FSAI 2025 Siap Digelar, Tampilkan Senarai Film Pilihan Indonesia-Australia
09 May 2025 |
17:10 WIB
Kedutaan Besar Australia dan Konsulat Jenderal di Indonesia kembali menggelar Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI). Memeringati perjalanannya yang ke-10, tahun ini FSAI juga dihelat di 10 kota Indonesia, yang berlangsung pada 16-24 Juni 2025.
FSAI merupakan acara tahunan antara Indonesia-Australia untuk merayakan hubungan budaya melalui film. Tahun ini, FSAI hadir di sepuluh kota, yakni Jakarta, Mataram, Bandung, Surabaya, Manado, Makassar, Padang, Denpasar, Yogyakarta, dan Semarang.
Baca juga: Keberagaman Film Indonesia Siap Tampil di Marche du Cannes Paris 2025
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Rod Brazier mengatakan, FSAI 2025 akan menjadi edisi festival yang spesial. Pasalnya, sejak pertama kali dihelat pada 2016, telah menyatukan penonton baik di Indonesia dan Australia melalui bahasa film yang universal.
Pada acaranya yang ke-10, FSAI dengan bangga juga akan mempersembahkan sejmlah film panjang pilihan dari sineas Indonesia dan Australia. Selain itu, mereka juga akan menampilkan sejumlah film pendek karya sineas Indonesia yang telah mengikuti kursus singkat Australia Awards.
"FSAI 2025 juga akan menampilkan keahlian dan kreativitas industri film Australia dan Indonesia kepada penonton di seluruh Indonesia," katanya saat konferensi pers di CGV, Pacific Place, Jakarta, Jumat (9/5/25).
Lebih lanjut dia menuturkan, rangkaian film tahun ini juga akan menceritakan kisah-kisah unik Australia yang menyoroti sejarah, keragaman, dan kreativitas. Tak hanya itu, FSAI kali ini juga bakal menampilkan film karya anak bangsa yang merupakan alumni Australia.
Tahun ini, FSAI akan memutar sebanyak 7 film yang terdiri dari 5 film Australia dan 2 film Indonesia. Kelima film Australia yang akan tayang yakni The Dry, The Lost Tiger, Runt, Late Night with The Devil, dan A Royal in Paradise. Sedangkan 2 film Indonesia adalah Heartbreak Motel, dan Mencuri Raden Saleh.
Selain digelar di kota-kota yang berbeda, FSAI tahun ini juga kian menarik dari perhelatan sebelumnya. Sebab FSAI 2025 juga juga menawarkan masterclass interaktif, semacam workshop singkat yang dibawakan oleh para pakar film Australia bagi publik yang tertarik menekuni film.
"Topiknya meliputi penulisan naskah, penyutradaraan film, dan menciptakan pengalaman layar yang imersif," imbuh Brazier, yang menyebut film sebagai jendala budaya antar dua negara.
Setali tiga uang, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya mengatakan, FSAI merupkan salah satu agenda penting antara Indonesia dan Australia dalam memajukan ekonomi kreatif untuk pembangunan nasional. Terlebih di tengah moncernya industri perfilman Indonesia yang melesat.
Riefky mengungkap jumlah penonton film Indonesia telah mencapai 82 juta pada 2024, serta mencetak rekor jumlah penonton tertinggi sepanjang masa. Sementara itu pada awal 2025, jumlahnya telah mencapai 41 persen dari jumlah penonton pada tahun lalu, yang artinya mengalami peningkatan.
"Ini mencerminkan adanya market apetite yang semakin menguat terhadap genre film, pendekatan naratif, dan pengalaman sinematik dari berbagai karya anak bangsa. Dalam hal ini FSAI juga dapat menjadi ruang kolaborasi antara Indonesia dan Australia," katanya.
Tahun ini, FSAI akan dibuka dengan pemutaran perdana The Dry (2020) di Indonesia, sebuah film thriller drama misteri menegangkan tentang penyelidikan tragedi lokal di kota pedalaman, membuka rahasia gelap yang mengancam akan mengungkap seluruh komunitas.
Film lainnya yang tayang tahun ini adalah Heartbreak Motel, sebuah film yang mengeksplorasi tema cinta, kehilangan, dan penebusan, diangkat dari novel terlaris yang ditulis oleh penulis Indonesia sekaligus alumnus Australia, Ika Natassa.
Baca juga: Menilik Proses Kreatif Angga Dwimas Sasongko Gunakan 3 Jenis Kamera di Film Heartbreak Motel
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
FSAI merupakan acara tahunan antara Indonesia-Australia untuk merayakan hubungan budaya melalui film. Tahun ini, FSAI hadir di sepuluh kota, yakni Jakarta, Mataram, Bandung, Surabaya, Manado, Makassar, Padang, Denpasar, Yogyakarta, dan Semarang.
Baca juga: Keberagaman Film Indonesia Siap Tampil di Marche du Cannes Paris 2025
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Rod Brazier mengatakan, FSAI 2025 akan menjadi edisi festival yang spesial. Pasalnya, sejak pertama kali dihelat pada 2016, telah menyatukan penonton baik di Indonesia dan Australia melalui bahasa film yang universal.
Pada acaranya yang ke-10, FSAI dengan bangga juga akan mempersembahkan sejmlah film panjang pilihan dari sineas Indonesia dan Australia. Selain itu, mereka juga akan menampilkan sejumlah film pendek karya sineas Indonesia yang telah mengikuti kursus singkat Australia Awards.
"FSAI 2025 juga akan menampilkan keahlian dan kreativitas industri film Australia dan Indonesia kepada penonton di seluruh Indonesia," katanya saat konferensi pers di CGV, Pacific Place, Jakarta, Jumat (9/5/25).
Lebih lanjut dia menuturkan, rangkaian film tahun ini juga akan menceritakan kisah-kisah unik Australia yang menyoroti sejarah, keragaman, dan kreativitas. Tak hanya itu, FSAI kali ini juga bakal menampilkan film karya anak bangsa yang merupakan alumni Australia.
Tahun ini, FSAI akan memutar sebanyak 7 film yang terdiri dari 5 film Australia dan 2 film Indonesia. Kelima film Australia yang akan tayang yakni The Dry, The Lost Tiger, Runt, Late Night with The Devil, dan A Royal in Paradise. Sedangkan 2 film Indonesia adalah Heartbreak Motel, dan Mencuri Raden Saleh.
Selain digelar di kota-kota yang berbeda, FSAI tahun ini juga kian menarik dari perhelatan sebelumnya. Sebab FSAI 2025 juga juga menawarkan masterclass interaktif, semacam workshop singkat yang dibawakan oleh para pakar film Australia bagi publik yang tertarik menekuni film.
"Topiknya meliputi penulisan naskah, penyutradaraan film, dan menciptakan pengalaman layar yang imersif," imbuh Brazier, yang menyebut film sebagai jendala budaya antar dua negara.
Setali tiga uang, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya mengatakan, FSAI merupkan salah satu agenda penting antara Indonesia dan Australia dalam memajukan ekonomi kreatif untuk pembangunan nasional. Terlebih di tengah moncernya industri perfilman Indonesia yang melesat.
Riefky mengungkap jumlah penonton film Indonesia telah mencapai 82 juta pada 2024, serta mencetak rekor jumlah penonton tertinggi sepanjang masa. Sementara itu pada awal 2025, jumlahnya telah mencapai 41 persen dari jumlah penonton pada tahun lalu, yang artinya mengalami peningkatan.
"Ini mencerminkan adanya market apetite yang semakin menguat terhadap genre film, pendekatan naratif, dan pengalaman sinematik dari berbagai karya anak bangsa. Dalam hal ini FSAI juga dapat menjadi ruang kolaborasi antara Indonesia dan Australia," katanya.
Tahun ini, FSAI akan dibuka dengan pemutaran perdana The Dry (2020) di Indonesia, sebuah film thriller drama misteri menegangkan tentang penyelidikan tragedi lokal di kota pedalaman, membuka rahasia gelap yang mengancam akan mengungkap seluruh komunitas.
Film lainnya yang tayang tahun ini adalah Heartbreak Motel, sebuah film yang mengeksplorasi tema cinta, kehilangan, dan penebusan, diangkat dari novel terlaris yang ditulis oleh penulis Indonesia sekaligus alumnus Australia, Ika Natassa.
Baca juga: Menilik Proses Kreatif Angga Dwimas Sasongko Gunakan 3 Jenis Kamera di Film Heartbreak Motel
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.