Melihat Kembali Persilangan Budaya dalam Pameran Circumstance
02 November 2021 |
19:03 WIB
Galeri Nasional Indonesia mengadakan pameran bertajuk Circumstance, sebagai upaya melihat kembali persilangan budaya di lingkup masyarakat pertanian pada masa lampau, dan menjadi studi untuk memahami kondisi saat ini, serta berspekulasi menyusun proyeksi masa depan.
Kurator Albert Rahman Putra menuturkan terminologi Circumstance adalah tentang situasi atau kondisi yang memungkinkan munculnya tindakan atau peristiwa-peristiwa tertentu. Circumstance melihat kekinian atau sesuatu yang kiwari dari daya sinkronisasi, antara situasi-kondisi dengan peristiwa dan tindakan.
Dalam proyek ini, Circumstance menyoroti inisiatif masyarakat pertanian Solok dalam merespons persoalan setempat dan menyikapinya secara spiritual. Menurutnya, pendekatan-pendekatan institusional dan rasionalitas belum menunjukkan kemampuannya dalam mengatasi problem-problem kultural.
“Melalui proyek seni ini, saya mengajak keterlibatan seniman, baik itu individu maupun kolektif, untuk memahami proses transisi ini serta memetakan dan mengartikulasi isu-isu tersebut dengan menyoroti narasi-narasi kecil yang berkembang di kalangan warga," katanya.
Secara metode, Circumstance sendiri merupakan pengembangan dari platform Daur Subur, sebuah studi yang dikembangkan oleh Komunitas Gubuak Kopi sejak 2017 tentang persoalan kebudayaan di masyarakat pertanian wilayah Solok, yang menggunakan seni sebagai metode
pendekatan.
Daur Subur berupaya menggali aspek pengetahuan dari beragam peristiwa kebudayaan dan mengemasnya untuk memahami persoalan hari ini, dengan tetap sadar akan kearifan lokal, isu sosial, politik, ekonomi, dan perkembangan kontemporernya.
Pertemuan-kunjungan kecil dan pertukaran gagasan antara seniman dan warga menjadi aktivitas penting dalam proyek ini.
Melakukan pendekatan kepada warga dengan memakai cara atau perspektif warga, menghubungkan inisiatif-inisiatif, serta memaknainya secara spiritual dan sebagai sesuatu yang memang penting untuk kita lakukan bersama.
Saling berkontribusi serta bernegosiasi soal gagasan seni yang tidak harus fungsional dan bagaimana dapat bekerja di kehidupan sehari-hari.
Pameran Circumstance menampilkan presentasi publik dari residensi singkat dan kolaborasi para seniman partisipan di Solok yang bekerja bersama warga di Kampung Jawa di Solok, dalam menyikapi persoalan ekologi sesuai konteks yang ada di lokasi.
Proyek ini melibatkan 10 seniman dan kolektif untuk membaca isu seputar kebudayaan pertanian di lingkup lokalnya, melakukan residensi selama tiga minggu di kampung halamannya, mengikuti diskusi berkala, mendokumentasikan, dan menuliskan catatan proses.
Proyek ini menyoroti proses para seniman melakukan pemetaan melalui pendekatan artistik, memposisikan seniman sebagai fasilitator (artist as facilitator), serta melihat sejauh mana seni dan kerja-kerja kolektif mampu mengakomodir dan mengamplifikasi persoalan masyarakat.
Riset dan residensi para seniman tersebut dipresentasikan dalam sebuah pameran yang menampilkan karya-karya artefak representatif dan performatif, found object, instalasi teknologi media baru, dokumentasi riset, dan lainnya.
Para seniman juga diundang untuk mencatat proses residensi, baik berupa teks dan sketsa untuk didokumentasikan sebagai buku postevent.
Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto mengatakan model-model aktivitas seni yang melibatkan publik atau partisipasi warga seperti dalam pameran ini perlu terus dikembangkan, sehingga dapat menegaskan peran penting seni yang berkaitan erat dengan aktivitas sehari-hari dan budaya masyarakat.
“Seni diharapkan menjadi bagian yang utuh dari masyarakat dan memberikan kontribusi atau manfaat dalam kehidupan mereka,” ujarnya
Editor: Fajar Sidik
Kurator Albert Rahman Putra menuturkan terminologi Circumstance adalah tentang situasi atau kondisi yang memungkinkan munculnya tindakan atau peristiwa-peristiwa tertentu. Circumstance melihat kekinian atau sesuatu yang kiwari dari daya sinkronisasi, antara situasi-kondisi dengan peristiwa dan tindakan.
Dalam proyek ini, Circumstance menyoroti inisiatif masyarakat pertanian Solok dalam merespons persoalan setempat dan menyikapinya secara spiritual. Menurutnya, pendekatan-pendekatan institusional dan rasionalitas belum menunjukkan kemampuannya dalam mengatasi problem-problem kultural.
“Melalui proyek seni ini, saya mengajak keterlibatan seniman, baik itu individu maupun kolektif, untuk memahami proses transisi ini serta memetakan dan mengartikulasi isu-isu tersebut dengan menyoroti narasi-narasi kecil yang berkembang di kalangan warga," katanya.
Secara metode, Circumstance sendiri merupakan pengembangan dari platform Daur Subur, sebuah studi yang dikembangkan oleh Komunitas Gubuak Kopi sejak 2017 tentang persoalan kebudayaan di masyarakat pertanian wilayah Solok, yang menggunakan seni sebagai metode
pendekatan.
Daur Subur berupaya menggali aspek pengetahuan dari beragam peristiwa kebudayaan dan mengemasnya untuk memahami persoalan hari ini, dengan tetap sadar akan kearifan lokal, isu sosial, politik, ekonomi, dan perkembangan kontemporernya.
Pertemuan-kunjungan kecil dan pertukaran gagasan antara seniman dan warga menjadi aktivitas penting dalam proyek ini.
Melakukan pendekatan kepada warga dengan memakai cara atau perspektif warga, menghubungkan inisiatif-inisiatif, serta memaknainya secara spiritual dan sebagai sesuatu yang memang penting untuk kita lakukan bersama.
Saling berkontribusi serta bernegosiasi soal gagasan seni yang tidak harus fungsional dan bagaimana dapat bekerja di kehidupan sehari-hari.
Pameran Circumstance menampilkan presentasi publik dari residensi singkat dan kolaborasi para seniman partisipan di Solok yang bekerja bersama warga di Kampung Jawa di Solok, dalam menyikapi persoalan ekologi sesuai konteks yang ada di lokasi.
Proyek ini melibatkan 10 seniman dan kolektif untuk membaca isu seputar kebudayaan pertanian di lingkup lokalnya, melakukan residensi selama tiga minggu di kampung halamannya, mengikuti diskusi berkala, mendokumentasikan, dan menuliskan catatan proses.
Proyek ini menyoroti proses para seniman melakukan pemetaan melalui pendekatan artistik, memposisikan seniman sebagai fasilitator (artist as facilitator), serta melihat sejauh mana seni dan kerja-kerja kolektif mampu mengakomodir dan mengamplifikasi persoalan masyarakat.
Riset dan residensi para seniman tersebut dipresentasikan dalam sebuah pameran yang menampilkan karya-karya artefak representatif dan performatif, found object, instalasi teknologi media baru, dokumentasi riset, dan lainnya.
Para seniman juga diundang untuk mencatat proses residensi, baik berupa teks dan sketsa untuk didokumentasikan sebagai buku postevent.
Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto mengatakan model-model aktivitas seni yang melibatkan publik atau partisipasi warga seperti dalam pameran ini perlu terus dikembangkan, sehingga dapat menegaskan peran penting seni yang berkaitan erat dengan aktivitas sehari-hari dan budaya masyarakat.
“Seni diharapkan menjadi bagian yang utuh dari masyarakat dan memberikan kontribusi atau manfaat dalam kehidupan mereka,” ujarnya
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.