Jumlah Penonton Bioskop Masih 10%, Ini Penyebabnya!
08 October 2021 |
21:23 WIB
Pemerintah mengizinkan bioskop untuk kembali beroperasi terutama di wilayah yang telah masuk dalam PPKM lebel dua dan level tiga. Meski demikian, hingga saat ini jumlah penonton masih sekitar 10?ri total kapasitas, jauh dari kapasitas maksimal 50%.
Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan minimnya jumlah penonton yang berkunjung ke bioskop saat ini salah satunya disebabkan karena film yang diputar saat ini masih minim, dan hanya film impor sedangkan film-film produksi lokal belum ada yang tayang.
“Kapasitas bioskop saat ini baru 10%. Masalahnya film yang ada saat ini impor padahal di daerah sangat menyukai film-film nasional sedangkan film barat belum tentu laku. November nanti akan ada 2-3 film (nasional) yang masuk, mudah-mudahan jadi pioner,” ujarnya.
Seperti diketahui hingga saat ini dua jaringan bioskop terbesar di Indonesia masih mengandalkan film-film asing, sedangkan untuk film-film Indonesia masih belum masuk karena para produser takut merugi mengingat kapasitas bioskop yang masih minim.
Djonny mengatakan penutupan bioskop yang telah terjadi selama ini sejak 2020 lalu telah menyebabkan jaringan bioskop besar mengalami kerugian hingga triliunan rupiah, sedangkan bioskop-bioskop independen mengalami kerugian setidaknya Rp50 juta hingga Rp60 juta sebulan.
Keengganan konsumen untuk menoton ke bioskop selain karena belum adanya film-film nasional juga adanya kendala saat akan masuk ke mall atau bioskop yang mengharuskan untuk menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Padahal, tidak semua masyarakat memiliki smartphone yang bisa menggunakan aplikasi tersebut. “Sebetulnya kewajiban yang mengharuskan sudah vaksin 1 dan 2 itu bagus, tetapi masalahnya ialah ketika harus menggunakan aplikasi untuk scan barcode karena ngga semua orang memiliki ponsel canggih,” ujarnya.
Untuk itulah dia berharap agar syarat masuk ke bioskop dapat lebih dievaluasi, tidak harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi sebagai syarat utama pengunjung masuk ke bioskop sehingga masyarakat lebih dimudahkan untuk masuk ke bioskop.
Selain itu, adanya pandangan yang menganggap bioskop berbahaya dan bisa menyebabkan cluster baru penyebaran virus Covid-19 juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi masyarakat untuk enggan kembali ke bioskop.
Padahal bioskop sangat menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
Apalagi bioskop memiliki ruangan yang cukup besar untuk sirkulasi udara dengan plafon hingga 8 sampai 9 meter, leba 20 meter dan panjang 40 meter.
Selama 9 bulan sejak pertama dibuka usai PSBB pada Oktober sampai ditutup kembali pada Juni, tidak ada klaster baru untuk Covid-19 di bioskop karena protokol kesehatan yang sudah sangat ketat. Sejauh itu sebetulnya masyarakat sudah mulai ramai ke bioskop dengan kapasitas keterisian selama 9 bulan sejak buka tersebut mencapai sekitar 40%.
Editor Fajar Sidik
Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan minimnya jumlah penonton yang berkunjung ke bioskop saat ini salah satunya disebabkan karena film yang diputar saat ini masih minim, dan hanya film impor sedangkan film-film produksi lokal belum ada yang tayang.
“Kapasitas bioskop saat ini baru 10%. Masalahnya film yang ada saat ini impor padahal di daerah sangat menyukai film-film nasional sedangkan film barat belum tentu laku. November nanti akan ada 2-3 film (nasional) yang masuk, mudah-mudahan jadi pioner,” ujarnya.
Seperti diketahui hingga saat ini dua jaringan bioskop terbesar di Indonesia masih mengandalkan film-film asing, sedangkan untuk film-film Indonesia masih belum masuk karena para produser takut merugi mengingat kapasitas bioskop yang masih minim.
Djonny mengatakan penutupan bioskop yang telah terjadi selama ini sejak 2020 lalu telah menyebabkan jaringan bioskop besar mengalami kerugian hingga triliunan rupiah, sedangkan bioskop-bioskop independen mengalami kerugian setidaknya Rp50 juta hingga Rp60 juta sebulan.
Keengganan konsumen untuk menoton ke bioskop selain karena belum adanya film-film nasional juga adanya kendala saat akan masuk ke mall atau bioskop yang mengharuskan untuk menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Padahal, tidak semua masyarakat memiliki smartphone yang bisa menggunakan aplikasi tersebut. “Sebetulnya kewajiban yang mengharuskan sudah vaksin 1 dan 2 itu bagus, tetapi masalahnya ialah ketika harus menggunakan aplikasi untuk scan barcode karena ngga semua orang memiliki ponsel canggih,” ujarnya.
Untuk itulah dia berharap agar syarat masuk ke bioskop dapat lebih dievaluasi, tidak harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi sebagai syarat utama pengunjung masuk ke bioskop sehingga masyarakat lebih dimudahkan untuk masuk ke bioskop.
Selain itu, adanya pandangan yang menganggap bioskop berbahaya dan bisa menyebabkan cluster baru penyebaran virus Covid-19 juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi masyarakat untuk enggan kembali ke bioskop.
Padahal bioskop sangat menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
Apalagi bioskop memiliki ruangan yang cukup besar untuk sirkulasi udara dengan plafon hingga 8 sampai 9 meter, leba 20 meter dan panjang 40 meter.
Selama 9 bulan sejak pertama dibuka usai PSBB pada Oktober sampai ditutup kembali pada Juni, tidak ada klaster baru untuk Covid-19 di bioskop karena protokol kesehatan yang sudah sangat ketat. Sejauh itu sebetulnya masyarakat sudah mulai ramai ke bioskop dengan kapasitas keterisian selama 9 bulan sejak buka tersebut mencapai sekitar 40%.
Editor Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.