Cerita Produser Soal Film Pernikahan Arwah Tayang di Luar Negeri, Malaysia hingga Vietnam
21 February 2025 |
16:06 WIB
Film Pernikahan Arwah (2025) produksi Entelekey Media Indonesia dan Relate Films bakal tayang di bioskop Indonesia mulai 27 Februari 2025. Setelah penayangan di dalam negeri, film tersebut akan didistribusikan ke sejumlah negara lain di kawasan Asia.
Dalam beberapa tahun terakhir, distribusi film-film produksi sineas lokal belakangan memang tidak hanya diperuntukkan untuk bioskop Indonesia saja. Sejumlah rumah produksi kini makin serius menatap distribusi global.
Produser eksekutif sekaligus Direktur Utama Entelekey Media Indonesia, Patricia Gunadi, mengatakan film-film Indonesia kini makin mendapat tempat di industri perfilman di Asia Tenggara.
Baca juga: Film Pernikahan Arwah yang Dibintangi Morgan Oey Dipastikan Tayang di 7 Negara
Sejauh ini, sudah ada tujuh negara yang siap menayangkan filmnya. Akan tetapi, Patricia menyebut ada kemungkinan pendistribusian film dengan judul internasional The Butterfly House ini akan menyasar lebih banyak negara lagi.
“Tujuh negara itu ada Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Laos, Brunei Darussalam, dan Myanmar. Kami masih berencana memperluas distribusinya lagi nanti,” ucap Patricia kepada Hypeabis.id saat ditemui di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Kamis (21/2/2025).
Patricia mengatakan sedari awal film ini sebenarnya diproduksi hanya untuk pasar Indonesia saja. Akan tetapi, sejak proyek ini diumumkan, sejumlah distributor luar negeri mulai aktif melakukan komunikasi dengannya.
Dia menyebut distributor di sejumlah negara di Asia Tenggara banyak tertarik dengan proyek ini, bahkan sebelum film itu jadi. Menurut Patricia, salah satu daya tarik film Indonesia saat ini adalah terkait dengan tema dan penceritaan.
Patricia mengatakan film Pernikahan Arwah membawa genre horor Indonesia ke sisi yang berbeda. Selain mengangkat cerita budaya peranakan China di Indonesia, film ini juga mengusung horor yang elegan dengan sentuhan drama yang juga kuat.
Meski bergenre horor, daya tarik utama di filmnya justru bukan jumpscare yang mengagetkan. Lebih dari itu, film ini dinilainya mengusung efek ketakutannya dari pembangunan atmosfer yang kuat dan misteri yang akan membuat penonton penasaran sepanjang film.
Setelah melakukan penandatanganan kontrak dengan distributor Asia Tenggara, kini Patricia ingin menyasar ke ranah yang lebih luas. Dia berharap film ini dapat didistribusikan ke penonton di Asia. “Mungkin Hong Kong, Taiwan, dan beberapa negara lain,” imbuhnya.
Segendang sepenarian, sutradara Paul Agusta mengungkapkan bahwa meskipun berlatar budaya China, inti ceritanya memang akan tetap terasa universal. Dia menyebut film ini menceritakan kisah cinta sepasang kekasih, yang kebetulan berasal dari keluarga Tionghoa.
"Namun, konflik yang mereka hadapi cukup relevan bagi siapa saja. Ada sisi emosional yang cukup kuat dalam film ini, tentang bagaimana kepercayaan leluhur bisa berbenturan dengan keinginan pribadi seseorang, ini membuat dilema yang bukan hanya tentang kengerian tetapi juga hal yang menyentuh hati,” ujarnya.
Paul menyebut, pemilihan tema ini bertujuan untuk memperkenalkan budaya China kepada penonton, sekaligus memberikan pilihan tontonan yang lebih beragam bagi penonton. Menurut Paul, salah satu yang cukup menarik di film ini selain cerita ialah lokasi syuting.
Dia mengatakan hampir seluruh proses syuting dilakukan di Lasem, Jawa Tengah, sebuah kota yang dikenal dengan arsitektur dan tradisi Tionghoa yang masih sangat kental. Bagi Paul, lokasi syuting film ini masih begitu otentik, sehingga penonton akan menangkap esensi masa lalu dan masa kini yang magis.
Seperti namanya, film Pernikahan Arwah mengangkat kisah tentang tradisi kuno Tionghoa, yaitu pernikahan arwah. Film ini akan berfokus pada cerita sepasang calon suami istri, Salim dan Tasya, yang memutuskan untuk memindahkan proses foto pre wedding mereka ke rumah keluarga Salim di daerah Lasem, Jawa Tengah.
Keputusan ini diambil setelah bibi Salim, satu-satunya keluarga sedarah Salim, baru saja meninggal dunia. Selain harus mengurus pemakaman bibinya, Salim ternyata harus melanjutkan ritual keluarganya untuk membakar dupa setiap hari di sebuah altar yang misterius atau nyawanya akan terancam.
Kehadiran mereka dan tim foto pre wedding di rumah itu membuat arwah leluhur Salim yang meninggal pada masa pendudukan Jepang muncul dan meneror mereka. Tasya tergerak untuk menguak misteri masa lalu dari keluarga Salim, guna bisa menenangkan arwah itu, sekaligus membebaskan calon suaminya dari kewajibannya agar mereka bisa pergi dari rumah itu.
Baca juga: 8 Film Horor Indonesia yang Siap Meneror di Bioskop Februari 2025
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Dalam beberapa tahun terakhir, distribusi film-film produksi sineas lokal belakangan memang tidak hanya diperuntukkan untuk bioskop Indonesia saja. Sejumlah rumah produksi kini makin serius menatap distribusi global.
Produser eksekutif sekaligus Direktur Utama Entelekey Media Indonesia, Patricia Gunadi, mengatakan film-film Indonesia kini makin mendapat tempat di industri perfilman di Asia Tenggara.
Baca juga: Film Pernikahan Arwah yang Dibintangi Morgan Oey Dipastikan Tayang di 7 Negara
Sejauh ini, sudah ada tujuh negara yang siap menayangkan filmnya. Akan tetapi, Patricia menyebut ada kemungkinan pendistribusian film dengan judul internasional The Butterfly House ini akan menyasar lebih banyak negara lagi.
“Tujuh negara itu ada Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Laos, Brunei Darussalam, dan Myanmar. Kami masih berencana memperluas distribusinya lagi nanti,” ucap Patricia kepada Hypeabis.id saat ditemui di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Kamis (21/2/2025).
Patricia mengatakan sedari awal film ini sebenarnya diproduksi hanya untuk pasar Indonesia saja. Akan tetapi, sejak proyek ini diumumkan, sejumlah distributor luar negeri mulai aktif melakukan komunikasi dengannya.
Dia menyebut distributor di sejumlah negara di Asia Tenggara banyak tertarik dengan proyek ini, bahkan sebelum film itu jadi. Menurut Patricia, salah satu daya tarik film Indonesia saat ini adalah terkait dengan tema dan penceritaan.
Patricia mengatakan film Pernikahan Arwah membawa genre horor Indonesia ke sisi yang berbeda. Selain mengangkat cerita budaya peranakan China di Indonesia, film ini juga mengusung horor yang elegan dengan sentuhan drama yang juga kuat.
Meski bergenre horor, daya tarik utama di filmnya justru bukan jumpscare yang mengagetkan. Lebih dari itu, film ini dinilainya mengusung efek ketakutannya dari pembangunan atmosfer yang kuat dan misteri yang akan membuat penonton penasaran sepanjang film.
Setelah melakukan penandatanganan kontrak dengan distributor Asia Tenggara, kini Patricia ingin menyasar ke ranah yang lebih luas. Dia berharap film ini dapat didistribusikan ke penonton di Asia. “Mungkin Hong Kong, Taiwan, dan beberapa negara lain,” imbuhnya.
Segendang sepenarian, sutradara Paul Agusta mengungkapkan bahwa meskipun berlatar budaya China, inti ceritanya memang akan tetap terasa universal. Dia menyebut film ini menceritakan kisah cinta sepasang kekasih, yang kebetulan berasal dari keluarga Tionghoa.
"Namun, konflik yang mereka hadapi cukup relevan bagi siapa saja. Ada sisi emosional yang cukup kuat dalam film ini, tentang bagaimana kepercayaan leluhur bisa berbenturan dengan keinginan pribadi seseorang, ini membuat dilema yang bukan hanya tentang kengerian tetapi juga hal yang menyentuh hati,” ujarnya.
Paul menyebut, pemilihan tema ini bertujuan untuk memperkenalkan budaya China kepada penonton, sekaligus memberikan pilihan tontonan yang lebih beragam bagi penonton. Menurut Paul, salah satu yang cukup menarik di film ini selain cerita ialah lokasi syuting.
Dia mengatakan hampir seluruh proses syuting dilakukan di Lasem, Jawa Tengah, sebuah kota yang dikenal dengan arsitektur dan tradisi Tionghoa yang masih sangat kental. Bagi Paul, lokasi syuting film ini masih begitu otentik, sehingga penonton akan menangkap esensi masa lalu dan masa kini yang magis.
Seperti namanya, film Pernikahan Arwah mengangkat kisah tentang tradisi kuno Tionghoa, yaitu pernikahan arwah. Film ini akan berfokus pada cerita sepasang calon suami istri, Salim dan Tasya, yang memutuskan untuk memindahkan proses foto pre wedding mereka ke rumah keluarga Salim di daerah Lasem, Jawa Tengah.
Keputusan ini diambil setelah bibi Salim, satu-satunya keluarga sedarah Salim, baru saja meninggal dunia. Selain harus mengurus pemakaman bibinya, Salim ternyata harus melanjutkan ritual keluarganya untuk membakar dupa setiap hari di sebuah altar yang misterius atau nyawanya akan terancam.
Kehadiran mereka dan tim foto pre wedding di rumah itu membuat arwah leluhur Salim yang meninggal pada masa pendudukan Jepang muncul dan meneror mereka. Tasya tergerak untuk menguak misteri masa lalu dari keluarga Salim, guna bisa menenangkan arwah itu, sekaligus membebaskan calon suaminya dari kewajibannya agar mereka bisa pergi dari rumah itu.
Baca juga: 8 Film Horor Indonesia yang Siap Meneror di Bioskop Februari 2025
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.