Waspada AMD, Penyebab Kebutaan Pada Lansia
14 October 2021 |
15:00 WIB
Mata adalah jendela manusia untuk melihat dunia. Ya, salah satu organ vital ini memiliki fungsi utama sebagai indra penglihatan. Namun sayangnya, tidak sedikit orang harus mengalami kelainan pada matanya, entah itu faktor kelahiran, genetik, peristiwa yang menyebabkan trauma pada mata, maupun karena usia.
Nah, salah satu kelainan pada mata yang berkaitan dengan usia adalah age-related macular degeneration (AMD).
Head of Medical Pharmaceuticals PT Bayer Indonesia Dr. Dewi Muliatin Santoso, mengatakan AMD menjadi penyebab kebutaaan nomor tiga di dunia. Kondisi ini dialami para lansia terutama di atas 60 tahun. Prevalensi AMD tahap awal di seluruh dunia pada pasien antara 45 dan 85 tahun sebanyak 8 persen dan AMD tahap lanjut adalah 0,4 persen.
“Diperkirakan 196 juta memiliki AMD pada 2020 dan diperkirakan meningkat menjadi 288 juta pada 2040,” ujarnya dalam virtual media briefing memperingati Hari Penglihatan Sedunia 2021, Kamis (14/10/2021).
Diketahui, Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara yang memiliki banyak pasien AMD selain China, India, Pakistan, dan Amerika Serikat. Jumlah lansia di Indonesia diprediksi akan terus meningkat menjadi sekitar 20 persen pada 2040, sedangkan pada 2050 jumlah lansia di Tanah Air diprediksi mencapai 74 juta atau sekitar 25 persen dari total penduduk. Dengan demikian, semakin besar pula risiko meningkatnya AMD di Indonesia.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dr. M. Sidik menyatakan AMD merupakan salah satu penyakit mata yang perlu mendapatkan pengobatan sedini mungkin. “AMD bisa dicegah dengan baik apabila dideteksi dini, kalau sudah di ujung (kondisi kronis), tidak bisa kembali,” tegasnya.
Saat ini Perdami dan Kementerian Kesehatan katanya tengah menyusun roadmap mengenai deteksi dini mandiri AMD. Salah satunya dengan menghitung jari sejauh 6 meter. “Bisa mencoba dulu identifikasi penglihatan. Bisa hitung jari 6 meter, jika penglihatan buram, segera ke faskes terdekat,” tuturnya.
Gangguan penglihatan dan kebutaan akibat AMD memang sangat menurunkan kualitas hidup. Gangguan ini terjadi secara perlahan dan progresif, sehingga memerlukan pemantauan ketat, serta kontrol dokter juga pengobatan berkala.
dr. Gitalisa Andayani, spesialis mata konsultan RSCM-FKUI menjelaskan AMD terjadi karena adanya kerusakan pada bagian sentral retina (makula) yang menyebabkan penglihatan sentral menghilang. Kondisi ini membuat penderitanya mengalami gangguan penglihatan mulai dari distorsi bentuk atau penghilangan buram. Pasien juga akan kehilangan kemampuan melihat detail halus, sulit membaca, menulis, bahkan tidak dapat melihat wajah orang di depannya.
AMD sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu AMD kering (dry AMD) dan AMD basah (wet AMD). Pada AMD kering, terjadi kerusakan makula secara bertahap, biasanya selama bertahun-tahun, karena sel-sel retina mati dan tidak diregenerasi. “Sekitar 10 persen hingga 15 persen orang dengan AMD kering, penyakitnya akan berkembang menjadi AMD basah,” jelasnya.
Pada AMD basah, ini terjadi karena pertumbuhan pembuluh darah abnormal ke dalam makula, sehingga terjadi perdarahan atau akumulasi cairan di makula. Akibatnya, akan timbul jaringan parut pada makula yang menyebabkan pasien kehilangan penglihatan sentralnya (kebutaan).
“AMD basah sering berkembang dengan sangat cepat dan dapat menyebabkan kehilangan daya lihat yang sangat signifikan,” tutur Gita.
Pada tahap awal, AMD memang sulit dikenali. Hanya dokter mata yang bisa melihatnya melalui metode mikroskopik. “Untuk deteksi dini, idealnya ketika menginjak usai 40 tahun, melakukan pemeriksaan mata setahun sekali. Kita tidak harus menunggu kebakaran,” saran Gita.
Sementara untuk yang terlambat menjalani deteksi dini, ketika penglihatan kamu terasa buram, melihat huruf atau bentuk seakan bengkok, atau ada penglihatan hitam pada titik tengah objek, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.
Editor: Indyah Sutriningrum
Nah, salah satu kelainan pada mata yang berkaitan dengan usia adalah age-related macular degeneration (AMD).
Head of Medical Pharmaceuticals PT Bayer Indonesia Dr. Dewi Muliatin Santoso, mengatakan AMD menjadi penyebab kebutaaan nomor tiga di dunia. Kondisi ini dialami para lansia terutama di atas 60 tahun. Prevalensi AMD tahap awal di seluruh dunia pada pasien antara 45 dan 85 tahun sebanyak 8 persen dan AMD tahap lanjut adalah 0,4 persen.
“Diperkirakan 196 juta memiliki AMD pada 2020 dan diperkirakan meningkat menjadi 288 juta pada 2040,” ujarnya dalam virtual media briefing memperingati Hari Penglihatan Sedunia 2021, Kamis (14/10/2021).
Diketahui, Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara yang memiliki banyak pasien AMD selain China, India, Pakistan, dan Amerika Serikat. Jumlah lansia di Indonesia diprediksi akan terus meningkat menjadi sekitar 20 persen pada 2040, sedangkan pada 2050 jumlah lansia di Tanah Air diprediksi mencapai 74 juta atau sekitar 25 persen dari total penduduk. Dengan demikian, semakin besar pula risiko meningkatnya AMD di Indonesia.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dr. M. Sidik menyatakan AMD merupakan salah satu penyakit mata yang perlu mendapatkan pengobatan sedini mungkin. “AMD bisa dicegah dengan baik apabila dideteksi dini, kalau sudah di ujung (kondisi kronis), tidak bisa kembali,” tegasnya.
Saat ini Perdami dan Kementerian Kesehatan katanya tengah menyusun roadmap mengenai deteksi dini mandiri AMD. Salah satunya dengan menghitung jari sejauh 6 meter. “Bisa mencoba dulu identifikasi penglihatan. Bisa hitung jari 6 meter, jika penglihatan buram, segera ke faskes terdekat,” tuturnya.
Gangguan penglihatan dan kebutaan akibat AMD memang sangat menurunkan kualitas hidup. Gangguan ini terjadi secara perlahan dan progresif, sehingga memerlukan pemantauan ketat, serta kontrol dokter juga pengobatan berkala.
dr. Gitalisa Andayani, spesialis mata konsultan RSCM-FKUI menjelaskan AMD terjadi karena adanya kerusakan pada bagian sentral retina (makula) yang menyebabkan penglihatan sentral menghilang. Kondisi ini membuat penderitanya mengalami gangguan penglihatan mulai dari distorsi bentuk atau penghilangan buram. Pasien juga akan kehilangan kemampuan melihat detail halus, sulit membaca, menulis, bahkan tidak dapat melihat wajah orang di depannya.
AMD sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu AMD kering (dry AMD) dan AMD basah (wet AMD). Pada AMD kering, terjadi kerusakan makula secara bertahap, biasanya selama bertahun-tahun, karena sel-sel retina mati dan tidak diregenerasi. “Sekitar 10 persen hingga 15 persen orang dengan AMD kering, penyakitnya akan berkembang menjadi AMD basah,” jelasnya.
Pada AMD basah, ini terjadi karena pertumbuhan pembuluh darah abnormal ke dalam makula, sehingga terjadi perdarahan atau akumulasi cairan di makula. Akibatnya, akan timbul jaringan parut pada makula yang menyebabkan pasien kehilangan penglihatan sentralnya (kebutaan).
“AMD basah sering berkembang dengan sangat cepat dan dapat menyebabkan kehilangan daya lihat yang sangat signifikan,” tutur Gita.
Pada tahap awal, AMD memang sulit dikenali. Hanya dokter mata yang bisa melihatnya melalui metode mikroskopik. “Untuk deteksi dini, idealnya ketika menginjak usai 40 tahun, melakukan pemeriksaan mata setahun sekali. Kita tidak harus menunggu kebakaran,” saran Gita.
Sementara untuk yang terlambat menjalani deteksi dini, ketika penglihatan kamu terasa buram, melihat huruf atau bentuk seakan bengkok, atau ada penglihatan hitam pada titik tengah objek, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.