UU Hak Cipta Direvisi DPR dan Diuji MK, Apa Implikasi Hukumnya?
19 March 2025 |
13:47 WIB
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta saat ini sedang mengalami dua proses hukum yang signifikan. Pertama, UU tersebut tengah direvisi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kedua UU tersebut juga tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi.
Proses usulan revisi UU Hak Cipta diinisiasi oleh musisi sekaligus Anggota Komisi X DPR RI Melly Goeslaw. Saat ini, RUU Hak Cipta telah masuk ke dalam Prolegnas 2025-2029. Sementara itu, proses uji materi UU Hak Cipta di MK diinisiasi oleh 29 penyanyi yang tergabung ke dalam organisasi Vibrasi Suara Indonesia (VISI).
Kedua proses yang berlangsung bersamaan ini memiliki beberapa implikasi hukum yang penting terkait dengan ekosistem hak cipta ke depan di Indonesia. Kendati demikian, produk hukum yang muncul nantinya tak akan saling bertentangan.
Baca juga: Sistem Royalti Musik Jadi Materi Kunci Judicial Review UU Hak Cipta oleh 29 Penyanyi
Pengacara yang menangani perkara ini di MK, Panji Prasetyo mengatakan bahwa revisi UU Hak Cipta di DPR dan uji materi di MK merupakan dua jalur yang sah untuk memperbaiki undang-undang. Oleh karena itu, tak ada masalah jika proses yang terjadi di dua jalur berbeda ini berjalan bersamaan.
Menurutnya, kedua proses ini justru penting karena akan saling melengkapi satu sama lain. Jika MK memutuskan sesuatu, hasilnya otomatis harus diakomodasi dalam UU yang sedang direvisi oleh DPR. “Di DPR itu kan menjadi proses politik ya, dan kita juga enggak tahu selesainya kapan. Namun, yang pasti hasilnya akan saling melengkapi,” ungkap Panji kepada Hypeabis.id
Menurutnya, proses uji materi di MK dapat mempengaruhi substansi UU yang sedang direvisi oleh DPR. Jika MK memutuskan bahwa beberapa pasal dalam UU Hak Cipta bertentangan dengan konstitusi, DPR perlu menyesuaikan revisi UU tersebut sesuai dengan putusan MK untuk memastikan kepastian hukum.
Sebagai contoh, Panji menyebut tahun lalu Melly Goeslaw juga melakukan uji materi ke MK terkait dengan pembajakan digital. Saat itu, UU Hak Cipta hanya mengatur pembajakan dalam bentuk fisik, sehingga tidak melindungi karya yang dibajak di platform digital.
Setelah gugatan dikabulkan MK, definisi pembajakan diperluas dalam UU yang baru. Dia berharap hal serupa terjadi dalam revisi UU Hak Cipta kali ini.
Panji mengatakan salah satu pokok utama dalam uji materi kali ini ialah soal royalti dan izin penggunaan lagu. Menurutnya, aturan terkait royalti sebenarnya sudah cukup jelas dalam UU yang ada, tetapi implementasinya yang bermasalah.
"Persoalan royalti ini kan sudah diatur dengan baik di undang-undang, tetapi kok sekarang jadi bingung. Itu karena implementasinya banyak masalah. Nah, itu yang mesti dilurusin dulu," tegasnya
Panji yang mewakili organisasi VISI menilai permasalahan utama bukan di sektor regulasi, melainkan dalam penegakan dan implementasi aturan. Mereka menilai bahwa hukum sudah cukup jelas, tetapi belum diterapkan dengan baik.
Sebagai informasi, terdapat lima pasal yang disorot dalam permohonan uji materiil 29 penyanyi ini. Pertama, para pemohon menyoroti Pasal 9 ayat (3) yang memuat larangan penggunaan lagu tanpa izin pencipta.
Kedua, Pasal 23 Ayat (5) yang secara jelas disebutkan penggunaan hak cipta tanpa izin sebenarnya diperbolehkan, ketika dalam konteks pertunjukan. Ketiga, Pasal 81 UU Hak Cipta yang kerap dijadikan celah lisensi langsung.
Baca juga: Once Ungkap Progres Revisi UU Hak Cipta di DPR RI
Keempat, Pasal 87 UU Hak Cipta yang telah dengan jelas menegaskan mekanisme lisensi dan royalti merupakan ranah LMK. Kelima, para pemohon menyoroti Pasal 113 ayat (2) terkait dengan hukuman pelanggaran hak cipta.
Dalam permohonan yang diajukan, para musisi menyoroti sering kali lima pasal tersebut dijadikan untuk menghukum pihak lain. Pasal tersebut pun dinilai perlu ditegaskan lagi maknanya.
Proses usulan revisi UU Hak Cipta diinisiasi oleh musisi sekaligus Anggota Komisi X DPR RI Melly Goeslaw. Saat ini, RUU Hak Cipta telah masuk ke dalam Prolegnas 2025-2029. Sementara itu, proses uji materi UU Hak Cipta di MK diinisiasi oleh 29 penyanyi yang tergabung ke dalam organisasi Vibrasi Suara Indonesia (VISI).
Kedua proses yang berlangsung bersamaan ini memiliki beberapa implikasi hukum yang penting terkait dengan ekosistem hak cipta ke depan di Indonesia. Kendati demikian, produk hukum yang muncul nantinya tak akan saling bertentangan.
Baca juga: Sistem Royalti Musik Jadi Materi Kunci Judicial Review UU Hak Cipta oleh 29 Penyanyi
Pengacara yang menangani perkara ini di MK, Panji Prasetyo mengatakan bahwa revisi UU Hak Cipta di DPR dan uji materi di MK merupakan dua jalur yang sah untuk memperbaiki undang-undang. Oleh karena itu, tak ada masalah jika proses yang terjadi di dua jalur berbeda ini berjalan bersamaan.
Menurutnya, kedua proses ini justru penting karena akan saling melengkapi satu sama lain. Jika MK memutuskan sesuatu, hasilnya otomatis harus diakomodasi dalam UU yang sedang direvisi oleh DPR. “Di DPR itu kan menjadi proses politik ya, dan kita juga enggak tahu selesainya kapan. Namun, yang pasti hasilnya akan saling melengkapi,” ungkap Panji kepada Hypeabis.id
Menurutnya, proses uji materi di MK dapat mempengaruhi substansi UU yang sedang direvisi oleh DPR. Jika MK memutuskan bahwa beberapa pasal dalam UU Hak Cipta bertentangan dengan konstitusi, DPR perlu menyesuaikan revisi UU tersebut sesuai dengan putusan MK untuk memastikan kepastian hukum.
Sebagai contoh, Panji menyebut tahun lalu Melly Goeslaw juga melakukan uji materi ke MK terkait dengan pembajakan digital. Saat itu, UU Hak Cipta hanya mengatur pembajakan dalam bentuk fisik, sehingga tidak melindungi karya yang dibajak di platform digital.
Setelah gugatan dikabulkan MK, definisi pembajakan diperluas dalam UU yang baru. Dia berharap hal serupa terjadi dalam revisi UU Hak Cipta kali ini.
Panji mengatakan salah satu pokok utama dalam uji materi kali ini ialah soal royalti dan izin penggunaan lagu. Menurutnya, aturan terkait royalti sebenarnya sudah cukup jelas dalam UU yang ada, tetapi implementasinya yang bermasalah.
"Persoalan royalti ini kan sudah diatur dengan baik di undang-undang, tetapi kok sekarang jadi bingung. Itu karena implementasinya banyak masalah. Nah, itu yang mesti dilurusin dulu," tegasnya
Panji yang mewakili organisasi VISI menilai permasalahan utama bukan di sektor regulasi, melainkan dalam penegakan dan implementasi aturan. Mereka menilai bahwa hukum sudah cukup jelas, tetapi belum diterapkan dengan baik.
Sebagai informasi, terdapat lima pasal yang disorot dalam permohonan uji materiil 29 penyanyi ini. Pertama, para pemohon menyoroti Pasal 9 ayat (3) yang memuat larangan penggunaan lagu tanpa izin pencipta.
Kedua, Pasal 23 Ayat (5) yang secara jelas disebutkan penggunaan hak cipta tanpa izin sebenarnya diperbolehkan, ketika dalam konteks pertunjukan. Ketiga, Pasal 81 UU Hak Cipta yang kerap dijadikan celah lisensi langsung.
Baca juga: Once Ungkap Progres Revisi UU Hak Cipta di DPR RI
Keempat, Pasal 87 UU Hak Cipta yang telah dengan jelas menegaskan mekanisme lisensi dan royalti merupakan ranah LMK. Kelima, para pemohon menyoroti Pasal 113 ayat (2) terkait dengan hukuman pelanggaran hak cipta.
Dalam permohonan yang diajukan, para musisi menyoroti sering kali lima pasal tersebut dijadikan untuk menghukum pihak lain. Pasal tersebut pun dinilai perlu ditegaskan lagi maknanya.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.