Dok. Unsplash

Moms, Perhatikan Tanda Bahaya pada Tahapan Bicara Anak

23 November 2021   |   21:10 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Setiap orang tua pasti memiliki kekhawatiran akan tumbuh kembang anaknya. Salah satunya terkait tahapan bicara. Proses bicara pada anak kerap kali menjadi kekhawatiran, khususnya pada pandemi, ketika aktivitas bermain anak-anak bersama teman seumurannya menjadi lebih terbatas.
 
Perkembangan bicara terdiri atas bicara reseptif & bicara ekspresif. Reseptif artinya anak mengerti bahwa orang lain mengajaknya berkomunikasi. Ekspresif artinya anak menyatakan pikiran dan pendapatnya dari bentuk yang sederhana sampai yang kompleks.

Sejak lahir, bayi bereaksi terhadap suara. Di usia 3-4 bulan bisa senyum sosial, di usia 4-7 bulan bereaksi terhadap suara (tersenyum, teriak, mengoceh), di usia 8-9 bulan mengerti larangan tidak boleh melalui gesture atau ekspresi wajah wajah ayah atau ibunya.

Sementara itu memasuki usia 14 bulan, bayi mengerti tanpa mimik atau gesture dan di usia 17 bulan dapat menunjuk 5 bagian wajah atau tubuh yang ditanyakan. Itu semua merupakan perkembangan bicara reseptif yang dialami oleh bayi.

dr. Dini Adityarini, Sp.A, Dokter Anak dari RSIA Kendangsari MERR Surabaya, mengatakan bahwa para orang tua, perlu mengenali tanda-tanda bahaya atau red flag pada tahapan bicara anak.

Pertama, waspadai jika bayi usia 0-6 bulan tidak menoleh jika dipanggil namanya dari belakang, dan tidak ada babbling.

Kedua, pada usia bayi 12 bulan jika bayi tidak menunjuk dengan jari dan ekspresi wajah kurang.
Ketiga, pada usia bayi 16 bulan jika tidak ada kata yang berarti. Dan jika tidak ada kalimat 2 kata yang dapat dimengerti pada usia 24 bulan. 

“Pantau tanda waspada pada setiap fase perkembangan bicara anak. Secara umum pada usia berapapun, bawalah anak ke dokter jika ia menunjukkan kemunduran dalam kemampuan berbicara atau kemampuan sosialnya,” ujarnya.

(Baca juga: Risiko Gangguan Kesehatan Tinggi, Begini Cara Merawat Anak Prematur)

Sementara itu, dr. Luh Karunia Wahyuni, Sp.KFR-K, Dokter Anak & Rehab Medik RSIA Bunda Jakarta, menjelaskan tentang perbedaan gangguan bicara dan gangguan bahasa. 

Gangguan Bicara meliputi: 
- Suara (nada, kenyaringan, resonansi atau kualitas yang disebabkan oleh gangguan struktur)
- Artikulasi (mengeluarkan suara yang salah; ini dapat berupa penambahan, pengurangan, atau distorsi)
- Kelancaran (Gangguan aliran bicara, biasanya terjadi pengulangan, perpanjangan, disertai ketegangan di wajah, leher, bahu, dan tangan, seperti stuttering atau gagap). 

Adapun Gangguan Bahasa meliputi: 
- Ekspresif (tidak dapat mengungkapkan ide)
- Reseptif (kesulitan memahami apa yang dikatakan orang lain)
- Campuran (ekspresif & reseptif).

Adanya stimulasi yang terancang, dan tantangan dengan kesulitan yang meningkat secara progresif, serta stimulasi dalam aktivitas sehari-hari dapat memfasilitasi perubahan otak anak.

Menurutnya, orang tua harus mengenali milestone & red flag, memberikan screen time yang sesuai dengan usia anak, memperkenalkan anak dengan bahasa ibu terlebih dahulu, dan menstimulasi secara optimal. 

"Bicara sebagai modalitas komunikasi merupakan proses pembelajaran yang kompleks. Dalam proses pembelajaran komunikasi, dibutuhkan stimulasi yang optimal melalui interaksi aktif dengan cara yang menarik. Orangtua memiliki peranan utama dalam perkembangan bicara dan bahasa anak, segera periksakan jika ada red flag,” jelasnya


Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

Simak 6 Tips Aman Memilih Bedak untuk Kulit Sensitif

BERIKUTNYA

10 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pria

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: