QRIS Bisa Digunakan di Jepang & China Mulai 17 Agustus 2025
23 May 2025 |
13:22 WIB
Ada kabar gembira buat Genhype yang sering jalan-jalan ke luar negeri. Fitur pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS bakal bisa digunakan oleh warga negara Indonesia di Jepang dan China mulai 17 Agustus 2025. Hal ini tentunya memudahkan masyarakat untuk bertransaksi di kedua negara tersebut.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Fillianingsih Hendarta menjelaskan bahwa persiapan kerja sama QRIS dengan Jepang telah mencapai tahap uij coba (sandbox) yang telah dimulai pada 15 Mei 2025. Hal ini merupakan bagian dari sejumlah langkah teknis yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dengan otoritas sistem pembayaran Jepang.
Baca juga: Kenali Ciri-ciri Kode QRIS Palsu Sebelum Melakukan Pembayaran
"Mudah-mudahan kalau tidak ada halangan yang berarti kita bisa launching penggunaan outbond [QRIS] itu tanggal 17 Agustus yang akan datang. Jadi, orang Indonesia yang pergi ke Jepang nanti bisa menggunakan pembayaran dengan scan QR di Jepang," kata Filianingsih dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI di kanal YouTube Bank Indonesia Channel, Rabu (21/5/2025).
Tak hanya di Jepang, QRIS juga akan bisa digunakan oleh WNI di China. Fillianingsih menjelaskan pihaknya telah melakukan finalisasi dari sisi pengaturan bisnis, teknis, dan operasional antara Union Pay International dari pihak China dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sebagai pihak Indonesia.
Dia memaparkan ada empat penyedia layanan switching nasional yang telah menjalin kesepakatan dengan Union Pay International China untuk pengembangan sistem dan pelaksanaan uji coba sandbox, yaitu PT Rintis Sejahtera (Rintis), PT Alto Network (Alto), PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa), dan PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin).
"Ini mudah-mudahan uji coba [di China] juga bisa dilakukan nanti di 17 Agustus 2025 yang akan datang," imbuhnya.
Selain Jepang dan China, BI juga tengah menjajaki kerja sama QRIS lintas negara dengan beberapa negara lain seperti India, Korea Selatan, dan Arab Saudi. Filianingsih memaparkan untuk rencana penggunaan QRIS di India, prosesnya masih berada pada tahap pembahasan teknis antara ASPI dan NPCI International India.
Sementara itu, untuk Korea Selatan, masih dilakukan kajian dan finalisasi kerja sama di level industri antara ASPI dengan otoritas keuangan di Negeri Gingseng. "Kalau dari sisi antarotoritas di bank sentral, ini sudah kita lakukan. Saat ini, sampai ke level industri, antara ASPI dengan Korean Financial Telecommunication and Clearings Institute," papar dia.
Sedangkan untuk di Arab Saudi, BI telah melakukan diskusi dengan Otoritas Moneter Arab Saudi. Filianingsih menyebut Arab Saudi melalui Kementerian Haji dan Umroh juga tengah mendorong program digitalisasi pembayaran bagi jemaah haji dan umroh, terutama dari negara dengan jumlah jemaah besar seperti Indonesia.
"Mudah-mudahan nanti dengan kita akan lanjut di akhir bulan ini akan ada diskusi secara intensif dengan Kementerian Haji dan Umroh dari Saudi Arabia,” tambahnya.
Sebelumnya, QRIS lintas negara sudah lebih dulu bisa digunakan di beberapa negara Asia Tenggara seperti di Malaysia, Thailand, dan Singapura. Meskipun terus berkembang, penerapan QRIS antarnegara memiliki tantangan sendiri.
Filianingsih mengatakan bahwa salah satu hambatan utama adalah perbedaan struktur kelembagaan sistem pembayaran di tiap negara. Tidak semua negara menempatkan otoritas sistem pembayaran di bawah bank sentral seperti di Indonesia. Hal ini membuat BI perlu lebih dulu memahami struktur kelembagaan mitra, menyesuaikan regulasi, dan menyelaraskan infrastruktur sistem pembayaran.
Setelah seluruh tahap tersebut terpenuhi, barulah kerja sama bisa dilanjutkan ke tahap uji coba sistem (sandbox) bersama pelaku industri.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa pengembangan QRIS lintas negara berlandaskan tiga prinsip utama, yaitu kepentingan nasional, sinergi antarotoritas, dan dukungan pelaku industri.
Menurut Perry, prinsip-prinsip tersebut tercermin dalam blueprint sistem pembayaran Indonesia, yang menjadikan kerja sama internasional sebagai bagian dari strategi nasional.
"Ada tahapan yang memang nanti industri itu saling berbicara. Setelah sesuai kepentingan nasional dan kesepakatan industri, baru yang ketiga diberlakukan untuk semua pelaku industri," ujarnya.
Baca juga: Digdaya QRIS di Tanah Air, Pakar Ungkap Keunggulan & Kelemahannya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Deputi Gubernur Bank Indonesia Fillianingsih Hendarta menjelaskan bahwa persiapan kerja sama QRIS dengan Jepang telah mencapai tahap uij coba (sandbox) yang telah dimulai pada 15 Mei 2025. Hal ini merupakan bagian dari sejumlah langkah teknis yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dengan otoritas sistem pembayaran Jepang.
Baca juga: Kenali Ciri-ciri Kode QRIS Palsu Sebelum Melakukan Pembayaran
"Mudah-mudahan kalau tidak ada halangan yang berarti kita bisa launching penggunaan outbond [QRIS] itu tanggal 17 Agustus yang akan datang. Jadi, orang Indonesia yang pergi ke Jepang nanti bisa menggunakan pembayaran dengan scan QR di Jepang," kata Filianingsih dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI di kanal YouTube Bank Indonesia Channel, Rabu (21/5/2025).
Tak hanya di Jepang, QRIS juga akan bisa digunakan oleh WNI di China. Fillianingsih menjelaskan pihaknya telah melakukan finalisasi dari sisi pengaturan bisnis, teknis, dan operasional antara Union Pay International dari pihak China dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sebagai pihak Indonesia.
Dia memaparkan ada empat penyedia layanan switching nasional yang telah menjalin kesepakatan dengan Union Pay International China untuk pengembangan sistem dan pelaksanaan uji coba sandbox, yaitu PT Rintis Sejahtera (Rintis), PT Alto Network (Alto), PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa), dan PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin).
"Ini mudah-mudahan uji coba [di China] juga bisa dilakukan nanti di 17 Agustus 2025 yang akan datang," imbuhnya.
Kerja Sama India, Korea Selatan & Arab Saudi
Selain Jepang dan China, BI juga tengah menjajaki kerja sama QRIS lintas negara dengan beberapa negara lain seperti India, Korea Selatan, dan Arab Saudi. Filianingsih memaparkan untuk rencana penggunaan QRIS di India, prosesnya masih berada pada tahap pembahasan teknis antara ASPI dan NPCI International India.Sementara itu, untuk Korea Selatan, masih dilakukan kajian dan finalisasi kerja sama di level industri antara ASPI dengan otoritas keuangan di Negeri Gingseng. "Kalau dari sisi antarotoritas di bank sentral, ini sudah kita lakukan. Saat ini, sampai ke level industri, antara ASPI dengan Korean Financial Telecommunication and Clearings Institute," papar dia.
Sedangkan untuk di Arab Saudi, BI telah melakukan diskusi dengan Otoritas Moneter Arab Saudi. Filianingsih menyebut Arab Saudi melalui Kementerian Haji dan Umroh juga tengah mendorong program digitalisasi pembayaran bagi jemaah haji dan umroh, terutama dari negara dengan jumlah jemaah besar seperti Indonesia.
"Mudah-mudahan nanti dengan kita akan lanjut di akhir bulan ini akan ada diskusi secara intensif dengan Kementerian Haji dan Umroh dari Saudi Arabia,” tambahnya.
Sebelumnya, QRIS lintas negara sudah lebih dulu bisa digunakan di beberapa negara Asia Tenggara seperti di Malaysia, Thailand, dan Singapura. Meskipun terus berkembang, penerapan QRIS antarnegara memiliki tantangan sendiri.
Filianingsih mengatakan bahwa salah satu hambatan utama adalah perbedaan struktur kelembagaan sistem pembayaran di tiap negara. Tidak semua negara menempatkan otoritas sistem pembayaran di bawah bank sentral seperti di Indonesia. Hal ini membuat BI perlu lebih dulu memahami struktur kelembagaan mitra, menyesuaikan regulasi, dan menyelaraskan infrastruktur sistem pembayaran.
Setelah seluruh tahap tersebut terpenuhi, barulah kerja sama bisa dilanjutkan ke tahap uji coba sistem (sandbox) bersama pelaku industri.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa pengembangan QRIS lintas negara berlandaskan tiga prinsip utama, yaitu kepentingan nasional, sinergi antarotoritas, dan dukungan pelaku industri.
Menurut Perry, prinsip-prinsip tersebut tercermin dalam blueprint sistem pembayaran Indonesia, yang menjadikan kerja sama internasional sebagai bagian dari strategi nasional.
"Ada tahapan yang memang nanti industri itu saling berbicara. Setelah sesuai kepentingan nasional dan kesepakatan industri, baru yang ketiga diberlakukan untuk semua pelaku industri," ujarnya.
Baca juga: Digdaya QRIS di Tanah Air, Pakar Ungkap Keunggulan & Kelemahannya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.