Rhenald Kasali Sentil Kamu, Buku Jangan Cuma Jadi Barang Koleksi
02 November 2021 |
20:24 WIB
Bicara soal hobi mengoleksi buku, tentu saja sosok Rhenald Kasali tidak bisa dilewatkan begitu saja. Jika ditotal, buku yang dimiliki akademisi sekaligus praktisi bisnis itu mencapai 10.000 buku dari beragam jenis maupun disiplin ilmu yang berbeda.
Menurut Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia (UI) itu, hobinya mengoleksi buku tidak terlepas dari pekerjaannya sebagai seorang akademisi. Buku-buku yang dia miliki digunakan sebagai referensinya memberikan materi kepada mahasiswa dan menulis sejumlah buku.
Sebagai catatan, Rhenald merupakan penulis dari 20 judul buku yang sebagian besar merupakan buku tentang bisnis. Salah satu diantaranya adalah Disruption (2017) yang menjelaskan tentang beberapa perubahan besar yang terjadi di dunia saat ini sekaligus cara menyikapi dan menghadapinya.
"Kalau saya tidak membaca bagaimana saya bisa memberikan materi ke mahasiswa saya, bagaimana saya bisa menulis buku-buku saya. Mengetahui hal-hal apa saja yang sudah dilakukan dan bagaimana hasilnya. Untuk menulis [buku] kan saya harus mengetahui itu," katanya kepada Hypeabis baru-baru ini.
Rhenald menyebut dirinya tak menganggap buku yang dimilikinya sebagai barang koleksi. Dia hanya membuat klasifikasi untuk mempermudah pengambilan buku apabila sewaktu-waktu dibutuhkan, baik oleh dirinya atau siapapun yang membutuhkannya.
Oleh karena itu, tak ada perlakuan khusus terhadap buku-buku tersebut, sekalipun termasuk dalam kategori buku langka. Bahkan, tak sedikit buku-buku yang dimilikinya sudah diberi tanda pada bagian yang penting atau ditambahkan catatan.
"Karena yang penting bagi saya itu adalah konten atau isi dari buku itu. Bukan fisik dari buku itu. Buat saya manfaat yang didapatkan dari buku itu adalah hal yang paling penting. [Buku] menguning atau dicoret-coret tidak apa-apa karena itu malah membantu menyerap isinya," tuturnya.
Adapun, Rhenald menyebut buku-buku yang dia miliki didapatkan lewat berbagai cara, tak terkecuali membelinya secara daring. Tak jarang juga dia mendatangkan buku dari luar negeri dibantu oleh kenalannya yang tak lain adalah pemilik salah satu jaringan toko buku di Indonesia.
Namun yang jelas, sebagian besar diantaranya didapatkan saat dirinya berkunjung ke luar negeri.
Pria 61 tahun itu mengaku selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke toko buku ketika berkunjung ke suatu negara. Tentu saja tujuannya adalah mencari buku-buku yang layak dibeli untuk kemudian dibawa pulang ke Tanah Air.
Tak jarang, buku-buku tersebut justru lebih banyak dibandingkan dengan barang bawaan Rhenald. Membayar biaya kelebihan bagasi untuk buku-buku yang dibelinya di luar negeri seperti menjadi makanan sehari-hari bagi dirinya beberapa tahun lalu.
"Itu saya seperti orang mabuk kalau beli buku. Di toko buku di luar negeri mencari buku seperti sibuk sendiri tak lihat sekitar. Borong yang banyak bawa pulang, sampai dapat bonus payung kelewat banyak juga pernah," ungkapnya.
Kebiasaan tersebut berlangsung selama beberapa tahun hingga akhirnya sang istri, Elisa Kasali menegurnya. Sang istri yang kebetulan adalah pemerhati pendidikan anak usia dini (PAUD) dan punya pengetahuan ilmu psikologi menyebut Rhenald membeli buku begitu banyak hanya untuk balas dendam.
"Kata istri saya, Abang ini beli buku segitu banyak karena dahulu waktu kuliah enggak bisa beli. Sekarang dilampiaskan beli begitu banyak buku. Setelah itu saya sadar dan akhirnya bisa mengerem. Membeli buku yang sekiranya memang bagus sekali atau cari e-book-nya," ujarnya.
Terakhir, terkait dengan hobi koleksi buku, Rhenald berpesan agar buku-buku yang dikoleksi tidak hanya didiamkan di rak. Dia berharap siapapun yang mengoleksi buku bisa menyerap dan mengaplikasikan ilmu atau pengetahuan dari buku itu ke kehidupan sehari-harinya.
"Jangan hanya jadi pajangan rak atau dibaca dengan target tertentu sampai habis. Target misalnya satu bulan berapa buku. Tetapi kalau tidak ada perubahan atau pengaruh ke kehidupan sehari-hari sepertinya percuma saja," tutupnya.
Editor Fajar Sidik
Menurut Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia (UI) itu, hobinya mengoleksi buku tidak terlepas dari pekerjaannya sebagai seorang akademisi. Buku-buku yang dia miliki digunakan sebagai referensinya memberikan materi kepada mahasiswa dan menulis sejumlah buku.
Sebagai catatan, Rhenald merupakan penulis dari 20 judul buku yang sebagian besar merupakan buku tentang bisnis. Salah satu diantaranya adalah Disruption (2017) yang menjelaskan tentang beberapa perubahan besar yang terjadi di dunia saat ini sekaligus cara menyikapi dan menghadapinya.
"Kalau saya tidak membaca bagaimana saya bisa memberikan materi ke mahasiswa saya, bagaimana saya bisa menulis buku-buku saya. Mengetahui hal-hal apa saja yang sudah dilakukan dan bagaimana hasilnya. Untuk menulis [buku] kan saya harus mengetahui itu," katanya kepada Hypeabis baru-baru ini.
Rhenald menyebut dirinya tak menganggap buku yang dimilikinya sebagai barang koleksi. Dia hanya membuat klasifikasi untuk mempermudah pengambilan buku apabila sewaktu-waktu dibutuhkan, baik oleh dirinya atau siapapun yang membutuhkannya.
Oleh karena itu, tak ada perlakuan khusus terhadap buku-buku tersebut, sekalipun termasuk dalam kategori buku langka. Bahkan, tak sedikit buku-buku yang dimilikinya sudah diberi tanda pada bagian yang penting atau ditambahkan catatan.
"Karena yang penting bagi saya itu adalah konten atau isi dari buku itu. Bukan fisik dari buku itu. Buat saya manfaat yang didapatkan dari buku itu adalah hal yang paling penting. [Buku] menguning atau dicoret-coret tidak apa-apa karena itu malah membantu menyerap isinya," tuturnya.
Adapun, Rhenald menyebut buku-buku yang dia miliki didapatkan lewat berbagai cara, tak terkecuali membelinya secara daring. Tak jarang juga dia mendatangkan buku dari luar negeri dibantu oleh kenalannya yang tak lain adalah pemilik salah satu jaringan toko buku di Indonesia.
Namun yang jelas, sebagian besar diantaranya didapatkan saat dirinya berkunjung ke luar negeri.
Pria 61 tahun itu mengaku selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke toko buku ketika berkunjung ke suatu negara. Tentu saja tujuannya adalah mencari buku-buku yang layak dibeli untuk kemudian dibawa pulang ke Tanah Air.
Tak jarang, buku-buku tersebut justru lebih banyak dibandingkan dengan barang bawaan Rhenald. Membayar biaya kelebihan bagasi untuk buku-buku yang dibelinya di luar negeri seperti menjadi makanan sehari-hari bagi dirinya beberapa tahun lalu.
"Itu saya seperti orang mabuk kalau beli buku. Di toko buku di luar negeri mencari buku seperti sibuk sendiri tak lihat sekitar. Borong yang banyak bawa pulang, sampai dapat bonus payung kelewat banyak juga pernah," ungkapnya.
Kebiasaan tersebut berlangsung selama beberapa tahun hingga akhirnya sang istri, Elisa Kasali menegurnya. Sang istri yang kebetulan adalah pemerhati pendidikan anak usia dini (PAUD) dan punya pengetahuan ilmu psikologi menyebut Rhenald membeli buku begitu banyak hanya untuk balas dendam.
"Kata istri saya, Abang ini beli buku segitu banyak karena dahulu waktu kuliah enggak bisa beli. Sekarang dilampiaskan beli begitu banyak buku. Setelah itu saya sadar dan akhirnya bisa mengerem. Membeli buku yang sekiranya memang bagus sekali atau cari e-book-nya," ujarnya.
Terakhir, terkait dengan hobi koleksi buku, Rhenald berpesan agar buku-buku yang dikoleksi tidak hanya didiamkan di rak. Dia berharap siapapun yang mengoleksi buku bisa menyerap dan mengaplikasikan ilmu atau pengetahuan dari buku itu ke kehidupan sehari-harinya.
"Jangan hanya jadi pajangan rak atau dibaca dengan target tertentu sampai habis. Target misalnya satu bulan berapa buku. Tetapi kalau tidak ada perubahan atau pengaruh ke kehidupan sehari-hari sepertinya percuma saja," tutupnya.
Editor Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.