Hasil Studi: Orang Belum Divaksin Covid-19 Cenderung Tidak Taat Prokes
15 November 2021 |
15:00 WIB
Perilaku masyarakat Indonesia terhadap upaya pencegahan Covid-19 tergantung pada kesadaran mereka akan vaksinasi. Hal ini diketahui dari hasil penelitian oleh Founder dan Chairman Health Collaborative Center (HCC) dr. Ray Wagiu Basrowi beserta rekannya dr. Levina Chandra Khoe, MPH, dan Qisty.
Ray yang merupakan peneliti utama dalam studi ini menuturkan orang Indonesia yang belum atau tidak divaksin memiliki skor perilaku pencegahan Covid-19 atau Covid-19 revention behavior index (CPBI) yang lebih jelek dibandingkan dengan orang yang sudah divaksin..
“Hasil utama penelitian ini menunjukkan responden yang belum divaksin yang jumlahnya 35 persen, secara signifikan skor CPBI-nya lebih rendah dibanding orang yang sudah di vaksin. Artinya, responden yang belum divaksin adalah mereka yang perilaku pencegahannya jelek,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (15/11/2021).
Dari hasil analisis, mereka yang belum divaksin justru berpotensi untuk tidak taat prosedur kesehatan (prokes), cenderung mengabaikan pembatasan berjarak, lebih malas untuk tidak menggunakan masker dan cuci tangan, serta cenderung tidak khawatir dengan penyakit Covid-19.
“Yang dikhawatirkan dari temuan ini adalah, mereka ini tetap bisa menjadi agen penular Covid-19,” tegasnya.
Ray menjelaskan penelitian ini dilakukan pada 1.880 orang dewasa dari 24 provinsi melalui metode cross-sectional study secara online sepanjang Agustus hingga Oktober 2021. Demografi responden diketahui bahwa 65 persen responden sudah di vaksin, 21 persen responden sudah pernah terinfeksi Covid-19, 30 persen responden memiliki anggota keluarga yang sudah pernah Covid-19, dan 45 persen responden pernah kontak erat dengan penderita Covid-19.
Dia menuturkan responden yang pernah terinfeksi Covid-19, skor CPBI-nya signifikan tinggi. Begitupun dengan responden yang anggota keluarganya pernah terinfeksi Covid-19 atau pernah kontak erat dengan penderita terkonfirmasi Covid- 19, skor CPBI-nya juga signifikan tinggi, yaitu skor 52 dari range 10-60.
“Artinya adalah, pengalaman sebagai penyintas Covid-19, atau pernah kontak erat atau pengalaman menyaksikan anggota keluarga pernah menderita Covid-19 menjadikan responden lebih baik dan ketat dalam melakukan perilaku pencegahan Covid-19. Mereka lebih taat prokes,” tuturnya.
Untuk itu, Ray merekomendasikan agar pencapaian target cakupan vaksinasi wajib tinggi, karena jikalau masih ada kelompok masyarakat yang tidak mendapat akses vaksin atau tidak percaya vaksin lalu menolak divaksin, akan ada potensi individu tidak divaksin yang perilaku kesehatannya memburuk serta tidak taat proses untuk menjadi agen transmisi.
Selain itu, edukasi terhadap vaksin juga perlu terus dipromosikan agar mempengaruhi mindset orang untuk mau di vaksin. “Adanya kebijakan untuk wajib vaksin dan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi dalam melakukan perjalanan dan ke ruang publik, merupakan strategi yang efektif untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi,” tambah Ray.
Editor: Fajar Sidik
Ray yang merupakan peneliti utama dalam studi ini menuturkan orang Indonesia yang belum atau tidak divaksin memiliki skor perilaku pencegahan Covid-19 atau Covid-19 revention behavior index (CPBI) yang lebih jelek dibandingkan dengan orang yang sudah divaksin..
“Hasil utama penelitian ini menunjukkan responden yang belum divaksin yang jumlahnya 35 persen, secara signifikan skor CPBI-nya lebih rendah dibanding orang yang sudah di vaksin. Artinya, responden yang belum divaksin adalah mereka yang perilaku pencegahannya jelek,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (15/11/2021).
Dari hasil analisis, mereka yang belum divaksin justru berpotensi untuk tidak taat prosedur kesehatan (prokes), cenderung mengabaikan pembatasan berjarak, lebih malas untuk tidak menggunakan masker dan cuci tangan, serta cenderung tidak khawatir dengan penyakit Covid-19.
“Yang dikhawatirkan dari temuan ini adalah, mereka ini tetap bisa menjadi agen penular Covid-19,” tegasnya.
Dr. Ray saat memaparkan hasil penelitian (dok. Istimewa)
Dia menuturkan responden yang pernah terinfeksi Covid-19, skor CPBI-nya signifikan tinggi. Begitupun dengan responden yang anggota keluarganya pernah terinfeksi Covid-19 atau pernah kontak erat dengan penderita terkonfirmasi Covid- 19, skor CPBI-nya juga signifikan tinggi, yaitu skor 52 dari range 10-60.
“Artinya adalah, pengalaman sebagai penyintas Covid-19, atau pernah kontak erat atau pengalaman menyaksikan anggota keluarga pernah menderita Covid-19 menjadikan responden lebih baik dan ketat dalam melakukan perilaku pencegahan Covid-19. Mereka lebih taat prokes,” tuturnya.
Untuk itu, Ray merekomendasikan agar pencapaian target cakupan vaksinasi wajib tinggi, karena jikalau masih ada kelompok masyarakat yang tidak mendapat akses vaksin atau tidak percaya vaksin lalu menolak divaksin, akan ada potensi individu tidak divaksin yang perilaku kesehatannya memburuk serta tidak taat proses untuk menjadi agen transmisi.
Selain itu, edukasi terhadap vaksin juga perlu terus dipromosikan agar mempengaruhi mindset orang untuk mau di vaksin. “Adanya kebijakan untuk wajib vaksin dan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi dalam melakukan perjalanan dan ke ruang publik, merupakan strategi yang efektif untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi,” tambah Ray.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.