Ilustrasi apoteker (Photo By: Kaboompics.com/pedes)

Mengenal Apotek Desa, Gagasan Prabowo untuk Membawa Obat ke Pelosok Negeri

19 April 2025   |   06:00 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan hingga ke pelosok Indonesia, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto menggagas program bernama Apotek Desa melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2025, yang disambut positif para insan kesehatan. 

Noffendri Roestam, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyambutnya dengan tangan terbuka gagasan tersebut. Menurutnya, program ini bisa jadi terobosan penting untuk menghadirkan akses obat dan edukasi kesehatan yang merata hingga ke 80.000 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.
 
Apotek Desa tidak hanya menjual obat-obatan generik seperti di warung. Konsepnya jauh lebih kompleks, Apotek Desa nantinya akan menjadi bagian dari koperasi desa/kelurahan, dan berperan penting dalam sistem layanan primer kesehatan masyarakat. “Jangan sampai mangkrak karena salah kelola,” ujar Noffendri. 

Baca juga: Jumlah Apoteker Belum Merata, Ini Dampaknya Bagi Kesehatan Masyarakat
 
Merespons gagasan itu, IAI langsung gerak cepat dengan menggelar diskusi, mengumpulkan masukan, dan memikirkan strategi agar program ini nggak cuma indah di atas kertas. Menurut apt. Maria Ulfah, Ketua Hisfarkesmas PP IAI, hanya sekitar 68 persen Puskesmas di Indonesia yang sudah punya apoteker. Sisanya masih ditangani oleh tenaga vokasi farmasi (TVF) atau nakes lain.
 
Padahal, mengelola apotek bukan perkara mudah. “Perlu skill teknis, pemahaman soal regulasi, dan kemampuan mengelola e-katalog obat yang kompleks,” ujarnya
 
Karena itulah, dia menekankan bahwa Apotek Desa harus dipimpin oleh apoteker, bukan tenaga lain. TVF bisa menjadi pendukung, tapi bukan penanggung jawab. Dari 80.000 desa, bisa jadi tidak semua siap punya Apotek Desa. “Perlu studi kelayakan. Mana desa yang sudah siap, mana yang belum waktunya,” ujar apt. Surya Wahyudi dari Hisfarma. 
 
Dia juga menambahkan bahwa selain tenaga SDM, IAI siap membantu dari sisi manajemen dan sistem pelayanan. Dia mengimbau, jangan sampai program ini hanya jadi ladang bisnis, tapi kehilangan roh pelayanannya. “Edukasi, pemahaman soal penggunaan obat yang benar, dan pencegahan penyakit tetap harus jadi fokus,” tambah apt. Dettie Yuliati.
 
Untuk mengisi kekosongan apoteker di desa, IAI mengusulkan sejumlah strategi, mulai dari program Tugas Khusus Apoteker bagi fresh graduate hingga sistem rekrutmen CPNS/PPPK berbasis desa, bukan kecamatan. Harapannya, calon apoteker bisa tahu lebih dulu kondisi desa tujuan sebelum mendaftar. 
 
IAI juga mendorong kolaborasi Apotek Desa dengan Puskesmas Pembantu (Pustu), termasuk membuka peluang kerjasama dengan BPJS dan mendorong Program Obat Serbu (Serba Seribu) untuk pengadaan obat murah berkualitas tinggi.
 
“Kalau semua stakeholder bersinergi, termasuk BPOM dan BUMN seperti Indofarma, kami yakin Apotek Desa bisa jadi solusi nyata untuk kesehatan masyarakat desa,” tutur apt. Noffendri. 
 
Gagasan Apotek Desa ini bukan sekadar wacana. Kalau benar-benar dijalankan dengan cermat, ini bisa jadi game changer dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Dan yang paling penting adalah apoteker siap turun ke desa, asalkan kesejahteraan serta keamanan mereka juga diperhatikan. 
 

SEBELUMNYA

Strava Ungkap Kegiatan Olahraga di Indonesia Naik 10 Kali Lipat dalam 5 Tahun Terakhir

BERIKUTNYA

Dorong Cerdas Digital, Meta Tambah Fitur Keamanan untuk Pengguna Remaja

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: