Ilustrasi AI. (Sumber gambar: Freepik/LinkedIn)

Survei LinkedIn Sebut Keterampilan AI Masih Langka di Indonesia

04 March 2025   |   06:00 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam adopsi kecerdasan buatan
(artificial intelligence/AI). Salah satu yang sangat menantang yakni tenaga kerja di Tanah Air belum punya keterampilan kecerdasan buatan yang mumpuni, sehingga berpotensi menghambat momentum transformasi ke depan.

Seiring dengan transformasi AI di industri, data LinkedIn menunjukkan keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan di Indonesia diperkirakan akan berubah 70 persen pada 2030. Kondisi ini meningkatkan kesenjangan keterampilan yang sulit diatasi dalam jangka pendek karena para profesional membutuhkan waktu untuk mengembangkan kemampuan baru. 

Baca juga: Segera! Pemerintah Bakal Terbitkan UU Kecerdasan Buatan yang Atur Etika & Hak Cipta

Faktanya, 1 dari 2 perekrut di Indonesia mengatakan kurang dari separuh lamaran kerja yang mereka terima memenuhi semua kualifikasi yang dibutuhkan dan diinginkan. Sementara itu, hampir dua pertiga
(63 persen) mengatakan ada ketidaksesuaian antara keterampilan pencari kerja dengan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan. 

Keterampilan yang paling sulit ditemukan di antara kandidat Indonesia adalah keterampilan AI (45 persen). Kemudian, keterampilan teknis/IT seperti pengembangan software dan engineering (40 persen), serta soft skills seperti komunikasi dan pemecahan masalah (32 persen). 

Rohit Kalsy, Indonesia Country Lead at LinkedIn, mengungkapkan, tingginya kesenjangan keterampilan di Indonesia perlu ditangani dari dua arah. Perusahaan harus mengutamakan keterampilan
dalam merekrut karyawan, sementara para profesional harus terus belajar. 

"AI akan terus menjadi nilai tambah dari sebuah keterampilan karena AI semakin relevan untuk setiap profesi di masa depan dan akan menjadi bagian tak terpisahkan dari hampir semua pekerjaan," ujarnya, dikutip Hypeabis.id, Senin (3/3/2025). 

Di Indonesia, 85 persen perekrut menempatkan peningkatan keterampilan karyawan sebagai prioritas utama untuk 2025, dengan fokus pada AI (85 persen) dan soft skills seperti kolaborasi dan pola pikir yang berkembang (84 persen). Pasalnya, pekerjaan kian menuntut karyawan untuk terus belajar, sehingga perusahaan yang berinvestasi dalam pengembangan keterampilan akan memposisikan tenaga kerja mereka untuk sukses dalam jangka panjang.

Work Change Report perdana LinkedIn mengungkapkan bahwa perusahaan yang bisa mengikuti perubahan dapat menjadi lebih kompetitif. Perusahaan yang lebih awal menggunakan AI pun sudah menuai hasilnya.

Dalam dua tahun terakhir, 51 persen bisnis global yang telah menggunakan AI Generatif melaporkan peningkatan pendapatan sebesar 10 persen atau lebih. Namun, tanpa investasi nyata untuk pengembangan keterampilan AI, menurutnya Indonesia bisa terhambat
dalam memanfaatkan potensi AI untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan.

Selain itu, Kalsy menyebut etika teknologi mulai mengotomatiskan banyak aspek intelektual dan teknis dari pekerjaan. Keterampilan humanis seperti empati, kepemimpinan, dan kolaborasi justru akan menjadi 'hard skills' yang baru. 

Pendekatan yang mengutamakan keterampilan menurutnya dapat membantu mengatasi kesenjangan keterampilan di Indonesia. Perusahaan yang mengutamakan keterampilan dibandingkan gelar, reputasi, atau histori perusahaan sebelumnya, memiliki keuntungan strategis dalam menempatkan kandidat yang tepat di posisi yang sesuai. 

Pendekatan berbasis keterampilan ini
tidak hanya menciptakan pasar tenaga kerja yang lebih efisien, tetapi juga mendorong kesetaraan dan membuka peluang bagi kandidat dari berbagai latar belakang.

Berkaca pada pandemi, pihaknya melihat banyak pegawai di industri makanan yang kehilangan pekerjaan karena tutupnya sejumlah restoran. Di sisi lain, kebutuhan tenaga kerja untuk layanan pelanggan secara digital justru mengalami peningkatan. 

Baca juga: Daftar Istilah Artificial Intelligence yang Sering Disebut, AGI sampai LLM 

Hal yang cukup mengejutkan adalah para pekerja ini telah memiliki 70 persen keterampilan yang dibutuhkan, yang biasanya dapat dialihkan ke petugas layanan pelanggan tingkat pemula. Namun, banyak yang tetap menganggur, sementara posisi layanan pelanggan tetap kosong. 

"Seandainya saat itu kita fokus pada keterampilan, kita bisa menciptakan pasar tenaga kerja yang lebih efisien. Ketidakseimbangan ini pun terjadi di seluruh industri," tururnya. 

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Cerita Produksi Serial Saudade, Adaptasi Wattpad Populer Karya Asriaci

BERIKUTNYA

SPMB Resmi Gantikan PPDB, Simak Aturan Penerimaan Murid Baru 2025/2026

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: