Para pembicara di diskusi virtual bertajuk Hidup Woles untuk Masa Depan (Dok. Budaya Saya/YouTube)

Belajar Hidup Santai pada Zaman Serba Cepat dengan Slow Living

23 November 2021   |   17:07 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Genhype tentu merasakan kalau kehidupan modern saat ini bergerak sangat cepat. Apalagi kehidupan di kota-kota besar seperti Jakarta. Dengan semakin berkembangnya teknologi, tanpa disadari kondisi tersebut menempatkan masyarakat pada fase kehidupan baru yang penuh tuntutan.

Kaum urban kerap dituntut untuk terus mengejar segala pencapaian baik dalam hal materi, karier maupun status sosial. Seolah tak ada jeda untuk merenung apalagi berefleksi. Sekali kita berhenti untuk sekadar menghela nafas, maka artinya kita perlu lari dua kali lebih cepat demi mengejar ketertinggalan.

Hal itu juga yang dirasakan oleh Alia Ramadhani, co-founder Kebun Kumara. Dia mengatakan bahwa tinggal di Jakarta membuat dirinya merasa segala sesuatunya dituntut untuk cepat. Untuk menyiasatinya, dia mulai belajar untuk menerapkan gaya hidup slow living melalui berkebun.

Slow living sendiri adalah sebuah konsep menjalani hidup dengan cara lambat. Bukan diajak untuk bermalas-malasan, konsep slow living mengajak kita untuk menjalani hidup dengan sadar sepenuhnya. Dengan kata lain, setiap aktivitas yang dilakukan, dirasakan, dinikmati lalu disadari.

“Aku menemukan kelambatan itu dari berkebun. Karena dari situ aku belajar bahwa semua itu ada prosesnya dan enggak bisa diburu-buru. Misalnya kayak menyemai benih, mau kita siram berapa kali pun kalau belum waktunya dia tumbuh, tanaman itu enggak akan tumbuh,” ujarnya dalam suatu diskusi virtual bertajuk Hidup Woles untuk Masa Depan, baru-baru ini.
 

Ilustrasi (Dok. Shashi Chaturvedula/Unsplash)

Ilustrasi (Dok. Shashi Chaturvedula/Unsplash)

Menurut Co-founder Studio Akanoma, Yu Sing, slow living mengacu pada proses konsumsi seseorang selama hidupnya yang lebih memikirkan dampak kerugian yang akan ditimbulkan terhadap orang lain dan lingkungan.

“Kalau kita memikirkan yang serba cepat dan instan, kita tinggal beli aja makanan tapi nantinya menyisakan sampah. Tapi kalau slow living, kita bisa masak sendiri lalu membuat kompos dari sampah organik yang kita hasilkan,” katanya.

Dia juga mengatakan bahwa gaya hidup yang terlalu konsumtif yang terjadi pada banyak orang saat ini bermuara pada edukasi yang kurang tepat. Menurutnya, sejak kecil jarang para orang tua mengajarkan anaknya untuk hidup lebih hemat.

“Seringnya orang tua kita inginnya kita sukses, bisa makan enak, lalu bisa membeli apapun yang kita mau. Jadi menurut saya pendidikan itu dasar kita untuk bisa mengerti bagaimana kita bisa hidup lebih hemat. Walaupun kita punya banyak uang, kita tidak perlu bermewah-mewah  dan masih bisa sederhana,” imbuhnya.

Yu Sing juga mengatakan bahwa dalam menerapkan gaya hidup slow living, manusia perlu membangun sebuah hubungan ketergantungan dengan alam. Dengan begitu, manusia akan menjaga sumber kehidupannya, yaitu alam itu sendiri.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Olivia Rodrigo & 5 Artis Ini Memiliki Busana Terbaik di AMA 2021

BERIKUTNYA

Epidemiolog: Standar Vaksinasi Lengkap di Dunia Itu 3 Dosis

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: