapat meningkatkan kepatuhan pasien sehingga menjadi faktor utama keberhasilan pengelolaan penyakit kronis.
Studi percontohan ini memiliki dua fase yaitu pertama dimulai dengan Focus Group Discussion (FGD) di bulan Desember 2020, dan kemudian fase kedua diteruskan dengan pengelompokan pada Januari hingga Juni 2021. Studi ini dilakukan di beberapa klinik daerah Bekasi dan Depok dengan peserta yang memiliki rentang usia dari 24 tahun hingga 79 tahun.
Ketua Pengurus Besar IDI, Dokter Daeng M. Faqih, mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi inisiatif Good Doctor yang telah memprakarsai dilakukannya studi percontohan “Layanan Tatalaksana Penyakit Kronis Terintegrasi dan Inovatif”. Dari hasil uji percontohan ini, kata Dokter Daeng, pihaknya dapat melihat pentingnya peran strategis telemedisin dalam pengelolaan kesehatan.
“Maka dari itu, kami mendorong telemedisin untuk mendapat dukungan berupa regulasi yang menyeluruh, terutama dalam penanganan penyakit kronis,” katanya.
Hal itu membuat Indonesia berada di posisi kelima sebagai negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia. Artinya, dibutuhkan kapasitas kesehatan yang memadai untuk masyarakat.
Namun, data dari Riset Kementerian Kesehatan 2020 menunjukkan Indonesia saat ini hanya memiliki sekitar 321.544 tempat tidur rumah sakit untuk melayani populasi sekitar 270 juta orang, yang berarti sekitar 1,2 tempat tidur rumah sakit untuk 1.000 penduduk. Demikian pula, rasio dokter terhadap populasi hanya 0,38 dokter per 1.000 penduduk.
Dengan kondisi tersebut, Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bekerja sama dengan Good Doctor Technology Indonesia (Good Doctor) mempelopori satu studi percontohan dalam kerangka sketsa Prolanis. Studi percontohan ini diharapkan dapat mendorong penggunaan telemedicine dalam penanganan penyakit kronis dengan adanya dukungan regulasi yang menyeluruh.
Para pembicara di acara webinar Layanan Tatalaksana Penyakit Kronis Terintegrasi dan Inovatif, Rabu (15/12/2021)-Dok. Tangkapan Layar
Dukungan tersebut meliputi pengingat atau pemberitahuan otomatis secara reguler, kontak atau tindak lanjut secara reguler, konsultasi online, dan informasi edukatif yang telah dikurasi.
“Dalam kurun waktu tiga bulan, pasien mendapat pengingat dari platform telehealth untuk memeriksa dan mengukur glukosa darahnya,” ujarnya dalam diskusi daring, Rabu (15/12/2021).
Hasil studi percontohan ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara pasien yang menggunakan telemedisin dan tidak, di mana kepatuhan pasien selama masa observasi memberikan kontribusi yang tinggi terhadap penurunan kadar glukosa darah yang signifikan.
Selain itu, penggunaan telekonsultasi dinilai dapat meningkatkan kepatuhan pasien sehingga menjadi faktor utama keberhasilan pengelolaan penyakit kronis.
Studi percontohan ini memiliki dua fase yaitu pertama dimulai dengan Focus Group Discussion (FGD) di bulan Desember 2020, dan kemudian fase kedua diteruskan dengan pengelompokan pada Januari hingga Juni 2021. Studi ini dilakukan di beberapa klinik daerah Bekasi dan Depok dengan peserta yang memiliki rentang usia dari 24 tahun hingga 79 tahun.
Ketua Pengurus Besar IDI, Dokter Daeng M. Faqih, mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi inisiatif Good Doctor yang telah memprakarsai dilakukannya studi percontohan “Layanan Tatalaksana Penyakit Kronis Terintegrasi dan Inovatif”. Dari hasil uji percontohan ini, kata Dokter Daeng, pihaknya dapat melihat pentingnya peran strategis telemedisin dalam pengelolaan kesehatan.
“Maka dari itu, kami mendorong telemedisin untuk mendapat dukungan berupa regulasi yang menyeluruh, terutama dalam penanganan penyakit kronis,” katanya.
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.