Begini Penjelasan Shutter Sound Kamera Ponsel Jepang Tak Ada Mode Senyap
03 September 2021 |
06:40 WIB
Kalau kalian pernah menggunakan ponsel yang dibeli di Jepang atau malah ponsel limbah Jepang tentu saja sudah tidak asing dengan keunikan yang ditemukan pada kamera ponsel tersebut. Keunikan ini bisa kalian temukan di seluruh merk ponsel yang dijual di negara tersebut tanpa terkecuali.
Keunikan tersebut adalah kamera yang suara ketika mengambil gambar atau shutter sound-nya tidak dapat dinonaktifkan. Bagi sebagian orang tentunya hal ini sangat menganggu, terlebih ketika kamera digunakan di sejumlah tempat umum, seperti tempat ibadah, rumah sakit, dan perpustakaan.
Menurut pemerhati gawai sekaligus pendiri dari Komunitas Gadtorade Lucky Sebastian, suara saat kamera digunakan untuk mengambil gambar pada ponsel-ponsel yang dipasarkan di Jepang tidak bisa dinonaktifkan lantaran alasan privasi. Pemerintah setempat memang melarang adanya fitur yang memungkinkan suara tersebut dibisukan seperti di negara-negara lainnya, termasuk Indonesia.
"Ini terkait masalah privasi, agar ponsel tidak dipakai untuk mengambil gambar diam-diam. Ada aturannya dan semua merk yang dijual di Jepang harus menaatinya, termasuk juga untuk Apple dengan iPhone-nya," katanya ketika dihubungi oleh Hypeabis.id, Kamis (2/9/2021).
Aturan terkait shutter sound yang tidak boleh dibisukan muncul setelah adanya tuntutan dari masyarakat dan inisiatif dari beberapa operator telekomunikasi lantaran kasus voyeurism photography marak terjadi.
Pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an kasus tersebut banyak terjadi di Jepang, terutama di tempat-tempat umum yang padat seperti di kereta komuter atau bus umum. Banyak pria yang menggunakan ponsel berkamera untuk mengambil gambar isi dalam rok perempuan yang mereka temukan di tempat-tempat tersebut.
Beberapa pria juga kerap memotret perempuan yang mereka temui di tempat-tempat umum secara diam-diam untuk disebarluaskan melalui surel atau e-mail. Sebagai catatan, Jepang merupakan negara pertama yang memperkenalkan dan menjual ponsel berkamera pada 1999 lewat Kyocera VP-210.
"Aturan ini bagus, ada niat dari pemerintah dan operator seluler yang ada di sana melindungi masyarakatnya. Di Korea [Selatan] juga sama aturannya. Shutter sound-nya ini suaranya keras, mirip seperti kamera asli," tutur Lucky.
Lebih lanjut, menurut Lucky beberapa pengguna ponsel limbah Jepang di Tanah Air berhasil mematikan shutter sound yang dinilai mengganggu itu. Caranya beragam, mulai dari mengganti firmware sistem operasi menjadi versi global untuk ponsel Android hingga menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk iPhone.
Beberapa orang bahkan nekat melakukan jailbreak pada iPhone-nya agar bisa mematikan shutter sound pada kamera. Namun, tentu saja risikonya sangat besar terhadap keamanan ponsel dan data yang ada di dalamnya.
"Oleh karena itu, hindari saja ponsel limbah Jepang atau ponsel yang dibeli di Jepang lalu dibawa ke Indonesia. Terkadang jaringannya saja tidak cocok, belum lagi sekarang ada aturan pemblokiran umum untuk ponsel ilegal," tutupnya.
Keunikan tersebut adalah kamera yang suara ketika mengambil gambar atau shutter sound-nya tidak dapat dinonaktifkan. Bagi sebagian orang tentunya hal ini sangat menganggu, terlebih ketika kamera digunakan di sejumlah tempat umum, seperti tempat ibadah, rumah sakit, dan perpustakaan.
Menurut pemerhati gawai sekaligus pendiri dari Komunitas Gadtorade Lucky Sebastian, suara saat kamera digunakan untuk mengambil gambar pada ponsel-ponsel yang dipasarkan di Jepang tidak bisa dinonaktifkan lantaran alasan privasi. Pemerintah setempat memang melarang adanya fitur yang memungkinkan suara tersebut dibisukan seperti di negara-negara lainnya, termasuk Indonesia.
"Ini terkait masalah privasi, agar ponsel tidak dipakai untuk mengambil gambar diam-diam. Ada aturannya dan semua merk yang dijual di Jepang harus menaatinya, termasuk juga untuk Apple dengan iPhone-nya," katanya ketika dihubungi oleh Hypeabis.id, Kamis (2/9/2021).
Aturan terkait shutter sound yang tidak boleh dibisukan muncul setelah adanya tuntutan dari masyarakat dan inisiatif dari beberapa operator telekomunikasi lantaran kasus voyeurism photography marak terjadi.
Pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an kasus tersebut banyak terjadi di Jepang, terutama di tempat-tempat umum yang padat seperti di kereta komuter atau bus umum. Banyak pria yang menggunakan ponsel berkamera untuk mengambil gambar isi dalam rok perempuan yang mereka temukan di tempat-tempat tersebut.
Beberapa pria juga kerap memotret perempuan yang mereka temui di tempat-tempat umum secara diam-diam untuk disebarluaskan melalui surel atau e-mail. Sebagai catatan, Jepang merupakan negara pertama yang memperkenalkan dan menjual ponsel berkamera pada 1999 lewat Kyocera VP-210.
"Aturan ini bagus, ada niat dari pemerintah dan operator seluler yang ada di sana melindungi masyarakatnya. Di Korea [Selatan] juga sama aturannya. Shutter sound-nya ini suaranya keras, mirip seperti kamera asli," tutur Lucky.
Lebih lanjut, menurut Lucky beberapa pengguna ponsel limbah Jepang di Tanah Air berhasil mematikan shutter sound yang dinilai mengganggu itu. Caranya beragam, mulai dari mengganti firmware sistem operasi menjadi versi global untuk ponsel Android hingga menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk iPhone.
Beberapa orang bahkan nekat melakukan jailbreak pada iPhone-nya agar bisa mematikan shutter sound pada kamera. Namun, tentu saja risikonya sangat besar terhadap keamanan ponsel dan data yang ada di dalamnya.
"Oleh karena itu, hindari saja ponsel limbah Jepang atau ponsel yang dibeli di Jepang lalu dibawa ke Indonesia. Terkadang jaringannya saja tidak cocok, belum lagi sekarang ada aturan pemblokiran umum untuk ponsel ilegal," tutupnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.