Hypefast didirikan pada Januari 2020 oleh Achmad Alkatiri. (Dok. Hypefast)

1 Tahun Berdiri, Hypefast Sudah Akuisisi & Kembangkan 25 Brand Berbasis E-Commerce

10 November 2021   |   21:26 WIB
Image
Nirmala Aninda Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Seiring dengan pertumbuhan pesat bisnis berbasis e-commerce dan ritel, Hypefast, house of e-commerce native brands terbesar di Asia Tenggara, mengumumkan telah memiliki lebih dari 25 brand dan berhasil mencapai profitabilitas penuh.

Dengan menyediakan suntikan dana kapital, tim ritel yang ahli di bidangnya, serta ekosistem dan infrastruktur ritel yang tersentralisasi, Hypefast bermitra dengan brand lokal berbasis e-commerce terkemuka di Asia Tenggara dan mendorong pertumbuhan brand-brand tersebut. 

CEO Hypefast, Achmad Alkatiri, menuturkan, meskipun beroperasi dengan cara mengakuisisi brand, Hypefast tetap mempertahankan pendiri-pendiri brand dalam jajaran manajemen guna mempertahankan relevansi yang kuat dengan pasar lokal. 

Salah satu akuisisi brand yang terbaru dalam portfolio Hypefast adalah brand bayi dan anak dari Indonesia yang pendapatannya tumbuh dari US$3 juta menjadi US$8 juta dolar dalam waktu enam bulan terakhir.

Diluncurkan pada Januari 2020, Hypefast fokus pada pengembangan brand e-commerce di Asia Tenggara dengan model bisnis house of brands.

Menurut Alkatiri, yang merupakan mantan CMO di Lazada Indonesia, ide awal untuk merintis Hypefast berasal dari pengalaman tim pendiri perusahaan dengan brand-brand e-commerce lokal, serta pemahaman mendalam atas berbagai kendala yang dihadapi sejumlah brand tersebut. 

"Ada sedikit sekali alasan brand-brand di Asia Tenggara untuk tidak bisa berkembang menjadi brand yang memiliki EBITDA bernilai jutaan dolar Amerika Serikat," katanya.

(Baca juga: Hypefast Gandeng Disney Bawa 12 Brand Fesyen Lokal ke Pasar Global)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Hypefast (@hypefast)



Brand-brand ini, tambahnya, telah memperoleh akses terhadap manufaktur yang sangat efisien dan pasar yang luas dengan tingkat penetrasi e-commerce yang cukup tinggi. 

"Selain itu, pendiri-pendiri brand lokal mampu memahami kebutuhan dan selera konsumen lokal, bahkan jauh lebih baik ketimbang kompetitor internasional, baik dalam hal mode, ukuran, standar, estetika, dan tingkat harga," ujar Alkatiri.

Dia merintis Hypefast setelah berinteraksi selama lebih dari enam tahun dengan pendiri-pendiri brand lokal, serta mempelajari kesulitan mereka ketika mendapatkan SDM yang tepat, permodalan, skala, dan efisiensi operasional—setiap aspek ini saling berkaitan. 

Tidak seperti strategi akuisisi cepat dalam jumlah banyak yang dijalankan aggregator brand di pasar-pasar lain, Hypefast mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas. 

Hypefast mendorong upaya tertinggi pada tahap pasca akuisisi, serta menggerakkan pertumbuhan melalui tim ritel terpadu, teknologi, proses efisien, analisis pasar, skala ekonomi, dan optimasi operasional back-end secara terpusat.

Hingga kini, Hypefast telah memperoleh US$22 juta equity capital serta tambahan debt capital dengan jumlah yang tidak disebutkan dari kalangan investor terkemuka di Asia Tenggara dan dunia antara lain Monk's Hill Ventures, Jungle Ventures, dan Strive.

"Konsumen digital di Asia Tenggara kini semakin berwawasan luas. Mereka mencermati profil pihak penjual dan siapa saja yang membeli produknya. Hypefast mengembangkan platform digital unggulan yang mendukung pemilik  brand dan pebisnis baru di Asia Tenggara untuk mengembangkan bisnis secara pesat," kata Kuo-Yi Lim, Co-Founder dan Managing Partner Monk's Hill Ventures.

Saat ini Hypefast memiliki lebih dari 200 pekerja di Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Tim ini menggerakkan pertumbuhan brand pada berbagai kanal dan pasar.


Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

Survei: Perempuan Indonesia Merasa Cantik saat Bahagia & Berpikir Positif

BERIKUTNYA

Galeri Nasional Adakan Pameran RESTART: Berhenti Sejenak Untuk Melompat Lebih Jauh Lagi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: