Angka Kanker Pada Wanita Kian Meningkat, Langkah Preventif Jadi Prioritas
10 February 2025 |
20:30 WIB
Bukan hanya pria, wanita di seluruh dunia juga terus berjuang melawan kanker. Berdasarkan data Globocan (2020), kanker payudara, kanker serviks, kanker ovarium, dan kanker rahim termasuk dalam daftar jenis kanker yang paling umum menyerang wanita di berbagai belahan dunia.
Di antara jenis-jenis kanker tersebut, kanker payudara dan kanker serviks menjadi yang paling banyak dialami oleh wanita. Bahkan, kanker payudara mencatat angka kasus tertinggi secara global. Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 2,3 juta kasus baru kanker payudara yang terdiagnosis di seluruh dunia.
Baca juga: Telekonsultasi Dinilai Efektif Jadi Solusi Awal Retas Kanker Payudara
Data Breast Cancer Research Foundation (BCRF) mengonfirmasi 2,3 juta wanita didiagnosis kanker payudara pada 2022. Di Indonesia, laporan terakhir Globocan juga mencatat setidaknya sebanyak 16,6% kasus kanker terbaru di Indonesia merupakan jenis kanker payudara.
Sementara itu, kanker serviks menempati urutan ketiga dengan 36.964 kejadian kanker baru pada wanita Indonesia pada tahun 2022. Jumlah kematiannya sebesar 20.708 kasus, kian mendorong Indonesia sebagai negara dengan kejadian kanker pada urutan ke 8 di Asia Tenggara.
Data Globocan juga menyebut angka kejadian kanker serviks di Indonesia sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Dengan melonjaknya angka kanker pada wanita, tentu dunia kesehatan bersiap mendorong langkah preventif sembari mengurusi urusan kuratif.
Kepala Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat Palembang Eva Susanti menyebutkan, di Indonesia, banyak kasus kanker yang terlambat terdeteksi sehingga terlambat juga dalam hal penanganan.
Selain kurangnya kesadaran akan kanker payudara, fasilitas deteksi kanker payudara juga dirasa belum merata digunakan oleh masyarakat. Padahal, kata Eva, Kemenkes RI memiliki rencana untuk membuat setidaknya 80% penyakit kanker sudah terdeteksi melalui deteksi dini.
Menurut Eva, seharusnya wanita pada rentang usia mulai dari 30 tahun sudah melakukan deteksi dini terkait kanker payudara. Deteksi dini dapat dilakukan lewat pemeriksaan payudara sendiri atau mendatangi fasilitas kesehatan. Sayangnya, Eva menyebut baru sebagian kecil saja wanita yang mengakses fasilitas skrining untuk kanker pada perempuan ini.
“Baru sebesar 19% saja yang mengakses fasilitas skrining kanker payudara dan kanker serviks, khususnya pada perempuan usia 30-50 tahun,” katanya.
Karena pemerintah ingin berfokus pada langkah-langkah preventif, memupuk kesadaran akan pentingnya mengetahui kondisi tubuh menjadi perhatian penting. Kesadaran ini terus disebarkan, utamanya pada Oktober pada tiap tahunnya yang disebut sebagai Bulan Kesadaran Kanker Payudara.
Menurut Chairwoman Lovepink Dede Gracia, tidak hanya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah saja, tetapi juga dorongan organisasi dan komunitas untuk mendorong kampanye kesadaran tentang kanker payudara. Dede menyebut, deteksi dini menjadi langkah utama untuk meredam lonjakan angka kanker payudara yang tiap tahun terus naik, bahkan sempat mengalahkan angka kanker paru-paru. Bahkan, wanita bisa melakukan deteksi dini dengan lebih nyaman saat memahami caranya sendiri.
“Gerakan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) bisa dilakukan di rumah secara privat dan individual,” katanya. Idealnya, kata Dede, baiknya wanita membiasakan diri melakukan pemeriksaan ini tiap bulan, utamanya di antara hari ke-5 hingga hari ke-7 setelah menstruasi.
Bagi Dede, penting untuk memutus stigma tabu dalam pemeriksaan payudara ini. Dalam pandangannya, saat ini masih banyak wanita Indonesia yang terjebak stigma maluku, hingga takut memeriksakan diri. “Kami ingin mengubah mindset ini agar deteksi dini dianggap sebagai langkah yang penting dan bukan sesuatu yang menakutkan,” tambahnya.
Sama halnya dengan kanker payudara, stigma tabu juga masih menggerogoti pemeriksaan ada jenis kanker serviks. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan, banyak perempuan di Indonesia merasa enggan untuk menjalani pemeriksaan karena prosedur yang dianggap invasif.
Sebab, pemeriksaan ini membutuhkan pengambilan spesimen dari sekitar rahim perempuan. Hal ini sering dianggap memalukan bagi sebagian perempuan. “Selain itu, biasanya perempuan Indonesia harus meminta izin dari suami terlebih dahulu," ungkap Nadia.
Padahal, Nadia menyebut, dengan putusnya stigma tabu, banyak wanita Indonesia bisa diselamatkan melalui jenis kanker yang bisa dicegah dan diobati jika terdeteksi sejak dini ini.
“Kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang paling bisa dicegah dengan kombinasi vaksinasi HPV dan skrining dini. Kita bisa memutus rantai kejadian kanker ini dengan deteksi dini,” ujar Nadia.
Nadia mengatakan, pemerintah melalui Kemenkes RI berupaya keras dalam memutus penyakit tidak menular yang terus mengalami lonjakan kasus dengan langkah preventif. Setidaknya, kemenkes RI memiliki target sebanyak 80?ri kasus kanker dapat dikendalikan sejak dini dan tidak terdeteksi saat sudah stadium lanjut.
Dalam hal kanker serviks, Nadia menyebut Indonesia tengah mengupayakan pendekatan eliminasi melalui strategi 90-70-90. Strategi ini menargetkan 90% perempuan divaksinasi HPV, 70% menjalani skrining, dan 90% kasus terkonfirmasi mendapatkan pengobatan yang tepat.
Data Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menyebutkan, sekitar 70% penderita kanker datang ke sarana pelayanan kesehatan sudah pada stadium lanjut. Berbagai faktor, termasuk gaya hidup yang buruk turut menjadi biang keladi naiknya kasus kanker.
Kepedulian masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat dinilai masih kurang dan perlu ditingkatkan. Sebab, hal ini berdampak pada angka kematian karena kanker yang makin tinggi. Padahal sebagaimana diketahui, kanker serviks bisa diobati bila ditemukan pada stadium dini dan diobati dengan cepat dan tepat.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Aru Wisaksono Sudoyo menjelaskan bahwa mendorong kesadaran akan pentingnya menjalani gaya hidup sehat sama pentingnya dengan menggalakkan urgensi deteksi pada kanker serviks. Ada berbagai metode skrining deteksi dini kanker serviks.
Namun belakangan ini, tes berbasis Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dinilai efektif. Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra kanker dengan sensitivitas sekitar 66-69% spesifitas sekitar 64-98%.
Aru menjelaskan, IVA merupakan tes skrining yang dapat dilakukan dengan beberapa alat dan mata telanjang. Selama pemeriksaan ini, praktisi kesehatan terkait akan mengoleskan pengenceran cuka putih atau asam asetat ke leher rahim untuk mendeteksi adanya kelainan pada area tersebut. Kemudian, sel abnormal akan berubah menjadi putih ketika terkena cuka.
“Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara sekali datang, dan bila didapatkan temuan IVA positif, tahapan selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh tenaga medis yang sudah terlatih,” jelas Aru.
Aru mengingatkan bahwa skrining menjadi langkah utama dalam melawan kanker serviks yang kasusnya terus bersaing ketat dengan kanker payudara pada wanita. Skrining secara rutin berperan penting untuk mendeteksi dini perubahan sel-sel di leher rahim yang berisiko berkembang menjadi kanker. Kesadaran yang lebih tinggi dan tindakan preventif yang tepat dapat mengurangi angka kematian akibat kanker serviks secara signifikan.
Baca juga: Cegah Kanker Payudara, Ini Waktu yang Tepat Lakukan SADARI
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Di antara jenis-jenis kanker tersebut, kanker payudara dan kanker serviks menjadi yang paling banyak dialami oleh wanita. Bahkan, kanker payudara mencatat angka kasus tertinggi secara global. Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 2,3 juta kasus baru kanker payudara yang terdiagnosis di seluruh dunia.
Baca juga: Telekonsultasi Dinilai Efektif Jadi Solusi Awal Retas Kanker Payudara
Data Breast Cancer Research Foundation (BCRF) mengonfirmasi 2,3 juta wanita didiagnosis kanker payudara pada 2022. Di Indonesia, laporan terakhir Globocan juga mencatat setidaknya sebanyak 16,6% kasus kanker terbaru di Indonesia merupakan jenis kanker payudara.
Sementara itu, kanker serviks menempati urutan ketiga dengan 36.964 kejadian kanker baru pada wanita Indonesia pada tahun 2022. Jumlah kematiannya sebesar 20.708 kasus, kian mendorong Indonesia sebagai negara dengan kejadian kanker pada urutan ke 8 di Asia Tenggara.
Data Globocan juga menyebut angka kejadian kanker serviks di Indonesia sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk. Dengan melonjaknya angka kanker pada wanita, tentu dunia kesehatan bersiap mendorong langkah preventif sembari mengurusi urusan kuratif.
Kepala Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat Palembang Eva Susanti menyebutkan, di Indonesia, banyak kasus kanker yang terlambat terdeteksi sehingga terlambat juga dalam hal penanganan.
Selain kurangnya kesadaran akan kanker payudara, fasilitas deteksi kanker payudara juga dirasa belum merata digunakan oleh masyarakat. Padahal, kata Eva, Kemenkes RI memiliki rencana untuk membuat setidaknya 80% penyakit kanker sudah terdeteksi melalui deteksi dini.
Menurut Eva, seharusnya wanita pada rentang usia mulai dari 30 tahun sudah melakukan deteksi dini terkait kanker payudara. Deteksi dini dapat dilakukan lewat pemeriksaan payudara sendiri atau mendatangi fasilitas kesehatan. Sayangnya, Eva menyebut baru sebagian kecil saja wanita yang mengakses fasilitas skrining untuk kanker pada perempuan ini.
“Baru sebesar 19% saja yang mengakses fasilitas skrining kanker payudara dan kanker serviks, khususnya pada perempuan usia 30-50 tahun,” katanya.
Karena pemerintah ingin berfokus pada langkah-langkah preventif, memupuk kesadaran akan pentingnya mengetahui kondisi tubuh menjadi perhatian penting. Kesadaran ini terus disebarkan, utamanya pada Oktober pada tiap tahunnya yang disebut sebagai Bulan Kesadaran Kanker Payudara.
Peran Penting Komunitas
Menurut Chairwoman Lovepink Dede Gracia, tidak hanya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah saja, tetapi juga dorongan organisasi dan komunitas untuk mendorong kampanye kesadaran tentang kanker payudara. Dede menyebut, deteksi dini menjadi langkah utama untuk meredam lonjakan angka kanker payudara yang tiap tahun terus naik, bahkan sempat mengalahkan angka kanker paru-paru. Bahkan, wanita bisa melakukan deteksi dini dengan lebih nyaman saat memahami caranya sendiri.“Gerakan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) bisa dilakukan di rumah secara privat dan individual,” katanya. Idealnya, kata Dede, baiknya wanita membiasakan diri melakukan pemeriksaan ini tiap bulan, utamanya di antara hari ke-5 hingga hari ke-7 setelah menstruasi.
Bagi Dede, penting untuk memutus stigma tabu dalam pemeriksaan payudara ini. Dalam pandangannya, saat ini masih banyak wanita Indonesia yang terjebak stigma maluku, hingga takut memeriksakan diri. “Kami ingin mengubah mindset ini agar deteksi dini dianggap sebagai langkah yang penting dan bukan sesuatu yang menakutkan,” tambahnya.
Sama halnya dengan kanker payudara, stigma tabu juga masih menggerogoti pemeriksaan ada jenis kanker serviks. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan, banyak perempuan di Indonesia merasa enggan untuk menjalani pemeriksaan karena prosedur yang dianggap invasif.
Sebab, pemeriksaan ini membutuhkan pengambilan spesimen dari sekitar rahim perempuan. Hal ini sering dianggap memalukan bagi sebagian perempuan. “Selain itu, biasanya perempuan Indonesia harus meminta izin dari suami terlebih dahulu," ungkap Nadia.
Padahal, Nadia menyebut, dengan putusnya stigma tabu, banyak wanita Indonesia bisa diselamatkan melalui jenis kanker yang bisa dicegah dan diobati jika terdeteksi sejak dini ini.
“Kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang paling bisa dicegah dengan kombinasi vaksinasi HPV dan skrining dini. Kita bisa memutus rantai kejadian kanker ini dengan deteksi dini,” ujar Nadia.
Nadia mengatakan, pemerintah melalui Kemenkes RI berupaya keras dalam memutus penyakit tidak menular yang terus mengalami lonjakan kasus dengan langkah preventif. Setidaknya, kemenkes RI memiliki target sebanyak 80?ri kasus kanker dapat dikendalikan sejak dini dan tidak terdeteksi saat sudah stadium lanjut.
Dalam hal kanker serviks, Nadia menyebut Indonesia tengah mengupayakan pendekatan eliminasi melalui strategi 90-70-90. Strategi ini menargetkan 90% perempuan divaksinasi HPV, 70% menjalani skrining, dan 90% kasus terkonfirmasi mendapatkan pengobatan yang tepat.
Deteksi Dini Kanker
Data Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menyebutkan, sekitar 70% penderita kanker datang ke sarana pelayanan kesehatan sudah pada stadium lanjut. Berbagai faktor, termasuk gaya hidup yang buruk turut menjadi biang keladi naiknya kasus kanker.Kepedulian masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat dinilai masih kurang dan perlu ditingkatkan. Sebab, hal ini berdampak pada angka kematian karena kanker yang makin tinggi. Padahal sebagaimana diketahui, kanker serviks bisa diobati bila ditemukan pada stadium dini dan diobati dengan cepat dan tepat.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Aru Wisaksono Sudoyo menjelaskan bahwa mendorong kesadaran akan pentingnya menjalani gaya hidup sehat sama pentingnya dengan menggalakkan urgensi deteksi pada kanker serviks. Ada berbagai metode skrining deteksi dini kanker serviks.
Namun belakangan ini, tes berbasis Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dinilai efektif. Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra kanker dengan sensitivitas sekitar 66-69% spesifitas sekitar 64-98%.
Aru menjelaskan, IVA merupakan tes skrining yang dapat dilakukan dengan beberapa alat dan mata telanjang. Selama pemeriksaan ini, praktisi kesehatan terkait akan mengoleskan pengenceran cuka putih atau asam asetat ke leher rahim untuk mendeteksi adanya kelainan pada area tersebut. Kemudian, sel abnormal akan berubah menjadi putih ketika terkena cuka.
“Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara sekali datang, dan bila didapatkan temuan IVA positif, tahapan selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh tenaga medis yang sudah terlatih,” jelas Aru.
Aru mengingatkan bahwa skrining menjadi langkah utama dalam melawan kanker serviks yang kasusnya terus bersaing ketat dengan kanker payudara pada wanita. Skrining secara rutin berperan penting untuk mendeteksi dini perubahan sel-sel di leher rahim yang berisiko berkembang menjadi kanker. Kesadaran yang lebih tinggi dan tindakan preventif yang tepat dapat mengurangi angka kematian akibat kanker serviks secara signifikan.
Baca juga: Cegah Kanker Payudara, Ini Waktu yang Tepat Lakukan SADARI
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.