Jobstreet: 42 Persen Perusahaan Bakal Lebih Aktif Rekrut Karyawan pada Paruh Kedua 2025
20 May 2025 |
10:30 WIB
Mencari kerja belakangan ini tampaknya semakin sulit. Namun, bukan berarti kondisi menantang yang ada membuat Genhype langsung patah arang. Pasalnya, tren rekrutmen pekerja pada paruh kedua tahun 2025 diprediksi akan meningkat. Hal ini terungkap dalam laporan survei terbaru Jobstreet by SEEK yang dirilis baru-baru ini.
Laporan bertajuk Hiring, Compensation, and Benefits 2025 tersebut mengungkap bahwa 42 persen dari 1.273 praktisi rekrutmen dan SDM di Indonesia dari berbagai industri dan ukuran perusahaan, akan lebih aktif merekrut pada paruh kedua tahun 2025, dibandingkan dengan tahun 2024.
Baca juga: Lulus Kuliah? Cek 10 Industri Paling Pesat untuk Berkarier Versi LinkedIn
Angka tersebut meningkat 6 persen dari prediksi aktivitas rekrutmen pada paruh pertama 2025. Hasil survei yang dilakukan pada September-Oktober 2024 itu juga menunjukkan bahwa 94 persen perusahaan di Indonesia aktif dalam melakukan rekrutmen.
Jobsteet melaporkan peningkatan terbesar dalam rekrutmen ini terlihat pada karyawan paruh waktu kontraktual yang melonjak dari 17 persen pada 2023 menjadi 32 persen pada 2024. Selain itu, peningkatan juga terlihat pada rekrutmen karyawan tetap paruh waktu dari angka 52 persen menjadi 56 persen pada 2024.
"Perusahaan mempekerjakan lebih banyak karyawan paruh waktu untuk meningkatkan fleksibilitas, menghemat biaya tunjangan, mengelola beban kerja musiman atau yang berfluktuasi, serta menarik individu yang mencari keseimbangan kehidupan dan pekerjaan yang lebih baik," kata Wisnu Dharmawan, Sales Director Indonesia Jobstreet by SEEK.
Adapun, 10 jenis pekerjaan yang cenderung stabil dalam merekrut pekerja yakni Admin and HR dengan persentase mencapai 39 persen, lalu Accounting (34 persen), Marketing/Branding (30 persen), Management (21 persen), dan Corporate Sales/Business Development (20 persen).
Selain itu, Sales/Business Development (19 persen), Engineering (18 persen), Information Technology (17 persen), Finance (15 persen), dan Manufacturing (13 persen).
Data terbaru dalam laporan tersebut menunjukkan lonjakan signifikan dalam salary benchmarking yakni dari 36 persen pada 2023 menjadi 56 persen pada 2024, serta benefits benchmarking dari 16 persen ke 42 persen. Hal ini menandakan fokus kuat pada daya saing paket remunerasi dari perusahaan.
Selain itu, 44 persen perusahaan kini mempertimbangkan inflasi dalam kenaikan gaji, yakni naik 9 persen dari tahun sebelumnya meskipun hanya 24 persen yang mengklaim kenaikan gaji sesuai atau di atas inflasi.
Wisnu menuturkan tahun 2024 memperlihatkan dinamika menarik di mana perusahaan semakin menyadari pentingnya menawarkan paket kompensasi dan tunjangan yang kompetitif. Selain salary benchmarking, lanjutnya, penawaran jenis cuti khusus seperti family-care leave juga menjadi faktor utama yang dipertimbangkan.
Namun, katanya, di tengah optimisme ini, perlu adanya keseimbangan bagi perusahaan terhadap komitmen mereka dalam mengedepankan kesejahteraan karyawan.
"Hal itu dapat dilakukan melalui kolaborasi lebih erat antara HR dan karyawan yang akan menjadi kunci dalam merancang kebijakan kompensasi yang berkelanjutan dan adil di masa depan," ujarnya.
Dengan meningkatnya penggunaan AI dalam beberapa tahun terakhir, 71 persen perusahaan di Indonesia saat ini mempertimbangkan pengetahuan teknologi kecerdasan buatan (AI) dari calon pekerja saat melakukan proses rekrutmen.
Namun, Jobstreet menyebut mayoritas dari perusahaan melihat hal tersebut sebagai “nilai tambah” pada kualifikasi utama dari kandidat, bukan sebagai persyaratan utama. Perusahaan umumnya menilai kemampuan AI melalui pengenalan diri kandidat sebagaimana diakui 53 persen responden, pertanyaan teknis (46 persen), atau portofolio proyek AI (44 persen).
Namun, hanya sebagian kecil yang menggunakan sertifikasi AI yakni 35 persen perusahaan responden atau tugas khusus (26 persen). Tren ini mencerminkan kebutuhan akan keseimbangan antara keahlian inti dan literasi digital di era otomatisasi.
Di sisi lain, keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) di tempat kerja masih menjadi topik hangat. Jobstreet melaporkan di Indonesia, sebanyak 56 persen perusahaan telah mengimplementasikan adopsi DEI, seperti kebijakan anti-diskriminasi (62 persen) dan blind resume screening (44 persen).
Namun, 15 persen dari perusahaan masih enggan menerapkannya, dengan alasan utama kurangnya pemahaman akan manfaat DEI (35 persen) atau ketiadaan regulasi wajib (25 persen). "Ini masih menjadi tugas utama perusahaan lainnya dalam memastikan adanya kesempatan dan lingkungan yang setara bagi para pekerja," kata Wisnu.
Wisnu menambahkan dalam menghadapi dinamika pasar kerja 2025, perusahaan perlu bertindak proaktif dengan strategi rekrutmen yang adaptif. Dengan memanfaatkan momentum anggaran 2025 untuk merekrut talenta terbaik, baik secara penuh waktu maupun fleksibel.
"Jobstreet mendorong pelaku usaha di Indonesia untuk mengoptimalkan potensi pasar tenaga kerja dengan menawarkan fleksibilitas kerja, insentif yang kompetitif yang mempertimbangkan inflasi dan benchmark industri, serta lengkapi dengan paket tunjangan yang relevan," tambahnya.
Baca juga: Tren Dunia Kerja, Penguasaan Generative AI & Micro-Credentials Jadi Kunci Daya Saing Pekerja
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Laporan bertajuk Hiring, Compensation, and Benefits 2025 tersebut mengungkap bahwa 42 persen dari 1.273 praktisi rekrutmen dan SDM di Indonesia dari berbagai industri dan ukuran perusahaan, akan lebih aktif merekrut pada paruh kedua tahun 2025, dibandingkan dengan tahun 2024.
Baca juga: Lulus Kuliah? Cek 10 Industri Paling Pesat untuk Berkarier Versi LinkedIn
Angka tersebut meningkat 6 persen dari prediksi aktivitas rekrutmen pada paruh pertama 2025. Hasil survei yang dilakukan pada September-Oktober 2024 itu juga menunjukkan bahwa 94 persen perusahaan di Indonesia aktif dalam melakukan rekrutmen.
Jobsteet melaporkan peningkatan terbesar dalam rekrutmen ini terlihat pada karyawan paruh waktu kontraktual yang melonjak dari 17 persen pada 2023 menjadi 32 persen pada 2024. Selain itu, peningkatan juga terlihat pada rekrutmen karyawan tetap paruh waktu dari angka 52 persen menjadi 56 persen pada 2024.
"Perusahaan mempekerjakan lebih banyak karyawan paruh waktu untuk meningkatkan fleksibilitas, menghemat biaya tunjangan, mengelola beban kerja musiman atau yang berfluktuasi, serta menarik individu yang mencari keseimbangan kehidupan dan pekerjaan yang lebih baik," kata Wisnu Dharmawan, Sales Director Indonesia Jobstreet by SEEK.
Adapun, 10 jenis pekerjaan yang cenderung stabil dalam merekrut pekerja yakni Admin and HR dengan persentase mencapai 39 persen, lalu Accounting (34 persen), Marketing/Branding (30 persen), Management (21 persen), dan Corporate Sales/Business Development (20 persen).
Selain itu, Sales/Business Development (19 persen), Engineering (18 persen), Information Technology (17 persen), Finance (15 persen), dan Manufacturing (13 persen).
Tren Kompensasi & Tunjangan
Jobstreet juga melaporkan penawaran kompensasi dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan juga terus berkembang seiring dengan evaluasi yang diberikan dari para karyawan, yakni perbandingan gaji dan tunjangan menjadi pertimbangan utama untuk memastikan penawaran yang kompetitif.Data terbaru dalam laporan tersebut menunjukkan lonjakan signifikan dalam salary benchmarking yakni dari 36 persen pada 2023 menjadi 56 persen pada 2024, serta benefits benchmarking dari 16 persen ke 42 persen. Hal ini menandakan fokus kuat pada daya saing paket remunerasi dari perusahaan.
Selain itu, 44 persen perusahaan kini mempertimbangkan inflasi dalam kenaikan gaji, yakni naik 9 persen dari tahun sebelumnya meskipun hanya 24 persen yang mengklaim kenaikan gaji sesuai atau di atas inflasi.
Wisnu menuturkan tahun 2024 memperlihatkan dinamika menarik di mana perusahaan semakin menyadari pentingnya menawarkan paket kompensasi dan tunjangan yang kompetitif. Selain salary benchmarking, lanjutnya, penawaran jenis cuti khusus seperti family-care leave juga menjadi faktor utama yang dipertimbangkan.
Namun, katanya, di tengah optimisme ini, perlu adanya keseimbangan bagi perusahaan terhadap komitmen mereka dalam mengedepankan kesejahteraan karyawan.
"Hal itu dapat dilakukan melalui kolaborasi lebih erat antara HR dan karyawan yang akan menjadi kunci dalam merancang kebijakan kompensasi yang berkelanjutan dan adil di masa depan," ujarnya.
Pengetahuan AI & Inklusivitas
Dengan meningkatnya penggunaan AI dalam beberapa tahun terakhir, 71 persen perusahaan di Indonesia saat ini mempertimbangkan pengetahuan teknologi kecerdasan buatan (AI) dari calon pekerja saat melakukan proses rekrutmen.Namun, Jobstreet menyebut mayoritas dari perusahaan melihat hal tersebut sebagai “nilai tambah” pada kualifikasi utama dari kandidat, bukan sebagai persyaratan utama. Perusahaan umumnya menilai kemampuan AI melalui pengenalan diri kandidat sebagaimana diakui 53 persen responden, pertanyaan teknis (46 persen), atau portofolio proyek AI (44 persen).
Namun, hanya sebagian kecil yang menggunakan sertifikasi AI yakni 35 persen perusahaan responden atau tugas khusus (26 persen). Tren ini mencerminkan kebutuhan akan keseimbangan antara keahlian inti dan literasi digital di era otomatisasi.
Di sisi lain, keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) di tempat kerja masih menjadi topik hangat. Jobstreet melaporkan di Indonesia, sebanyak 56 persen perusahaan telah mengimplementasikan adopsi DEI, seperti kebijakan anti-diskriminasi (62 persen) dan blind resume screening (44 persen).
Namun, 15 persen dari perusahaan masih enggan menerapkannya, dengan alasan utama kurangnya pemahaman akan manfaat DEI (35 persen) atau ketiadaan regulasi wajib (25 persen). "Ini masih menjadi tugas utama perusahaan lainnya dalam memastikan adanya kesempatan dan lingkungan yang setara bagi para pekerja," kata Wisnu.
Wisnu menambahkan dalam menghadapi dinamika pasar kerja 2025, perusahaan perlu bertindak proaktif dengan strategi rekrutmen yang adaptif. Dengan memanfaatkan momentum anggaran 2025 untuk merekrut talenta terbaik, baik secara penuh waktu maupun fleksibel.
"Jobstreet mendorong pelaku usaha di Indonesia untuk mengoptimalkan potensi pasar tenaga kerja dengan menawarkan fleksibilitas kerja, insentif yang kompetitif yang mempertimbangkan inflasi dan benchmark industri, serta lengkapi dengan paket tunjangan yang relevan," tambahnya.
Baca juga: Tren Dunia Kerja, Penguasaan Generative AI & Micro-Credentials Jadi Kunci Daya Saing Pekerja
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.