Banyak Darah Saat Haid Bukan Berarti Sehat, Bisa Jadi Tanda Masalah Serius
07 May 2025 |
08:00 WIB
Tak sedikit perempuan menganggap volume darah haid yang banyak sebagai hal biasa, bahkan ada yang mengira itu pertanda tubuh yang “sehat”. Padahal, perdarahan menstruasi berat atau heavy menstrual bleeding (HMB) bisa menjadi gejala awal dari gangguan pada sistem reproduksi.
Sayangnya, kurangnya pemahaman tentang apa itu menstruasi normal serta kebiasaan mengabaikan pencatatan siklus haid membuat banyak perempuan luput menyadari kondisi ini.
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Subspesialis Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, dr. Boy Abidin, menekankan pentingnya edukasi yang benar mengenai menstruasi. Menurutnya, ada tiga parameter utama untuk menilai apakah haid tergolong normal: siklus, durasi, dan volume.
Baca juga: Waspadai Siklus Haid yang Tidak Teratur, Ini Penyebabnya
Parameter pertama adalah siklus, yaitu jarak dari hari pertama haid ke hari pertama haid berikutnya. Rentang normalnya berada di antara 21 hingga 35 hari, dengan rata-rata 28 hari.
“Kalau ada yang bilang haid dua kali sebulan, kita perlu cek dulu tanggalnya. Bisa saja masih tergolong normal jika jatuhnya di awal dan akhir bulan,” jelasnya.
Kedua adalah durasi menstruasi. Normalnya, darah keluar selama 2 hingga 10 hari. Jika hanya sehari atau justru berlangsung lebih dari dua minggu, kondisi tersebut perlu diperiksa lebih lanjut.
Parameter ketiga adalah volume darah yang keluar. Ini bisa dikenali secara praktis dari jumlah pembalut yang digunakan selama periode haid.
“Kalau sehari cuma pakai satu pembalut, itu bukan menstruasi yang normal. Namun, kalau sampai ganti 10 pembalut per hari, atau totalnya lebih dari 50 dalam satu periode, itu sudah masuk kategori PMB,” tegas Boy.
Boy menyebut, PMB adalah kondisi haid dengan volume darah yang berlebihan atau berlangsung lebih lama dari normal, dan hal ini dapat berdampak pada kualitas hidup perempuan. Penyebabnya pun beragam, mulai dari ketidakseimbangan hormon, tumor jinak seperti miom, hingga gangguan pembekuan darah.
Gejalanya bisa bervariasi, namun umumnya ditandai dengan frekuensi mengganti pembalut yang sangat sering—setiap 1–2 jam karena sudah penuh. Kondisi ini biasanya juga disertai keluarnya gumpalan darah besar serta durasi haid yang tidak wajar, misalnya lebih dari tujuh hari.
Boy menegaskan bahwa kondisi ini berbahaya karena dapat memicu anemia dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejalanya meliputi mudah lelah, tubuh terasa lemah, hingga sesak napas. Sayangnya, banyak perempuan tidak menyadari ada perubahan atau hal yang janggal dalam siklus haid mereka. Bahkan, sebagian besar tidak bisa mengingat kapan terakhir kali mengalami menstruasi. Mitos yang masih kuat di masyarakat pun turut memperburuk keadaan.
“Ada pasien saya yang percaya semakin banyak darah yang keluar berarti tubuhnya semakin sehat. Dia pikir itu darah kotor yang harus dibuang. Sampai akhirnya dia datang dengan kondisi anemia berat karena miom yang sudah dibiarkan bertahun-tahun,” jelasnya.
Boy juga mengingatkan bahwa perubahan pola haid yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut tidak boleh diabaikan. Ia menganjurkan agar perempuan mulai mencatat siklus haid mereka, baik secara manual maupun melalui aplikasi, agar lebih mengenal kondisi tubuh sendiri.
“Banyak perempuan yang tidak sadar kalau mereka punya masalah, karena sejak awal tidak diajarkan untuk peduli dengan siklusnya sendiri. Padahal, kalau tidak ditangani sejak dini, ini bisa jadi masalah besar saat mereka masuk usia produktif dan ingin punya anak,” imbuh Boy.
Menstruasi bukan hanya penanda bahwa sistem reproduksi wanita berfungsi normal, tetapi juga mencerminkan keseimbangan hormonal dalam tubuh. Sayangnya, ketidakteraturan haid sering kali dianggap sepele, terutama pada perempuan usia produktif.
Namun menurut Dokter Kebidanan & Kandungan RS Pondok Indah, dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, gangguan pada pola menstruasi bisa menjadi sinyal awal adanya ketidakseimbangan hormon yang berdampak luas pada kesehatan.
“Ketidakteraturan haid yang biasanya terjadi sebelum menopause dapat mengindikasikan masalah pada keseimbangan hormon,” jelas Ni Komang Yeni.
Jika tidak ditangani, gangguan hormonal dapat berkembang menjadi perdarahan menstruasi berat, yaitu kondisi di mana volume darah yang keluar jauh lebih banyak dari normal atau berlangsung lebih lama. Kondisi ini bisa sangat mengganggu kualitas hidup perempuan, menyebabkan anemia, dan menjadi indikasi adanya masalah reproduksi seperti miom, polip, atau gangguan hormon yang lebih kompleks.
Ni Komang Yeni juga menegaskan bahwa salah satu penyebab umum ketidakteraturan haid adalah pola hidup yang tidak sehat. Kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak seimbang, hingga stres berkepanjangan, dapat mengganggu keseimbangan hormon, terutama hormon estrogen yang berperan penting dalam siklus menstruasi.
“Pola hidup yang minim aktivitas fisik, diet tidak sehat, dan stres berkontribusi pada kondisi ini,” lanjutnya.
Estrogen memiliki peran penting tidak hanya dalam kesuburan, tetapi juga dalam menjaga metabolisme tubuh, kadar kolesterol, kesehatan mental, serta kekuatan tulang. Menurut Ni Komang Yeni, penurunan kadar estrogen—terutama saat memasuki usia 40 tahun—juga meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti gangguan metabolik, hipertensi, dan masalah kardiovaskular.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar perempuan, khususnya yang berusia 35 tahun ke atas, rutin melakukan pemeriksaan kesehatan minimal setahun sekali untuk memantau kadar estrogen. Pemeriksaan ini penting karena estrogen memengaruhi berbagai aspek kesehatan fisik dan emosional.
Sebagai langkah awal dalam menghadapi perubahan hormonal, termasuk ketidakteraturan haid dan perdarahan menstruasi berat, Ni Komang Yeni menganjurkan agar setiap perempuan mengenali dan mencatat pola menstruasinya.
Mulai dari tanggal haid, durasi, volume darah, hingga gejala yang menyertai. Pencatatan ini bisa sangat membantu untuk deteksi dini jika terjadi gangguan hormonal.
Baca juga: Ladies, Kenali 5 Penyebab Haid Terlambat
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Sayangnya, kurangnya pemahaman tentang apa itu menstruasi normal serta kebiasaan mengabaikan pencatatan siklus haid membuat banyak perempuan luput menyadari kondisi ini.
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Subspesialis Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, dr. Boy Abidin, menekankan pentingnya edukasi yang benar mengenai menstruasi. Menurutnya, ada tiga parameter utama untuk menilai apakah haid tergolong normal: siklus, durasi, dan volume.
Baca juga: Waspadai Siklus Haid yang Tidak Teratur, Ini Penyebabnya
Parameter pertama adalah siklus, yaitu jarak dari hari pertama haid ke hari pertama haid berikutnya. Rentang normalnya berada di antara 21 hingga 35 hari, dengan rata-rata 28 hari.
“Kalau ada yang bilang haid dua kali sebulan, kita perlu cek dulu tanggalnya. Bisa saja masih tergolong normal jika jatuhnya di awal dan akhir bulan,” jelasnya.
Kedua adalah durasi menstruasi. Normalnya, darah keluar selama 2 hingga 10 hari. Jika hanya sehari atau justru berlangsung lebih dari dua minggu, kondisi tersebut perlu diperiksa lebih lanjut.
Parameter ketiga adalah volume darah yang keluar. Ini bisa dikenali secara praktis dari jumlah pembalut yang digunakan selama periode haid.
“Kalau sehari cuma pakai satu pembalut, itu bukan menstruasi yang normal. Namun, kalau sampai ganti 10 pembalut per hari, atau totalnya lebih dari 50 dalam satu periode, itu sudah masuk kategori PMB,” tegas Boy.
Boy menyebut, PMB adalah kondisi haid dengan volume darah yang berlebihan atau berlangsung lebih lama dari normal, dan hal ini dapat berdampak pada kualitas hidup perempuan. Penyebabnya pun beragam, mulai dari ketidakseimbangan hormon, tumor jinak seperti miom, hingga gangguan pembekuan darah.
Gejalanya bisa bervariasi, namun umumnya ditandai dengan frekuensi mengganti pembalut yang sangat sering—setiap 1–2 jam karena sudah penuh. Kondisi ini biasanya juga disertai keluarnya gumpalan darah besar serta durasi haid yang tidak wajar, misalnya lebih dari tujuh hari.
Boy menegaskan bahwa kondisi ini berbahaya karena dapat memicu anemia dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejalanya meliputi mudah lelah, tubuh terasa lemah, hingga sesak napas. Sayangnya, banyak perempuan tidak menyadari ada perubahan atau hal yang janggal dalam siklus haid mereka. Bahkan, sebagian besar tidak bisa mengingat kapan terakhir kali mengalami menstruasi. Mitos yang masih kuat di masyarakat pun turut memperburuk keadaan.
“Ada pasien saya yang percaya semakin banyak darah yang keluar berarti tubuhnya semakin sehat. Dia pikir itu darah kotor yang harus dibuang. Sampai akhirnya dia datang dengan kondisi anemia berat karena miom yang sudah dibiarkan bertahun-tahun,” jelasnya.
Boy juga mengingatkan bahwa perubahan pola haid yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut tidak boleh diabaikan. Ia menganjurkan agar perempuan mulai mencatat siklus haid mereka, baik secara manual maupun melalui aplikasi, agar lebih mengenal kondisi tubuh sendiri.
“Banyak perempuan yang tidak sadar kalau mereka punya masalah, karena sejak awal tidak diajarkan untuk peduli dengan siklusnya sendiri. Padahal, kalau tidak ditangani sejak dini, ini bisa jadi masalah besar saat mereka masuk usia produktif dan ingin punya anak,” imbuh Boy.
Masalah Keseimbangan Hormon
Reproductive Health Supplies Coalition/Unsplash)
Namun menurut Dokter Kebidanan & Kandungan RS Pondok Indah, dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, gangguan pada pola menstruasi bisa menjadi sinyal awal adanya ketidakseimbangan hormon yang berdampak luas pada kesehatan.
“Ketidakteraturan haid yang biasanya terjadi sebelum menopause dapat mengindikasikan masalah pada keseimbangan hormon,” jelas Ni Komang Yeni.
Jika tidak ditangani, gangguan hormonal dapat berkembang menjadi perdarahan menstruasi berat, yaitu kondisi di mana volume darah yang keluar jauh lebih banyak dari normal atau berlangsung lebih lama. Kondisi ini bisa sangat mengganggu kualitas hidup perempuan, menyebabkan anemia, dan menjadi indikasi adanya masalah reproduksi seperti miom, polip, atau gangguan hormon yang lebih kompleks.
Ni Komang Yeni juga menegaskan bahwa salah satu penyebab umum ketidakteraturan haid adalah pola hidup yang tidak sehat. Kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak seimbang, hingga stres berkepanjangan, dapat mengganggu keseimbangan hormon, terutama hormon estrogen yang berperan penting dalam siklus menstruasi.
“Pola hidup yang minim aktivitas fisik, diet tidak sehat, dan stres berkontribusi pada kondisi ini,” lanjutnya.
Estrogen memiliki peran penting tidak hanya dalam kesuburan, tetapi juga dalam menjaga metabolisme tubuh, kadar kolesterol, kesehatan mental, serta kekuatan tulang. Menurut Ni Komang Yeni, penurunan kadar estrogen—terutama saat memasuki usia 40 tahun—juga meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti gangguan metabolik, hipertensi, dan masalah kardiovaskular.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar perempuan, khususnya yang berusia 35 tahun ke atas, rutin melakukan pemeriksaan kesehatan minimal setahun sekali untuk memantau kadar estrogen. Pemeriksaan ini penting karena estrogen memengaruhi berbagai aspek kesehatan fisik dan emosional.
Sebagai langkah awal dalam menghadapi perubahan hormonal, termasuk ketidakteraturan haid dan perdarahan menstruasi berat, Ni Komang Yeni menganjurkan agar setiap perempuan mengenali dan mencatat pola menstruasinya.
Mulai dari tanggal haid, durasi, volume darah, hingga gejala yang menyertai. Pencatatan ini bisa sangat membantu untuk deteksi dini jika terjadi gangguan hormonal.
Baca juga: Ladies, Kenali 5 Penyebab Haid Terlambat
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.