Pameran menjadi salah satu agenda rutin di komunitas SkolMus. (Sumber gambar: SkolMus/Facebook)

Hypereport: Cinta & Dedikasi Para Seniman Visual dalam Berbagai Rupa

10 February 2025   |   13:30 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Februari dikenal sebagai bulan cinta karena adanya Hari Valentine yang diperingati setiap tanggal 14. Bentuk cinta pun ada banyak, salah satunya dedikasi para seniman visual untuk membagikan ilmu dan wawasannya secara sukarela kepada masyarakat luas, seperti yang dilakukan oleh komunitas Sekolah Musa atau SkolMus.
 
Didirikan pada 2011 di Kota Kupang, SkolMus merupakan gerakan pendidikan alternatif yang berfokus di bidang multimedia seperti desain grafis, fotografi, dan videografi. SkolMus sendiri merupakan akronim dari Sekolah Musa atau Multimedia untuk Semua.
 
Komunitas ini terbentuk sebagai ruang alternatif masyarakat Kupang untuk belajar seputar multimedia, bidang yang sulit diakses lantaran keterbatasan infrastruktur. Akhirnya, dengan sumber daya kolektif, beberapa orang yang memiliki pengetahuan seputar multimedia secara sukarela mengajar dan membagikan ilmu mereka.

Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Daftar 10 Selebritas Dunia yang Aktif di Bidang Filantropi
 
"Mulai tahun 2020, kita juga bergerak ke bidang pengarsipan walaupun lingkupnya masih di multimedia. Arah pengersipan itu lebih ke merawat ingatan melalui arsip-arsip keluarga yang ada di Kota Kupang, sekaligus menggali tentang sejarah Kota Kupang," kata Direktur SkolMus Frengki Lollo kepada Hypeabis.id.
 
Dalam prosesnya, SkolMus menggunakan pendekatan seni rupa yang lebih populer dan inklusif. Hal ini juga dilakukan untuk membangun kreativitas sekaligus budaya apresiasi terhadap seni rupa di Kota Kupang.
 
Misalnya, membuat workshop dan pameran seni fotografi dan sketsa untuk merespon jejak arsitektur Belanda di Kota Kupang dalam program Visual Diary Kota. Atau, program Tata Mata, Rekam Kota, yang mengeksplorasi keterikatan praktik fotografi dengan upaya pengarsipan kota, dimana foto-foto yang dihasilkan dibukukan untuk publik luas.
 
Program lainnya yang rutin dijalankan SkolMus termasuk pengarsipan publik dalam Merekam Kota, kelas pelatihan keterampilan multimedia untuk anak muda Kupang, pelatihan penguatan kapasitas, wawasan dan kolaborasi komunitas, pameran tunggal, hingga Timor International Foto Festival yang menjadi bagian dari program jangka panjang.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by (@obscura_jikomunc)



 
Pengarsipan menjadi hal penting yang ada dalam misi SkolMus. Frengki menjelaskan hal ini tidak terlepas dari kuatnya budaya tutur di Nusa Tenggara Timur, sehingga tidak terbentuknya budaya pengarsipan yang baik di masyarakat. Hal ini membuat informasi dan budaya diturunkan dari mulut ke mulut, yang rentan dianggap mitos lantaran tidak terdokumentasi dengan baik.
 
"Upaya yang kita lakukan adalah mendokumentasikan perubahan-perubahan yang terjadi atau mendokumentasikan ingatan-ingatan dari warga Kota Kupang. Jadi tujuannya informasi itu tidak habis di satu generasi tapi dia bisa diturunkan ke generasi berikutnya," ucapnya.
 
SkolMus hadir untuk bisa diakses oleh masyarakat dari semua kalangan, mulai dari anak muda, orang tua hingga ibu rumah tangga. Hanya, usia peserta yang bisa mengikuti program harus 17 tahun ke atas. Meski baru bisa diakses oleh masyarakat Kota Kupang, SkolMus membuka diri untuk bisa berkolaborasi dengan komunitas di berbagai wilayah. 
 
Selama satu dekade lebih berdiri, tercatat sudah lebih dari 20.000 orang yang berpartisipasi dalam komunitas SkolMus. Sementara dari segi keterampilan, banyak peserta kini sudah memiliki keterampilan fotografi, tapi dengan sudut pandang yang lebih humanis, alih-alih hanya mengedepankan sisi keindahan visual.
 
"Tujuan kita adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri masyarakat. Bukan tentang pengetahuan multimedia, karena multimedia sebagai alat atau wadah. Tapi meningkatkan kepercayaan diri dan mendekatkan warga ke ruang tersebut," ujar Frengki.
 
Cinta juga dicurahkan oleh pelukis Timotius Suwarsito untuk dunia yang digelutinya yakni seni lukis. Pria yang akrab disapa Kak Toto ini adalah seorang pelukis autodidak yang gigih dan semangat dalam mencari, mengumpulkan informasi tentang kesenian, seni rupa, atau seni lukis khususnya.
 
Namun, alih-alih hanya menekuni seni lukis untuk kemampuan dan perkembangan dirinya sendiri, Kak Toto memilih untuk mendedikasikan dirinya menjadi pengajar lukis bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Selama dua dekade, Kak Toto dikenal sebagai talent digger atau sosok penting yang menemukan bakat para pelukis outsider di Indonesia. 
 
Kak Toto mengajar lukis untuk ABK baik di sanggar, sekolah formal inklusif, maupun secara privat. Di sanggar, dia menjadi pengajar di sejumlah tempat seperti Hadiprana Art Center, Credo Art Studio, dan Pupa Center. Sementara di sekolah, dia mengajar di Sekolah Cikal, Daya Pelita Kasih Center, dan Sekolah Citabuana.
 
Meski demikian, murid-murid kelas lukis Kak Toto tidak terbatas usia. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa berusia 40-an. Untuk peserta yang telah berusia 20 tahun ke atas, biasanya lebih untuk mempertajam kemampuan teknis di bidang lukis serta personal branding sebagai pelukis profesional.
 
Kak Toto mulai memberikan tutor lukis bagi ABK sejak 2004. Sebelumnya, pada 2001, dia lebih dulu mengajar seni lukis di Hadiprana Art Center. Tiga tahun berselang, dia mengamati bahwa karya-karya yang dihasilkan oleh ABK di beberapa kesempatan pameran, masih belum maksimal baik secara konsep maupun teknis.
 
Di sisi lain, dia juga mulai terdorong untuk memiliki keahlian khusus alih-alih hanya bertitel guru lukis. Akhirnya, dia tertarik untuk mulai memfokuskan diri menjadi tutor lukis bagi ABK, khususnya anak autis. 
 
Hal tersebut dipilihnya lantaran dia ingin punya nilai (value) lebih dalam bidang yang ditekuninya. Terlebih, kala itu, belum banyak orang yang tertarik untuk mengajar lukis khusus bagi ABK. Menurutnya, hal ini bisa menjadi nilai plus tersendiri bagi dirinya.
 
"Enggak lama kok ada telpon dari orang tua murid yang dia minta. Nah saya setuju, tapi pas udah saya setuju dia baru bilang kalau anaknya kebutuhan khusus gitu kan. Anaknya autis. Akhirnya saya ambil, dan itu pertama kali akhirnya pegang anak kebutuhan khusus," katanya.
 

 
Pilihan itu membuat Kak Toto akhirnya banyak mencari informasi literatur dari sejumlah buku terkait autisme. Selain itu, dia juga sering mengikuti seminar ataupun workshop dengan komunitas-komunitas autisme dan terapis untuk mendalami baik psikologis dan karakter anak maupun orang tua.
 
Pengalaman-pengalamannya dalam mengajar membuat dia menyadari bahwa mengajar lukis untuk ABK harus menggunakan pendekatan yang berbeda-beda, sesuai dengan karakter mereka. 
 
"Sampai akhirnya sekarang saya kalau ketemu murid saya udah langsung bisa mengerti. Oh dia nanti proses belajarnya, metodenya, pendekatannya, dan untuk terapinya seperti apa. Saya udah mulai bisa memetakan dari awal untuk kasih masukan ke orang tua kira-kira seperti apa," kata pria kelahiran 26 Januari 1975 itu. 
 
Kak Toto menjelaskan setiap murid memiliki capaian belajar lukis yang berbeda-beda yang biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dari anak dan orang tua. Namun, secara umum, ada dua tahapan yang ingin dicapai. Pertama, menjadikan seni lukis sebagai media terapi untuk belajar beberapa hal yang berkaitan dengan perilaku seperti fokus, konsentrasi, dan behaviour
 
Jika itu sudah terlewati, masuk ke tahap kedua yakni mengarahkan murid dengan keterampilannya dalam melukis, baik untuk menjadi seniman profesional ataupun hanya untuk kesenangan pribadi. Nantinya, Kak Toto akan membantu anak untuk bisa mencapai kebutuhan tersebut.
 
Selama dua dekade, ada lebih dari 500 ABK yang telah menjadi murid dari Kak Toto. Beberapa diantaranya juga ada yang berhasil menjadi seniman profesional hingga menggelar pameran dan ikut roadshow di luar negeri seperti Jepang Korea Selatan, dan Prancis.
 
Salah satu muridnya juga ada yang pernah memecahkan rekor MURI lantaran menjadi seniman berkebutuhan khusus paling produktif dengan 1.500 karya dalam setahun. Ada pula karya lukis anak muridnya yang terjual dengan harga fantastis yakni Rp1 miliar dalam sebuah acara pelelangan amal.
 
Diakui Kak Toto mengajar lukis untuk ABK tidak sesulit yang mungkin dibayangkan oleh banyak orang. Malah, menurutnya, mengajar lukis untuk ABK lebih mudah lantaran mereka memiliki kelebihan yang tidak banyak orang punya, yakni kejujuran dan kemerdekaan dalam berkarya. 
 
"Jadi mereka tuh ketika melukis ya merdeka dari pengin dibilang bagus, pengen laku dijual, enggak ada pikiran-pikiran seperti itu. Mereka merdeka aja ngelukis karena happy dan suka. Jadi buat saya ngajar mereka sangat mudah, menyenangkan dan sangat membanggakan tentunya," katanya. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Mira Hoeng (@mirahoeng)


 
Seniman lain yang juga mendedikasikan keterampilannya untuk kebaikan banyak orang yakni Mira Hoeng. Pelukis sekaligus pendiri jenama MIWA Pattern ini kerap merilis koleksi fesyen dengan motif hasil karya tangannya sendiri untuk kegiatan amal.
 
Belum lama ini, MIWA Pattern berkolaborasi dengan Kedutaan Besar Sri Lanka dalam merilis koleksi bertajuk Manaram. Penjualan koleksi ini akan digunakan untuk membantu pembangunan sekolah di Sri Lanka yang memiliki sekitar 400 orang siswa.
 
Koleksi Manaram hadir dengan motif yang terinspirasi dari keindahan alam, budaya, dan orang-orang Sri Lanka yang ditemui Mira selama berkunjung ke negara tersebut, untuk meresmikan sekolah yang dibuat dari kolaborasi pertama. Sebagian keuntungan penjualan dalam koleksi kolaborasi kedua ini akan didonasikan untuk membantu pendirian sekolah di Sri Lanka.
 
Ini menjadi kerja sama kedua setelah MIWA Pattern sukses meluncurkan koleksi Blue Lotus guna penggalangan dana membantu pendidikan di Sri Lanka pada 2023. Sebagian hasil penjualan produk-produk Blue Lotus yang diserahkan, berhasil membantu pembangunan sekolah di sebuah provinsi terpencil di timur Sri Lanka dengan jumlah siswa sebanyak 150 orang. 
 
"Banyak orang bertanya kenapa Sri Lanka. Di Indonesia juga banyak anak-anak yang tidak punya sekolah atau kondisinya parah, di pedalaman timur, di dalam hutan. Jawaban aku selalu, karena aku dikasih kesempatannya di Sri Lanka. Kita jodoh, enggak ada yang tahu. Menurut aku, membantu orang itu tidak mengenal ras, agama, kebangsaan, dan bahkan warna kulit," kata Mira Hoeng.

Baca juga: Seni dan Filantropi Butuh Harmonisasi

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Perbedaan Rating Adaptasi A Business Proposal dari Berbagai Negara

BERIKUTNYA

Fakta Menarik Hong Minki Pemeran Park Geon-yeop di Study Group

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: