Risiko Kebutaan pada Bayi Prematur & Pencegahannya
07 September 2021 |
10:49 WIB
Retinopathy of Premature (ROP) merupakan suatu kelainan pada mata yang dapat mengakibatkan kebutaan. Hal tersebut biasanya terjadi pada bayi-bayi prematur dengan berat lahir rendah yang disebabkan karena adanya gangguan pembuluh darah retina.
Dokter Spesialis Mata (Oftalmologi) Mayapada Hospital Kuningan (MHKN) Adhi Wicaksono menyebutkan sebuah penelitian dari 269 bayi terdapat 32 bayi lahir dengan berat di bawah 2 kilogram dan usia kehamilan di bawah 37 minggu menderita ROP atau sebesar 11,9%.
“Sekitar 4,8?yi mengalami ROP berat dan membutuhkan tindakan medis,” katanya.
Dia juga mengatakan bahwa American Ophthalmologist Association merekomendasikan skrining pada bayi-bayi dengan beberapa kondisi seperti berat lahir di bawah 1,5 kilogram dan usia kehamilan di bawah atau sama dengan 32 minggu serta berat lahir 1500-200 gram atau di atas atau sama dengan 32 minggu dengan riwayat gangguan pernapasan dan membutuhkan oksigen saat kelahiran.
“Semua bayi dengan faktor risiko seperti gangguan jantung bawaan, riwayat transfusi darah, kelahiran kembar, sepsis, sindrom gangguan pernapasan, dan riwayat pemakaian oksigen lebih dari 28 hari juga perlu dilakukan skrining ROP,” tambahnya.
Selain itu, dia juga mengatakan skrining yang tepat untuk ROP pertama kali sebaiknya disesuaikan dengan usia bayi post menstruasi (HPHT), serta mempertimbangkan kecepatan progresivitas dari ROP menjadi ablio retina dan meminimalisir risiko trauma pada bayi.
Salah satu cara untuk mendeteksi ROP yang disarankan oleh Adhi adalah menggunakan digital imaging seperti RetCam. Menurutnya, RetCam memiliki beberapa keunggulan di antaranya adalah kondisi gambar bersifat riil yang merupakan gambar retina saat itu.
Pemeriksaan dengan RetCam hanya membutuhkan waktu singkat sekitar 15-30 per pasien. Ini dilakukan menggunakan lubrikasi untuk melapisi permukaan mata sehingga kemungkinan trauma lebih kecil, dan dapat melihat progresivitas atau perkembangan penyakit atau terapi dengan baik.
“Pemeriksaan RetCam juga bersifat digital, sehingga data dapat disimpan dalam keping CD yang memudahkan untuk melakukan telekonsultasi,” imbuhnya.
Editor: Avicenna
Dokter Spesialis Mata (Oftalmologi) Mayapada Hospital Kuningan (MHKN) Adhi Wicaksono menyebutkan sebuah penelitian dari 269 bayi terdapat 32 bayi lahir dengan berat di bawah 2 kilogram dan usia kehamilan di bawah 37 minggu menderita ROP atau sebesar 11,9%.
“Sekitar 4,8?yi mengalami ROP berat dan membutuhkan tindakan medis,” katanya.
Ilustrasi bayi (Dok. Jonathan Borba/Pexels)
“Semua bayi dengan faktor risiko seperti gangguan jantung bawaan, riwayat transfusi darah, kelahiran kembar, sepsis, sindrom gangguan pernapasan, dan riwayat pemakaian oksigen lebih dari 28 hari juga perlu dilakukan skrining ROP,” tambahnya.
Selain itu, dia juga mengatakan skrining yang tepat untuk ROP pertama kali sebaiknya disesuaikan dengan usia bayi post menstruasi (HPHT), serta mempertimbangkan kecepatan progresivitas dari ROP menjadi ablio retina dan meminimalisir risiko trauma pada bayi.
Salah satu cara untuk mendeteksi ROP yang disarankan oleh Adhi adalah menggunakan digital imaging seperti RetCam. Menurutnya, RetCam memiliki beberapa keunggulan di antaranya adalah kondisi gambar bersifat riil yang merupakan gambar retina saat itu.
Pemeriksaan dengan RetCam hanya membutuhkan waktu singkat sekitar 15-30 per pasien. Ini dilakukan menggunakan lubrikasi untuk melapisi permukaan mata sehingga kemungkinan trauma lebih kecil, dan dapat melihat progresivitas atau perkembangan penyakit atau terapi dengan baik.
“Pemeriksaan RetCam juga bersifat digital, sehingga data dapat disimpan dalam keping CD yang memudahkan untuk melakukan telekonsultasi,” imbuhnya.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.