Bawa Lakon Ghost of Hell Creek: Stone Garuda, Prehistoric Body Theater Siap Tampil di Salihara
17 May 2025 |
20:41 WIB
Kolektif seni Prehistoric Body Theater siap kembali menghibur penikmat teater di Jakarta. Terbaru grup teater asal Solo, Jawa Tengah, itu bakal tampil dengan lakon terbaru bertajuk Ghost of Hell Creek: Stone of Garuda, pada 17-18 Juni 2025, di Teater Salihara, Jakarta.
Berbeda dari lakon sebelumnya yang dipentaskan di Art Jakarta Gardens, 2025, kali ini Prehistoric bakal mengungkai kisah tentang kepunahan dan kelahiran leluhur manusia di akhir zaman dinosaurus. Lakon ini merupakan world premiere dari variasi karya berskala besar bertema Ghosts of Hell Creek.
Baca juga: Bertiga Tapi Berempat, Lakon Meta Teater dengan Pendekatan Unik Siap Pentas di Salihara
Sutradara Prehistoric Body Theater, Ari Rudenko mengatakan, lakon ini merupakan pertunjukan yang mengetengahkan ilmu paleontologi dengan seni interdisipliner. Stone of Garuda, terinspirasi dari temuan fosil Acheroraptor, genus dinosaurus theropoda dromaeosaurid, yang ditemukan di Situs Hell Creek, Amerika.
Berdurasi 45 menit, lakon ini akan menghidupkan kembali kisah kepunahan dan kelahiran leluhur manusia pada masa prasejarah, termasuk memadukan kisah Pohon Kehidupan biologis dengan tarian yang terinspirasi dari gerak dan perilaku hewan, dan tari-tari tradisional di Tanah Air.
"Sebenarya Garuda ini semacam intertekstualitas, di mana 'burung' Acheroraptor yang ada tangan dan giginya saat fosilnya ditemukan. Kalau di Indonesia ini hampir mirip Jatayu, burung garuda dalam kisah pewayangan,"katanya.
Ari menambahkan, proses pembuatan lakon Stone of Garuda juga melalui kolaborasi antara para seniman Prehistoric Body Theater yang berlatar belakang penari tradisi. Idiom gerak yang terefleksi dalam pertunjukan ini juga dipengaruhi berbagai jenis tari seperti gandrung, lengger, hingga butoh.
Setelah pentas perdana di Jakarta, Stone Garuda nantinya juga akan melanjutkan tur ke Amerika Serikat pada Juni 2025. Di sana, Prehistoric akan tampil di Jacob’s Pillow Dance Festival, Asia Society Museum di New York City, serta mengunjungi situs fosil Hell Creek bersama para ilmuwan.
"Di Hell Creek nantinya kami juga akan melakukan penggalian fosil bersama para ilmuwan paleontologi. Tour ini juga jadi semacam nomaden, sebab dulunya manusia hidup berpindah-pindah," imbuh Ari Rudenko.
Sementara itu, Sofyan, salah satu pemain Prehistoric mengatakan dipilihnya tari-tarian tradisi, khususnya gandrung juga bukan tanpa alasan. Menurutnya, tari tradisi asal Banyuwangi itu cukup pas untuk membungkus pertunjukan ini, terutama saat menggambarkan para Acheroraptor bercinta.
Selain sebagai ide, dipilihnya Gandrung juga untuk memvisualkan bagaimana perilaku burung saat birahi. Dalam ornitologi, cabang ilmu zoologi yang mempelajari berbagai aspek kehidupan burung, perilaku ini biasanya terjadi di mana burung jantan mencari perhatian betina dengan ragam gerak.
"Tarik menarik dalam tari gandrung sangat pas untuk menggambarkan bagaimana Acheroraptor bercinta, akhirnya dibongkar juga bentuk-bentuk koreografi yang menyesuaikan gerak burung itu sendiri," katanya.
Prehistoric Body Theatre merupakan kolektif seni asal Karanganyar, yang memadukan kombinasi unik antara pertunjukan tradisional Indonesia dan pengetahuan budaya. Lain dari itu mereka juga memadukan ilmu sejarah alam dengan panel internasional yang terdiri dari para paleontologis mentor.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Berbeda dari lakon sebelumnya yang dipentaskan di Art Jakarta Gardens, 2025, kali ini Prehistoric bakal mengungkai kisah tentang kepunahan dan kelahiran leluhur manusia di akhir zaman dinosaurus. Lakon ini merupakan world premiere dari variasi karya berskala besar bertema Ghosts of Hell Creek.
Baca juga: Bertiga Tapi Berempat, Lakon Meta Teater dengan Pendekatan Unik Siap Pentas di Salihara
Sutradara Prehistoric Body Theater, Ari Rudenko mengatakan, lakon ini merupakan pertunjukan yang mengetengahkan ilmu paleontologi dengan seni interdisipliner. Stone of Garuda, terinspirasi dari temuan fosil Acheroraptor, genus dinosaurus theropoda dromaeosaurid, yang ditemukan di Situs Hell Creek, Amerika.
Berdurasi 45 menit, lakon ini akan menghidupkan kembali kisah kepunahan dan kelahiran leluhur manusia pada masa prasejarah, termasuk memadukan kisah Pohon Kehidupan biologis dengan tarian yang terinspirasi dari gerak dan perilaku hewan, dan tari-tari tradisional di Tanah Air.
"Sebenarya Garuda ini semacam intertekstualitas, di mana 'burung' Acheroraptor yang ada tangan dan giginya saat fosilnya ditemukan. Kalau di Indonesia ini hampir mirip Jatayu, burung garuda dalam kisah pewayangan,"katanya.
Ari menambahkan, proses pembuatan lakon Stone of Garuda juga melalui kolaborasi antara para seniman Prehistoric Body Theater yang berlatar belakang penari tradisi. Idiom gerak yang terefleksi dalam pertunjukan ini juga dipengaruhi berbagai jenis tari seperti gandrung, lengger, hingga butoh.
Setelah pentas perdana di Jakarta, Stone Garuda nantinya juga akan melanjutkan tur ke Amerika Serikat pada Juni 2025. Di sana, Prehistoric akan tampil di Jacob’s Pillow Dance Festival, Asia Society Museum di New York City, serta mengunjungi situs fosil Hell Creek bersama para ilmuwan.
"Di Hell Creek nantinya kami juga akan melakukan penggalian fosil bersama para ilmuwan paleontologi. Tour ini juga jadi semacam nomaden, sebab dulunya manusia hidup berpindah-pindah," imbuh Ari Rudenko.
Sementara itu, Sofyan, salah satu pemain Prehistoric mengatakan dipilihnya tari-tarian tradisi, khususnya gandrung juga bukan tanpa alasan. Menurutnya, tari tradisi asal Banyuwangi itu cukup pas untuk membungkus pertunjukan ini, terutama saat menggambarkan para Acheroraptor bercinta.
Selain sebagai ide, dipilihnya Gandrung juga untuk memvisualkan bagaimana perilaku burung saat birahi. Dalam ornitologi, cabang ilmu zoologi yang mempelajari berbagai aspek kehidupan burung, perilaku ini biasanya terjadi di mana burung jantan mencari perhatian betina dengan ragam gerak.
"Tarik menarik dalam tari gandrung sangat pas untuk menggambarkan bagaimana Acheroraptor bercinta, akhirnya dibongkar juga bentuk-bentuk koreografi yang menyesuaikan gerak burung itu sendiri," katanya.
Prehistoric Body Theatre merupakan kolektif seni asal Karanganyar, yang memadukan kombinasi unik antara pertunjukan tradisional Indonesia dan pengetahuan budaya. Lain dari itu mereka juga memadukan ilmu sejarah alam dengan panel internasional yang terdiri dari para paleontologis mentor.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.